Sabtu, 31 Desember 2016

"Kiamat Sudah Dekat"

Tadi sore, antar 3 paket ke JNE.

Pas sampai sana, pak JNE nya lagi dengar sesuatu dari hpnya pake headset. Saya masuk, pak JNE lepas headset trus duduk.

"Tujuan kemana, bu?" (sambil melihat ke paket-paket)
Saya terdiam saja, karena pak JNE nya sudah liat tulisan di paket.

Tiba-tiba, beliau nyeletuk,
"Betul-betul sekarang, zaman sudah berubah. Kiamat sudah dekat", beliau berkata seperti ngeri campur takut.

"Iya pak", cuma itu jawaban saya, karena saya pun tak tahu ada sebab apa beliau tiba-tiba mengatakan seperti itu.

Apakah beliau sudah dengar/baca berita tentang orang-orang yang menyambut tahun baru sekarang sehingga mengatakan seperti itu?

Ataukah ada hubungannya dengan paket-paket yang saya bawa? Hmm.. entahlah..

Mau nanya lebih lanjut, agak segan, takut mengganggu kerjaan beliau yang lagi proses penginputan alamat ke komputer.

Apapun sebabnya, memang betul, pak..

KIAMAT SUDAH DEKAT

Mari ber"SIAP"...

Sinjai, 31 Desember 2016
(Lagi gak ada teman cerita, jadi ceritanya sama blog saja 😢😢)

Kamis, 15 Desember 2016

Selamat Jalan, kak Fitri...

Tidak ada yang bisa saya ceritakan tentang Ummu Uwais selain kebaikannya.

Beliau adalah thoolibah (penuntut ilmu) sejati. Tak ada majelis ilmu kecuali ada beliau. Kalaupun beliau tidak hadir, beliau meminta catatan atau rekaman dari yang hadir. Terakhir, ketika ada acara seminar parenting oleh teh Kiki di Sinjai, di grup akhwat sinjai, beliau sangat meminta untuk direkamkan. Sangat haus dengan ilmu. Maa sya Allaah

Beliau sangat gigih dalam menghafal quran. Di halaqoh kami dulu, saya saksi mata beliau atas kegigihannya. Walau anak sudah dua waktu itu, semangatnya tidak berubah. Suatu waktu, sebelum tarbiyah dimulai, beliau mencolek saya.
"Dek, mauka' stor hafalanku"
Terdengarlah lantunan ayat dari beliau, banyak, bukan 1-5 ayat. Setelahnya, beliau bercerita tentang pengalaman dan perjuangannya menghafal Qur'an.
Sampai saat ini, masih terbayang saat-saat beliau melantunkan ayat di juz 29.

Beliau adalah mujahidah, sangat tangguh, baik dalam kepengurusan maupun amanahnya sebagai murobbiyah. Aktif berdakwah kapan saja dan dimana saja.
Lembut tapi tegas. Paling tidak bisa melihat kemungkaran sekecil apapun.
Dimanapun beliau berada, beliau tetap berdakwah. Ia lalui walau medan dakwah begitu berat dan jauh.

Kader yang beliau cetak maa sya Allaah. Saya terkagum-kagum, saat baru memasuki salah satu sekolah di Sinjai, tempat saya dan kak fitri diberi amanah, banyak siswa yang berpakaian syar'i. Cek per cek, ternyata sebagian besar siswa itu adalah binaan kak Fitri. Ma sya Allaah.

Yang saya tahu, hidupnya memang tak jauh dari dakwah dan kaderisasi. Hingga saat beliau sembuh dari sakitnya, ia masih sempat mencari "siapa yang mau belajar Islam"

Masih banyak kenangan lain tentang kebaikan beliau semasa hidup.

Kak Fitri memang sudah meninggal, tapi semangat dan perjuangannya masih hidup di hati kami. Semoga saja, itu semua menjadi amal jariyah buat kak Fitri, penerang kuburnya yang bisa mengantarkan beliau hingga ke syurgaNya.

Bukan tentang kapan, dimana dan saat apa kita meninggal, tapi bagaimana kita mempersiapkan amalan yang bisa menemani kita di alam kubur nanti, mempersiapkan diri menuju kehidupan yang abadi, yang tak ada lagi kehidupan setelahnya.

Allaahummaghfir lahaa wa 'afihi wa'fuanhaa..

Senin, 19 September 2016

Selamat Jalan, Ummu Hikari

Bismillaah...

Sesedih itukah?
Iya, sangat sedih. Sejak pertama kali mendengar kabar bahwa beliau kritis, saya gemetaran. Saat itu masih stengah 5 subuh, menunggu azan, buka facebook, statusmu ramai. Padahal hanya status 'biasa'. Saya kaget saat membaca salah satu komen "innalillaah...."

Janin yang kau kandung selama 9 bulan, ternyata sudah meninggal duluan. Dan engkau kritis, koma setelahnya.

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'un...

Sejak saat itu, saya tak bisa move on. Ingatanku selalu padamu, memantau kabarmu dari fb mu dan berharap ada perkembangan baik darimu.

2 hari sebelum hari ini, ada berita baik. Katanya, kamu mengalami peningkatan dengan respon gelitikan di kaki. Dan hari itu saya terharu. Berharap lagi ada keajaiban. Berharap dirimu kembali sadar dan berkumpul bersama keluarga.

Tapi tidak. Tadi pagi, bahkan suami yang mengabarkan saya. Saya tak percaya. Hingga kubuka fb ku, dan ucapan berduka berentetan di timeline fb ku.

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'un...

Selamat jalan kak Ummi :'(

Ingatanku kembali ke awal kita saling tahu. Kita satu kabupaten, tapi dipertemukan di salah satu grup nasional, yang isinya dari berbagai kota di Indonesia. Saat itu, engkau yang jadi penanggung jawab area Sulawesi. Mau tidak mau, saya harus berkenalan denganmu, kakak.

Selanjutnya, kembali kita dipertemukan di grup kulakan. Kita memesan barang yang sama dan barangnya dialamatkan ke tempatku. Saat barang datang, saya menghubungimu dan engkau datang ke rumah. Saat itulah awal kali kita bertemu.

Ekspresi kagum kepadamu, kak, karena saat itu, engkau baru saja sepekan telah melahirkan anak keduamu. Dan engkau datang ke rumah mengendarai motor.

"Kuatta', kak..", hanya itu yang kuungkapkan padamu.

Dan kau hanya tersenyum dan pamit pulang ke rumah.

Kali kedua, kita kulakan makanan Pie khas Bali. Kali ini dialamatkan ke tempatmu. Dan saya sendiri yang menjemputnya di rumahmu (diantar suami) malam-malam. Dan malam itu, pun engkau sendiri yang menyerahkan padaku.

Dan beberapa kenangan lain yang tak bisa saya sebutkan semuanya.

Sungguh, perjuangan ibu ternyata begitu berat. Sangat berat. Antara hidup dan mati. Dan kau telah membuktikannya, kak Ummi.

Selamat jalan, kak..
Tuntas sudah amanahmu di dunia
Tinggal kami di sini, yang hanya tinggal menunggu giliran.
Semoga Allah berkenan mematikan saya dan kita semua dengan akhir yang baik.

Sinjai, 19 September 2016

Sabtu, 17 September 2016

Menolak Tawaran

Bismillaah..

Tadi siang, saya di telpon sama seorang ibu. Beliau menawarkan suatu barang dan ingin bertemu langsung untuk memperlihatkan produknya.

Singkat cerita...
Bertemulah kami. Beliau memperlihatkan saya produk yang dijual dengan harapan, saya membeli sekaligus menyetok / menjual di toko.

Saya, yang tentu saja tak ingin ceroboh, pamit untuk minta izin pada suami. Baru menyebut nama barangnya, suami bilang "Gak Usah nyetok yang itu, jualan itu harus FOKUS".

Tanpa pikir panjang, saya kembali ke ibu tadi. Kebetulan saat saya kembali ini, si ibu tadi nampak berbincang ringan dengan seorang pengunjung toko.

Saya menyela...
"Maaf bu, nda diizinkanka'. Bagus mungkin qt jual di penjual xxx (yang berhubungan dengan produknya)."
"O iya...", si ibu dengan tanggap mengambil produknya dari tanganku, sambil tetap bercakap dengan ibu pengunjung toko.

Saya masih berdiri di situ, karena seperti biasa, jika ada sales, saya akan beranjak jika ia telah keluar dari pintu toko.

Begitupun dengan ibu kali ini. Setelah saya menolak dan produknya diambilnya dari tanganku, raut muka nya berubah. Kecewa pasti. Dan, setelahnya, ia tak pernah lagi melihatku. Sampai ia keluar dari pintu. Pamitnya cuma sama ibu pengunjung.

Jangan pernah mau jadi penjual jika tak siap ditolak. Jadi pembeli saja. Karena pembeli tak pernah akan ditolak sama penjual.


Sinjai, 17 September 2016

Rabu, 31 Agustus 2016

Kenangan 4 Tahun Yang Lalu

Bismillaah..

Terakhir USG 27 Agustus. Kata dokter, perkiraan lahiran bulan depan, sekitar tanggal 25an *masih lama*.

Tadi sore jam 5, pas gendong Faqih, serasa ada yang keluar dari jalan lahir. Cek per cek, ada bercak sedikit, disertai kontraksi. Kayaknya ini tanda-tanda menuju lahiran.

Segera kuhubungi pak suami yang lagi ada urusan di luar rumah.

Saya: "Kak, ada bercak darah yang keluar tadi, kayaknya mauma' melahirkan."
Suami: "Ha? Janganki dulu, belumpa' siap." *panik*
Saya: *tertawa* "Ih, memangnya qt kah yang mau lahiran?"
Suami: "Iye, tapi janganki' dulu, belumpa siap"
.
.
.
.
4 tahun yang lalu, menuju persalinan anak ke 2 "Mutiara Hannan"




Sinjai, 31 Agustus 2016

Minggu, 28 Agustus 2016

Ziyad-ku

Bismillaah...

Hari ini, 27 Agustus 2016. Pertama kalinya, Ziyad ke Makassar sendirian bersama abinya, tanpa saya dan anak-anak. Hiks..

Pas Abi bilang, "Ziyad yang berangkat", kakaknya Faqih merayu agar adiknya tidak ikut. Tapi tetap saja, untuk pembelajaran dan pembiasaan, Ziyad harus ikut berangkat ke Makassar.

Sebelum pergi, terjadi dialog singkat antara saya dan Ziyad.
S: Ziyad, mau kemana nak?
Z: ke makassar
S: mau ketemu siapa disana?
Z: mauka ketemu abaku
S: Bukan abata itu deh. Abanya Faqih
Z: iye, abanya Faqih. Kupinjamki dulu loh...

Huaa... lucu-lucunya ini sebenarnya yang bikin saya berat melepaskannya ke Makassar. Gak ada Ziyad di rumah, gak rame. Soalnya dia yang paling cerewet, enak diganggu, tingkahnya lucu.

Semoga saja, di Makassar, dia gak rewel.



Sinjai, 27 Agustus 2016

Sabtu, 23 April 2016

Baby Blues dan Post Partum Depression

Kepada para suami, dimanapun kalian..

Perkenalkan, saya Topan Pramukti, bapak satu anak yang pernah menyaksikan istri berjuang melawan Post Partum Depression. Pernah dengar? Saya tidak akan menjelaskan secara teori, di sini saya hanya ingin memohon agar kalian duduk sebentar, luangkan waktu barang 10 menit untuk membaca cerita saya ini sampai habis. Saya mohon.

Namanya Bunga, seorang teman saya yang tentu bukan nama sebenarnya. Beberapa waktu lalu ia melahirkan anak pertamanya. Kalau kalian pikir dia sekarang sedang di puncak bahagia, kalian salah. Hari-harinya, saat ini, dilalui dengan penuh air mata dan rasa cemas. Berkali-kali dia harus melawan dirinya sendiri, saat pisau di dekatnya kerap dia todongkan pada bayinya. Berkali-kali pula dia nyaris kehilangan nyawa, sebab baginya, pilihan hanya dua: dia atau anaknya yang mati.

Suaminya kemana? Ada. Mereka tinggal satu rumah dan tidur satu ranjang. Hubungan mereka baik-baik saja dan keluarga mereka (kelihatannya) normal dan bahagia. Tak ada masalah, tak pula ada orang ketiga. Ekonomi keluarga sedang berada di titik baik, pun kesehatan, semua baik.

Namun Bunga tetap meneteskan air mata setiap hari, dia tetap sesungukan, menangis, dan butuh pertolongan. Ibu muda itu sebisa mungkin menghindarkan pandangannya dari pisau atau benda tajam apapun, karena bisikan jahat itu bisa datang kapanpun dimanapun. Bunga selalu tidur membelakangi bayinya, karena untuknya, berhadapan adalah drama berujung histeris semalaman.

Bunga gila, ya? Bukan.. Dia adalah ibu yang menderita Post Partum Depression.

Cerita lain datang dari Lala, lagi-lagi bukan nama sebenarnya. Satu dari lusinan perempuan yang menjadikan istri saya, tempat mencari pertolongan. Saya tak pernah mengenal perempuan ini, seperti saya tak pernah mengenal perempuan-perempuan pencari pertolongan lain yang berderet di daftar kontak hape istri saya. Yang saya tau, ada seorang ibu muda tiba-tiba menulis pesan pada istri saya di twitter. Meminta nomer hape karena dia butuh diselamatkan. Satu alarm yang membuat istri saya langsung memberikan kontak padahal belum kenal: dalam pesannya dia menyebut-nyebut Post Partum Depression.

Singkatnya, Lala dan istri saya berkomunikasi lewat aplikasi whatsapp. Lala mengaku sering mendapati tubuhnya membiru, dingin, dan gemetar. Dia seperti mau mati, katanya. Lala takut keramas, dia cemas saat bilas matanya harus tertutup, membuka mata dalam keadaan tak bernyawa. Lala takut keluar rumah, takut mati di jalan. Lala takut ketemu orang baru, takut dibunuh.

Lala gila, ya? Bukan.. Dia sama seperti Bunga, seorang ibu yang menderita Post Partum Depression.
Lala dan Bunga bukan cuma ada dua, mereka banyak. Istri saya kerap salah menyebut nama saking banyaknya yang harus diladeni curhat. Saking banyaknya yang tiba-tiba menelpon sambil menangis jerit-jerit. Padahal sederet nama di kontak hape kami, hanya yang diantar takdir untuk menemukan kami, sebagai sebut saja: penyintas Post Partum Depression.

Lala dan Bunga punya satu kesamaan, mereka merasa gila dan tak ada seorangpun yang peduli dengan itu. Termasuk suami. Orang yang setiap hari ada di samping mereka, satu-satunya manusia yang mereka harapkan dapat mengerti kondisi mereka, bergeming tak peduli. Mereka melawan sendirian, berjuang sendirian.
Dua setengah tahun yang lalu, istri saya adalah Lala dan Bunga. Ia pernah nyaris membunuh bayi kami. Dia, pernah hidup berhari-hari di kolong kasur karena takut mati. Saya, pernah menganggapnya sakit jiwa. Saya pernah memilih diam tidak peduli. Ia pernah berjuang melawan Post Partum Depression, sendirian.

Tapi di tengah perjuangan, dia melawan dengan sangat keras. Dia mengumpulkan artikel-artikel tentang Post Partum Depression dan memberikannya pada saya, memohon agar saya membacanya seperti yang saat ini saya lakukan pada kalian.

Istri saya menekuk lutut, mengatupkan tangan, menangis, dan memohon sejadi-jadinya agar saya mau membaca dan memahami kondisinya saat itu. Karena dia tahu, hanya saya yang bisa membantunya berjuang melawan. Menurutnya, hanya saya yang mampu menyelamatkan nyawanya dan bayi kami.

Dia memeluk saya kencang, meminta setulus yang dia bisa, membasahi dada saya dengan air mata, membiarkan hati kami yang bicara. Saat itu, dia mungkin tahu, tak ada satu katapun yang dapat meluluhkan hati saya. Belum banyak pengetahuan soal Post Partum Depression beredar di masyarakat, tak ada banyak teori yang bisa dia sodorkan untuk saya. Di mata saya, dia sakit jiwa.

Dia cuma punya mata basah dan hati yang meluluh paling luluh, tanpa bicara dia memohon, dengan sangat. Hati tetaplah hati. Mata saya ikut basah, kami berpengangan tangan dan berjuang bersama-sama.

Kami, berdua, melewati hari-hari paling sulit. Saat dimana keuangan keluarga carut marut, bayi kami merindukan ibunya, pekerjaan yang menumpuk, dan istri yang terus hidup di kolong kasur sambil menangis menggerung-gerung. Kondisi istri saya semakin tak terkendali, sudah tak dapat dihitung berapa kali tinju yang dilayangkannya ke tubuh saya, tembok yang dipukuli, dan pintu yang dibanting.

Kami, berdua, menjalani titik rumah tangga paling rapuh. Andai saja saya memilih menyerah, mungkin saat ini kami tak lagi bersama. Mungkin istri atau bayi saya sudah pergi menghadap Gusti, atau kami bertiga sedang menjalani hidup masing-masing yang entah seperti apa hancurnya. Andai saja waktu itu saya memilih menyerah, tetap tidak peduli, rumah tangga kami berakhir sudah.

Kepada para suami, dimanapun kalian..

Post Partum Depression adalah serangan depresi yang menyerang ibu paska melahirkan. Pintu masuknya, adalah depresi yang lebih ringan, atau terkenal dengan nama Baby Blues. Faktanya, 80 persen ibu yang baru melahirkan MENGALAMI BABY BLUES. Jadi mari kita simpulkan, bahwa Post Partum Depression sangat mungkin terjadi pada siapapun, termasuk istri-istri kalian.

Saya mohon, dengan sangat, kalau sampai itu terjadi, tetaplah di sana. Tetaplah di sisi perempuan yang kalian ikat dengan janji suci, peluk dia, dan ikutlah berjuang. Bertahanlah, wahai para Ayah.. Saya bersumpah atas nama Tuhan, bahwa Post Partum Depression bukanlah hal yang mudah untuk dilewati sendirian. Perempuan yang memelukmu sambil berurai air mata, benar-benar butuh pertolongan.

Cari sebanyak-banyaknya artikel tentang depresi ini, konsultasikan pada dokter atau ahli, genggam tangannya erat, terus berjalan dan menangkan perjuangan. Semoga kita semua selalu sehat dan bahagia.

Salam,

Topan Pramukti
Sumber : www.sujiwo.com

===================================

Note:
Dulu, saya pun pernah mengalaminya. Tapi Alhamdulillaah gak sampai ke Post Partum Depression, gak sampai menyakiti diri atau debay. Saya alami ketika lahiran anak kedua. Waktu itu belum tau kalau ternyata ada yang namanya kayak gini. Waktu itu, saya mengira hanya saya yang mengalaminya. Pas buka facebook, di beranda penuh, dan hampir semua yang share mengatakan pernah mengalaminya. Owh...

Saya, waktu itu, setelah lahiran, betul-betul merasa terpuruk. Maunya cuma nangis. Menangis 2 harian penuh sampai mata super bengkak. Rasa-rasanya, saya tak bisa membagi rasa sayangku kepada anak pertama. Belum lagi dukungan keluarga dekat yang sangat kurang. Merasa dicueki, walau memang tak berharap selalu diperhatikan. Sama suami juga dibilang "Lebay, Menangis Tak Jelas, gak ada yang apa-apain tiba-tiba menangis". Jadilah saya betul-betul merasa sendiri. Sendiri berjuang menghadapi baby blues sembari memohon pertolongan Allah agar segera melalui ujian ini.

Betul. Dukungan yang paling utama memang harus berasal dari keluarga sendiri, terutama SUAMI. Ya, Suami yang harusnya mendukung ibu baru dengan memberi perhatian lebih, memberi kasih sayang, membantu sedikit saja pekerjaan si ibu baru. Jangan dianggap Lebay, apalagi gila. Kasian!

Suami, terkadang memang tak tau. Maka dari itu butuh ILMU. Yang parah adalah ketika suami tak MAU tahu. Ini parahnya kebangetan. Membiarkan istri membereskan pekerjaan sendiri, menyusui bayi, merawat dan sampai begadang menemani dede bayi. Suami? Cuma tau beres. Pergi kantor pagi, pulang larut malam. Pas malam, si dede nangis, dan ia merasa terganggu. Nah, kayak gini ini nih yang namanya MUSIBAH. Bisa-bisa rumah tangga retak, atau bisa saja si istri atau anak terancam nyawanya. Naudzubillaah..

Sinjai, 24 April 2016

Kamis, 14 April 2016

April 2016 di Jakarta

Bismillaah...

Jam menunjukkan pukul 20.20 waktu Jakarta. Seseorang yang menemaniku disini, yang setia di sampingku, sejak tadi sudah terlelap dalam tidurnya. Saya? Ah... sejak tadi pun mencoba untuk mengikuti jejaknya, memaksa diri agar bisa terbang ke alam mimpi, tapi tak bisa.

Ingatanku kembali terputar sejak pertama kali di tahun ini menginjakkan kembali kaki di ibu kota Indonesia ini. Berangkat dari rumah di samata pukul 04.30, meninggalkan Ziyadku yang tiba-tiba saja terbangun saat kami sementara siap-siap. Alhamdulillaah, kemudahan dari Allah, ia bisa ditinggal tanpa ada adegan teriak dan tangisan.

Berangkat bersama suami dan adikku, Mujtahid, yang ingin balik ke ma'hadnya, diantar oleh adikku, Musaddid, ke bandara. Perjalanan samata-bandara dini hari itu lancar, alhamdulillaah. Tiba di bandara, ternyata ramai. Pas mau turun saja, parkirannya penuh, macet. "Semua mau berangkat subuh karena takut kena macet". Ya, betul. Makassar terutama daerah dekat bandara, kalau siang-malam memang macetnya Subhanallaah, karena memang ada perbaikan jalan disitu.

Pas tiba di bandara, masuk ke dalam, check in oleh suami, dan menunggu di ruang tunggu. Naik ke pesawat CityLink di nomor kursi 24 D. Selama perjalanan, cuaca cerah. Namun, saya yang kali ke 3 ber-pesawat, lagi-lagi merasa terganggu dengan pendengaran. Suara pesawat begitu menusuk telinga ku. Tapi alhamdulillaah, masih bisa teratasi.

Tiba di Bandara Soetta, kami (saya-suami dan adikku) berpisah di terminal Damri. Karena arah adikku ke Bogor, sementara saya ke tanah abang, jalurnya berbeda. Awalnya, kami ingin naik Damri, yapi lihat tarif, sama aja dengan tarif grab. Lebih bagus grab, damri mesti transit dan pindah bus lagi sementara kami sangat buta dengan keadaan kota Jakarta.

Keberadaan grab bagi kami sangat membantu. Dari bandara ke tempat penginapan kami, tarifnya 112rb (di luar uang tol sekitar 15an). Waktu itu, supir grab nya namanya pak Iman. Baik orangnya. Suka cerita. Ia cerita pengalaman hidup, dulu kerja dimana, kajian dimana, dll. Cuma belum terlalu menguasai jalan, karena memang masih baru di Jakarta, "katanya".

#bersambung

tibatibangantuk

Jakarta, 14 April 2016
@wisma BHZ Al Zahra

Selasa, 12 April 2016

Hampa

Bismillaah..

The first time, hari ini, Senin 11 Maret 2016, pertama kalinya tidur malam tanpa Ziyad. Rasanya? Jangan ditanya.. sedih, hampa, gelisah, kepikiran terus sama Ziyad. Cuma bisa memandangi foto-fotonya yang dikirim sama orang rumah. Huhu....

Ternyata, hidup tanpa anak rasanya gini. Gak enak, banget, pake bangettt.

Walau mereka bikin repot, tapi kalau sudah capek gini, tetap aja bikin rindu dibuat repot sama mereka. Capek-capek begini, tanpa mereka, tetap saja capek. Tidak ada pelipur, tidak ada qurrotu a'yun, tidak ada yang bisa dimain-maini. Huu... sedih sekali

Rindu, betul-betul rindu. Baru sehari pisah sama mereka betul-betul bikin rindu. Semoga semuanya baik-baik saja

Sabar nak. Jum'at in sya Allah kita bertemu lagi.

Salam rindu untuk ketiga anakku tersayang; Faqih, Hannan, Ziyad.

Jakarta, 11 April 2016
@wisma HSB Al Zahra

Minggu, 03 April 2016

Nikmat yang Dicela

Bismillaah..

LAPAR. Sebagian orang jika sedang lapar, ia mengeluh "Aduh, saya lapar".
HAUS. Sebagian orang jika sedang haus, mengeluh, "Aduh, saya haus (sekali)".
CAPEK. Sebagian bahkan hampir setiap orang pernah merasakannya. Setelah bekerja mulai pagi sampai malam tanpa istirahat, setelah selesai, ia pasti akan merasakan CAPEK.

Tapi saudariku...
Pernahkah kita berpikir, kalau LAPAR, HAUS, CAPEK, itu juga adalah NIKMAT dari ALLAH??
Ya, ia adalah nikmat.
Kita bisa merasakan enaknya makan "tempe, nasi, sambel" ketika kita makan dalam keadaan lapar. Itu nikmat. Coba saja, seandainya kita tidak lapar, dihidangkan ayam goreng dan makanan enak lainnya, qt tidak bisa merasakan lezatnya, karena kita sudah tidak lapar.

Haus. Kita bisa merasakan nikmatnya minuman saat kita minum dalam keadaan haus.

Begitupun capek. Capek seharian bekerja dari pagi sampai malam. Malamnya, qt istirahat atau tertidur walau 2 jam, NIKMAT rasanya. Coba kalau dari pagi-malam kerja kita hanya istirahat/tidur, pas malam tiba kita disuruh tidur lagi, nikmat kah rasanya?

Lalu, disini, pantaskah kita MENGELUH? Pantaskah lisan kita kembali mengucapkan, "Aduh, saya lapar, haus, capek?"

Kunci Kebahagiaan adalah...
Jika kita diberi nikmat, maka bersyukurlah. Lihatlah orang dibawah kita, yang tidak diberi nikmat serupa dengan kita. Kita punya motor, BERSYUKUR, karena ada orang yang hanya punya sepeda. Punya sepeda, bersyukur, karena ada orang yang hanya jalan kaki. Kita hanya jalan kaki, tetap bersyukur, karena ada orang yang tidak bisa berjalan/tidak punya kaki. Syukuri... syukuri... syukuri, niscaya Allah akan tambah.

Dan sebaliknya...
Jika kita diberi cobaan, lihat orang yang ada diatas kita. Kita lagi flu, lihat, ada orang yang flu+demam. Kita lagi flu+demam, ada orang diluar sana yang lagi flu+demam+rematik. Begitu seterusnya, hingga kita bisa dapati diri kita akan BERSABAR dalam menghadapi cobaan dari Allah, karena ternyata, masih banyak orang yang mendapat cobaan lebih di atas kita.

Ya, kata kuncinya hanya BERSYUKUR dan BERSABAR, niscaya kamu akan BAHAGIA.

Selasa, 15 Maret 2016

Akhlakmu, Saudariku...

Bismillaah...

Baru saja euforia kesenangan saya rasakan beberapa hari yang lalu, karena ditelpon oleh seseorang yang sangat kusegani. Hampir 10 tahun kami tak pernah bertemu. Hari itu, tidak seperti biasanya, ia menelponku. Menanyakan keberadaanku dimana tapi tak memberi tahu kalau ia siapa. Saya disuruh menebak. Saya yang memang jarang menyimpan nomor, tentu tak bisa langsung tahu. Alhamdulillaah, lama kelamaan, mendengar suara tawanya yang khas, saya langsung menebak kalau ia adalah kak "WR", sebut saja begitu.

SURPRISE, kesan saya awalnya. Tapi, saya berpikir, mungkin ada keperluan. Ternyata betul. Tak berapa lama saya menebaknya, ia menyampaikan hajatnya. Ia butuh sesuatu. Sayangnya, sesuatu yg ia butuhkan itu berada di Sinjai, dan ia butuh cepat. Karena ipar saya juga pujya sesuatu itu, akhirnya saya mengalihkannya padanya.

Terhubunglah ia...
Dan hari ini, iparku menelpon. Ia curhat. Katanya, ia sudah memperlakukan kak "WR" dengan baik, membawakan sesuatu itu langsung ke rumahnya. Yang dibawa sangat banyak, karena kak WR memang meminta untuk dibawakan, semuanya. Sampai disana, ternyata tak ada satupun yang diambilnya. Ini kasus pertama.

Sesampai di rumahnya, iparku di telpon lagi. "Jual "ini" dek?"
"Iya, kak"
"Minta tolong dibawakan ke rumah"
"Saya tidak bisa, kak"
"Minta tolong sama pegawaita'"
Lanjut berlanjut. Dibawakanlah "ini" itu ke rumahnya sama pegawai iparku. Kak WR menyuruh untuk menyimpan barang itu. Katanya ingin dicoba dulu.
"Baiklah kalau begitu, kata iparku.
Esoknya, iparku sms "bagaimana, kak? Ada yang cocok?"
"Tidak ada yang saya suka, dek. Besok saya kembalikan ke toko ta'"

Dikembalikanlah "ini" itu ke toko iparku. TAPI, disini letak kesalahannya. Kak WR mengembalikan "ini" itu tidak seperti semula. Terbongkar-bongkar. Yang dalam dus sudah tidak berada dalam dusnya, dan lain lain, dan lain.
Trus, pas pengembaliannya pun sangat tidak sopan, katanya.
"Dek, ini di'. Buru2ka'...."
Tak ada kata maaf, katanya.

Subhanallaah...
Inikah akhlakmu, wahai saudariku?
Subhanallaah...
Andai itu dilakukan oleh orang yang tak berilmu, mungkin bisa dipahami.
Tapi, tidak.
Ia seorang yang sangat berilmu. Istri seorang yang sangat berilmu pula.

KECEWA, itu kata iparku.
Ternyata, tidak semua ummahat bisa dipercaya.
Tak semua, katanya.

Saya sebagai penghubung ia mengenalnya rasanya tidak enak sekali.

Qaddarullaah wa maa syaa a fa'ala.

Sinjai, 15 Maret 2016

Minggu, 13 Maret 2016

Bergerak Tanpa Kata

Bismillaah

Selalu ilfeel sama orang yang kalau marah, tidak bisa mengendalikan dirinya. Maunya memukul atau apalah yang berbau kekerasan.

Dan yang paling sial, kalau itu menimpa kita. Saya dan kamu. Ah, semoga tidak terjadi padamu dan semoga kamu yang membacanya pun tidak berlaku demikian.

Saya, jangankan dipukul, dicubit, dilempari dan segala bentuk kekerasan lain, SAYA SUDAH KENYANG. Sisa dibunuh mungkin yang belum terjadi. Lebay? Saya rasa tidak..

Teruntuk anak-anakku kelak...
Berlalu lemah lembutlah kalian terhadap semua orang, nak..
Dalam keadaan senang, sedih, maupun marah..
Jangan pernah kalian lampiaskan kemarahan kalian dalam bentuk kekerasan, nak... Jangan!
Karena itu sangat menyakiti hati maupun fisik..
Pilihlah pasangan hidup yang tepat..
Jangan asal pilih.. Jangan asal cantik.. pun, jangan asal gagah, nak
Karena sesungguhnya perbuatan buruk itu menular, dan bisa menjangkiti siapapun yang berdekatan dengannya..

Jika kalian marah, nak.. beristighfarlah.
Diamlah, nak.. adukan semua pada Allah
Biarlah Allah yang membalasnya.

Jangan kau salurkan marahmu dalam bentuk kekerasan, nak... jangan! Sekali lagi, jangan!

Sinjai, 13 Maret 2016

Jumat, 11 Maret 2016

Pilihannya Sendiri

Bismillaah..

Ada saatnya, tempat pakaian yang biasanya tersusun rapi, kini berhamburan tak sedap dipandang.

Ada kalanya, si baby yang biasanya pakaiannya diambilkan oleh sang ibu, kini bisa mengambil sendiri pakaiannya.

Ada masanya, si baby, yang pakaiannya dipilihkan oleh sang ibu, kini beranjak dewasa dan memilih sendiri pakaiannya.

Ia mulai menyukai satu atau beberapa jenis pakaian. Cuci, kering, pakai. Itulah jenis baju kesukaannya. Saat pakaian lain terlihat, ia cuek. Ia bahkan tak ingin dipakaikan atau memakainya.

Dan kini, ia pun mulai belajar memakai sendiri, pilihan sendiri.

Alhamdulillaah bini'matihi tatimmusshoolihaat

Tumbuh dan besarlah nak menjadi harapan ummi dan dan abi, menjadi pengh5afal alqur'an, da'i yang menyeru kebenaran, serta selalu memilih jalan kebaikan sebagai pilihan hidupmu.

Abdullah Ziyad, 2 tahun 5 bulan.

Sinjai, 11 Maret 2016

Rabu, 09 Maret 2016

Gerhana Matahari 2016

Bismillaah...

Dari kemarin, rameee sekali orang-orang membicarakan gerhana matahari. Dari bulan lalu malah. Sempat liat juga ada yang jual kacamata buat gerhana dan waktu itu saya belum 'ngeh'. Ternyata...

Hari ini, hari yang disebut-sebut akan terjadi peristiwa langka, peristiwa yang mungkin terjadi sekali dalam ratusan tahun.

Dari kemarin sudah woro-woro sebar undangan buat sholat gerhana. Saya, yang qaddarullaah lagi berhalangan untuk sholat, bangun hari ini dengan santai. Beraktivitas seperti biasa (mencuci). Setelah mencuci, langit seperti mendung, subhanallaah.. tapi tetap, saya tak bisa melihat gerhana seperti yang ditayangkan di televisi. Namun, saat itu, jam 8 tepatnya, kondisi begitu gelap. MENGERIKAN bagi saya. Perbanyak istighfar, karena Rasulullaah mengatakan, tidaklah gerhana datang melainkan sebagai adzab buat suatu kaum, naudzubillaah...

Pemandangan berbeda terlihat di televisi. Orang-orang menyaksikan gerhana dengan sorak sorai, teriakan bahkan lompat-lompat pertanda senang. Subhanallaah...

Saya jadi merinding, bagaimana jika saat ini juga, Allah tak memunculkan kembali matahari. Bagaimana jika saat ini juga, hari kiamat betul-betul terjadi. Sekali lagi, saya MERINDING ketakutan.

Di sisi lain, anak tertua saya, 'Abdullah Faqih (5y2m) yang sejak kemarin menanti, yang sejak kemarin pertanyaannya tak pernah bergeser "Ummi, besok hari kiamat?", hari ini ia bangun dengan semangat. Ia berniat untuk ikut sholat gerhana bersama abinya. Tapi, ternyata ia tak sadar ikut ke tantenya yang mau ke pasar. Alhasil, ia tidak ikut bersama abinya.

Sepulang dari pasar, ia berteriak.
"Mana abi, ummi?"
"Abi ke mesjid."
"Masjid mana?", teriaknya kembali.
"Ke mesjid dekat rumahmeki' qt, nak. Ada mungkin nenek bapak disitu".

Ia kesana. Dan kembali lagi ke rumah dengan tangisan.
"Tidak ada, ummi".
Ia menangis lagi, mencari abinya. Menyuruhku menelpon, tapi yang ditelpon tak jua mengangkat hpnya.
"Mungkin lagi sholat gerhana mi, nak".
Ia menangis, meraung-raung "Tidak sholat gerhana ma' saya, ummi".

Yah, qaddarullaah..

Setelah matahari muncul kembali, Faqih kembali mengatakan "Nanti malam beginiji lagi. Gelap lagi ummi toh".

"Iye, nak. Sebentar gelapji lagi, kalau malam"
"Sudahpi sore ummi toh?"
"Iye..."

Apa yang terbaik, itulah yang terjadi


Sinjai, 9 Maret 2016

Minggu, 28 Februari 2016

SIRAH NABAWIYAH (16)



KEADAAN MEKKAH SEBELUM NABI DILAHIRKAN

Masih ada hubungan erat dengan dua suku besar yang berkuasa di Mekkah yaitu suku Jurhum dan suku Khuza’ah. Suku Jurhum adalah suku Arab yang paling pertama masuk ke Mekkah, datang dari negeri Yaman, dan nabi Ismail 'alaihissalaam menikah dengan anak dari kepala suku Jurhum. Seiring berjalannya waktu, datang lagi suku Arab yang lain bernama suku Khuza’ah, yang berusaha merebut Mekkah dari suku Jurhum dan akhirnya menguasai Mekkah.

Pada saat suku Jurhum dikalahkan, mereka menimbun air zam-zam, sehingga suku Khuza’ah yang berkuasa setelahnya di Mekkah selama kurang lebih 300 atau 500 tahun (perselisihan pendapat di antara para ahli sejarah), mereka tidak memiliki sumber air (zam-zam). Oleh karena itu, suku Khuza’ah mendatangkan air dari luar. Kemudian muncul juga kisah Amru bin Luhay yang pertama memasukkan berhala ke Mekkah. Karena bingung tidak ada air di Mekkah, akhirnya disembahlah patung-patung yang didatangkan tadi karena berharap ada air. Ini rentetan sejarah yang lalu.

Kisah Qushay bin Kilab
Ia adalah seorang tokoh Mekkah, turunan dari Fihr. Fihr ini adalah Quraisy.
Note: Orang-orang Arab itu, kalau ada di antara tokoh masyarakat yang punya keturunan banyak, punya nama baik, punya kekayaan, hampir semua kebaikan-kebaikan tersebut ada padanya, maka diberilah julukan dari nama dia sebagai nama suku. Misal: Quraisy. Dari mana asal Quraisy? Dia adalah nama orang, seseorang bernama Fihr. Orangnya kaya raya, punya keturunan banyak serta dia dituakan dan diistimewakan di Mekkah. Karena keturunannya banyak, pengaruhnya besar, maka dinisbatkanlah suku orang-orang Mekkah ke dia (Fihr), padahal Fihr sebenarnya hanya salah satu dari masyarakat Mekkah. Begitulah seterusnya sampai hari ini.

Qushay bin Kilab termasuk salah satu tokoh masyarakat Mekkah yang sangat dikenal dan punya kedudukan, nama baik, wibawa, keturunan dan semua kebaikan berkumpul padanya. Ia berasal dari keturunan suku Jurhum, suku Arab pertama yang masuk ke Mekkah pada saat nabi Ismail dan ibunya Hajar ada di sana sendirian.

Waktu itu, bukan suku Jurhum yang berkuasa, tapi suku Khuza’ah. Qushay bin Kilab ini akhirnya menikah dengan anak kepala suku Khuza’ah yang sedang berkuasa di Mekkah. Raja dari suku Khuza’ah waktu itu bernama Hulail. Hulail punya anak gadis, dinikahi oleh Qushay bin Kilab. Pada saat terjadi pernikahan tersebut, maka Qushay bin Kilab makin harum namanya. Selain dia punya kelebihan secara fisik, kekayaan, wibawa, dia juga turunan Jurhum yang dulu berkuasa di Mekkah, dan sekarang menikah dengan anaknya raja Mekkah dari suku Khuza’ah.

Ketika Hulail meninggal, maka Qushay bin Kilab ini menobatkan dirinya menjadi raja Mekkah menggantikan mertuanya. Karena Qushay bin Kilab berasal dari suku Jurhum sementara yang berkuasa sebelumnya (Hulail) dari suku Khuza’ah, maka suku Khuza’ah saat itu menolak. Walaupun Qushay anak menantu Hulail, suku Khuzaah tetap tidak terima karena menganggap masih ada anak-anak Hulail yang lain yang bisa menjadi raja Mekkah.

Akhirnya, Qushay bin Kilab mengumpulkan semua dari suku Jurhum terutama dari orang-orang Quraisy (turunan Fihr), hingga terbentuklah kekuatan. Suku Khuza’ah juga membentuk kekuatan. Maka hampir saja pada saat itu Mekkah berperang, artinya masyarakatnya jadi terbagi dua; suku Jurhum dan suku Khuza’ah. Tetapi, karena sudah banyak pernikahan yang terjadi antara mereka (suku Jurhum dan Khuza’ah), termasuk Qushay bin Kilab, yang dikhawatirkan jika terjadi peperangan akan menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga mereka, maka akhirnya disepakati, daripada perang, lebih baik mereka mencari satu orang penengah (hakim) yang menentukan, siapa kira-kira yang berhak memimpin Mekkah, apakah Qushay bin Kilab dari suku Jurhum menggantikan mertuanya atau kekuasaan dikembalikan ke suku Khuza’ah lagi (dari keturunan Hulail yang lain).

Ditemukanlah satu orang yang dituakan oleh orang-orang Arab saat itu, bernama Ya’mur bin Auf. Dia adalah seorang hakim yang masyhur di Mekkah. Umurnya sudah mencapai 100 tahun waktu itu. Hampir setiap masalah yang dihadapi oleh orang-orang Arab yang induknya berada di Mekkah, jika mereka tidak bisa pecahkan, mereka kembali ke orang ini (Ya’mur). Ketika diminta menjadi penengah, Ya’Mur mengatakan, “Baiklah... Datangkan saksi-saksi, 5 atau 6 dari suku Jurhum dan Khuza’ah”.

Saksi-saksi datang. Dibuatlah kesepakatan tertulis bahwasanya apapun yang Ya’mur bin Auf tentukan sebagai sebuah keputusan, harus disetujui, tidak boleh ada yang memberontak. Disepakatilah. Maka, Ya’mur pun mendatangkan Qushay bin Kilab, didudukkan. Kemudian didatangkan pula anak Hulail yang lain (namanya tidak disebutkan dalam buku sejarah) mewakili suku Khuza’ah.

Qushay ditanya oleh Ya’mur, “Apa permasalahanmu? Mengapa kamu tiba-tiba ingin menobatkan dirimu menjadi raja Mekkah? Apakah hanya karena kamu anak mantunya Hulail, raja Mekkah?”
Qushay menjawab, “Bukan. Jika dilihat dari history/sejarah, komunitas di Mekkah ini dibentuk oleh kakek saya yang bernama Ismail yang menikah dengan anak kepala suku Jurhum yang merupakan suku saya juga sementara suku Khuza’ah ini (suku mertua saya, Hulail, dan seluruh keturunannya) hanya datang, menyerang dan merebut Mekkah dari kami tanpa sebab.”

Ketika salah satu anak Hulail yang secara rentetan keturunan akan dijadikan pengganti Hulail ditanya, ia tidak bisa ngomong. Tokoh-tokoh suku Khuza’ah juga ditanya tak ada yang bisa menjawab, karena sejarahnya memang begitu; Khuza’ah datang memerangi Jurhum, dikalahkan, suku Jurhum keluar dari Mekkah.

Maka pada saat itu, tiba-tiba saja Ya’mur bin Auf mengatakan, “Semua kekuasaan Mekkah kembali ke Jurhum”. Mulai saat itulah, karena Qushay turunan dari Fihr (Quraisy), maka yang berkuasa di Mekkah bukan lagi Jurhum, tapi suku kecilnya (Quraisy). Ini sudah mulai masuk ke rentetan sejarah Mekkah. Ini kisahnya. Quraisy itu nama seorang tokoh bernama Fihr. Dan itulah kisah mengapa Quraisy mendominasi kekuasaan di Mekkah.

Akhirnya, dari keputusan Ya’mur bin Auf, Qushay bin Kilab dipastikan menjadi raja Mekkah dan kembalilah semua kekuasaan kepada suku Jurhum, tepatnya yang berkuasa adalah turunan dari Quraisy. Qushay ini adalah salah satu dari kakek Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, jauh di atas Abdul Mutthalib. Nantinya, kita akan melihat, di Mekkah yang akan berkuasa adalah orang-orang Quraisy langsung dari turunan kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Jadi, nabi shallallaahu 'alaihi wasallam adalah turunan raja di Mekkah, bukan masyarakat biasa.

Qushay bin Kilab, setelah menjadi raja, ternyata memang orangnya sangat adil dan baik, sehingga suku-suku Khuza’ah pun banyak yang puas dengan kepemimpinannya. Dia membangun sebuah tempat yang bernama Daarun Nadwah di Mekkah, sebuah tempat besar tempat berkumpulnya masyarakat Mekkah. Apapun kegiatannya kembali ke Daarun Nadwah. Termasuk nanti ketika orang-orang Quraisy ingin membunuh dan mengusir nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dari Mekkah, mereka berkumpul di Daarun Nadwah. Nah, yang membangun Daarun Nadwah ini adalah Qushay bin Kilab, raja dari suku Jurhum yang akhirnya ternobatkan menjadi raja setelah mertuanya meninggal.

Qushay bin Kilab dikaruniai Allah beberapa orang anak. Diantara sekian banyak anak-anaknya, yang terkenal (dalam buku-buku sejarah banyak disebutkan) adalah ‘Abdud Daar dan Abdul Manaf. Sebelum Qushay bin Kilab meninggal, ia melihat anak-anaknya yang lain ini punya kedudukan dan berhasil kecuali ‘Abdud Daar. ‘Abdud Daar, anak tertuanya ini tidak punya kekuatan, orangnya lemah secara fisik, tidak punya wibawa di masyarakat.

Untuk memberikan kedudukan yang baik buat anaknya, ‘Abdud Daar, maka Qushay menulis sebuah surat wasiat, “Kalau saya meninggal, yang menggantikan saya adalah ‘Abdud Dar, tidak boleh anak yang lain karena mereka sudah punya kedudukan di masyarakat, punya kekayaan dan keturunan”. Jadi, setelah Qushay meninggal, yang datang (menjadi raja) adalah ‘Abdud Dar.

‘Abdud Daar ini memegang semua yang berurusan dengan Mekkah. Waktu itu belum ada pembagian tugas seperti misalnya: memberi makan dan minum jemaah haji. Zaman dulu itu, orang-orang Quraisy punya kemuliaan, seluruh jemaah haji yang datang mereka yang memberi makan dan minum. Jadi jamaah haji cuma datang dengan pakaian ibadah mereka, nanti disana baru diberikan makanan dan minuman. Dan semua yang dibutuhkan dari kendaraan (unta, kuda) itu semua disiapkan oleh  orang-orang Quraisy.

Qushay bin Kilab memberikan pemerintahan itu kepada ‘Abdud Daar, termasuk juga Daarun Nadwah, tempat pertemuan yang besar tadi. Berjalanlah kepemimpinan tersebut. Ringkas cerita, waktu ‘Abdud Daar meninggal, maka mulailah terjadi perselisihan di Mekkah. Anak-anaknya ‘Abdud Daar ingin meneruskan kerajaan itu, tapi anak dari Qushay bin Kilab (Abdul Manaf dan yang lain) menolak karena masih ada anak-anak Qushay yang lain. Mereka mengatakan dulu kerajaan diberikan kepada ‘Abdud Daar hanya untuk mengharumkan namanya karena dia tidak punya wibawa di masyarakat. Terjadilah perselisihan.

Karena perselisihan terjadi dan mereka hampir ribut, akhirnya disepakati pembagian tugas. Khusus untuk urusan Ka’bah; Qiswah/pembungkus ka’bah, mengurus mata air zam-zam, itu diberikan kepada keturunan ‘Abdud Daar, termasuk Daarun Nadwah. Keturunan Qushay yang lain yaitu Abdul Manaf, tugasnya mengurus jemaah haji (makan, minum, dll-nya). Jadi, ada pembagian tugas di Mekkah.

Jadi pembagian tugasnya waktu itu sampai hari ini masih sama. Termasuk kunci Ka’bah, yang memegang sekarang masih dari turunan ‘Abdud Daar. Sementara pengurusan jemaah haji dahulu dari turunan Abdul Manaf, tentu sekarang sudah tidak ada lagi karena jemaah haji sekarang pembiayaannya secara individual.

Teruslah mereka saling mewarisi hal ini, sampai di zamannya Abdul Mutthalib. Abdul Mutthalib ini turunan dari Abdul Manaf. Nanti di zaman Abdul Mutthalib ini, tidak ada lagi pembagiaan tugas itu, artinya tinggal memegang kunci ka’bah saja yang dipegang oleh turunan ‘Abdud Daar. Nanti ketika Abdul Mutthalib dinobatkan menjadi raja Mekkah sehingga Quraisy menjadi satu, tidak ada lagi istilah turunan ‘Abdud Daar dan Abdul Manaf.

Masih sejarah dari Abdul Manaf, turunannya terkenal sekali dengan karom (kemuliaannya). Karena mereka merasa memberi makan dan minum jamaah haji adalah sebuah tugas terhormat, sampai air yang mereka datangkan dari luar Mekkah, dibeli dengan harga mahal kemudian dicampur dengan susu dan madu untuk diberikan kepada jamaah haji. Waktu itu mata air zam-zam masih tertimbun, nanti di zaman Abdul Mutthalib baru ditemukan kembali. Ini perilaku yang sangat terkenal dalam sejarah dan jumlah jamaah haji waktu itu sangat banyak.

Kalau kita lihat sekarang, sebenarnya masih ada diantara turunan-turunan mereka (Quraisy di Mekkah) melakukan perilaku ini. Dan banyak juga orang-orang yang lain melakukannya, seperti misalnya kalau di Arafah, di Mina, di Muzdalifah, ditemukan banyak kontainer-kontainer membagi susu secara Cuma-Cuma. Membuka pintu kontainer lalu teriak “Sabilillah” kemudian jamaah haji berebutan. Nah, perilaku yang terjadi di zaman Abdul Manaf, itu masih terjadi sampai sekarang, tapi memang sudah tidak ada lagi pengkhususan, siapa saja boleh mengerjakan. Begitupun dengan jamaah haji yang lain, disarankan tidak hanya duduk di kemah, kalau ada kesempatan keluar saja beli makanan lalu bagikan kepada jamaah haji, ini juga termasuk amal yang positif, sehingga ada amal yang plus.

Tentang Daarun Nadwah, ada sedikit sejarah. Di zaman Abdul Mutthalib, Daarun Nadwah yang tadi disebutkan, dipegang oleh salah satu dari turunan ‘Abdud Daar. Pemegang kunci Daarun Nadwah ini punya hak mutlak, sama dengan pemegang kunci pintu Ka’bah, boleh dikunci boleh tidak, bebas, mutlak kekuasaan di tangan dia.

Salah satu pemegang kunci Daarun Nadwah (tidak disebutkan namanya dalam sejarah) pernah dipegang oleh seorang pemabuk. Ia pernah menjual Daarun Nadwah kepada salah seorang yang bernama Hakim bin Huzam (orang ini nantinya akan masuk Islam menjadi sahabat Nabi). Hakim bin Huzam ini memegang kunci Daarun Nadwah sejak zaman itu sampai zaman Muawiyah (zaman setelah khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Tidak ada yang merebutnya karena Hakim telah membelinya. Namun, kisah penjualan Darun Nadwah ini sesuatu yang tidak bisa dilupakan oleh ahli sejarah, karena lucu dan aneh kejadiannya.

Bagaimana kejadiannya? Hakim bin Huzam ini dekat dan bersahabat dengan pemabuk tadi, pemegang kunci Daarun Nadwah. Sementara mereka duduk, lagi mabuk-mabukan, Hakim berkata kepada pemabuk tadi, “Apakah engkau mau jual Daarun Nadwah buat saya?”.
Temannya (pemabuk tadi) mengatakan, “Iya. Saya akan jual.
Hakim bilang, “Berapa kau akan jual?
Dengan seteguk Khamr”. Jadi maksudnya, beri saya seteguk Khamr, saya akan memberikan kunci Daarun Nadwah.
Ini keduanya lagi mabuk.
Hakim bin Huzam bilang, “Baik kalau begitu. Saya beli. Saya tidak hanya memberi dengan seteguk, tapi 1 kendi Khamr”.
Diberikanlah 1 kendi khamr, lalu didatangkan seluruh saksi-saksi, dijual.

Turunan ‘Abdud Daar tidak ada yang bisa protes, karena sudah dijual. Akhirnya, kuncinya berpindah tangan ke Hakim bin Huzam sejak saat itu, sampai di zaman Mu’awiyah.

Di zaman Mu’awiyah, tahun 42 Hijriah, setelah setahun Mu’awiyah berkuasa, Hakim bin Huzam radhiyallaahu ‘anhum ini menjual Daarun Nadwah untuk kaum Muslimin (seluruh Mekkah sudah muslim saat itu). Ia menjual dengan 100.000 dinar. Mu’awiyah bertanya padanya, “Hai Hakim, bagaimana bisa kamu menjual Daarun Nadwah, syarafnya Quraisy? Orang Quraisy dulu sangat bangga dengan ini, kenapa kamu menjualnya hanya dengan 100.000? Kalau kamu menjual dengan lebih dari itu, mungkin bisa. Atau kamu tidak usah jual sehingga sejarah mencatat kamu sebagai pemegang satu-satunya.

Kata Hakim bin Huzam, “Wallaahi Amiirul Mu’minin. Saya dulu membeli ini hanya dengan seteguk khamr. Kalau sekarang saya menjual 100.000 dinar, itu jauh sekali beda harganya.” Kemudian dilanjut dengan kalimat yang luar biasa, Islam datang memuliakannya, kata Hakim bin Huzam, “Wahai Amiirul Mu’minin, hari ini bukan lagi kemuliaan karena rumahnya Qushay bin Kulab (artinya kisah Daarun Nadwah sudah habis, sudah gak ada lagi ceritanya), tapi sekarang kemuliaan karena ketaqwaan kepada Allah. Dan ini saya jual, wahai Amirul Mu’minin, bukan karena saya butuh uang (waktu itu Hakim bin Huzam adalah orang yang kaya raya), tapi saya memberikan kesaksian kepada Anda dan seluruh manusia menyaksikan, bahwasanya 100.000 dinar yang saya dapat itu saya infakkan di jalan Allah.

Ini sedikit kisah tentang Daarun Nadwah. Dibahas oleh para ahli sejarah karena kisah penjualannya yang unik.

Kembali ke kisah Abdul Manaf.
Abdul Manaf ini punya anak, yang masyhur bernama Hasyim. Hasyim ini punya anak lagi, namanya Syaibah.
Kita fokus ke Syaibah. Syaibah ini nama asli dan ia lebih terkenal dengan nama julukannya. Nama julukannya Abdul Mutthalib. Disini ada kisah tersendiri mengapa nama Abdul Mutthalib lebih masyhur dibanding nama aslinya, Syaibah.

Kisahnya...

Bersambung^^



(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)
 
#sirahnabawiyah

Sabtu, 27 Februari 2016

Ulang Tahun itu...

Bismillaah..


Dari dulu, ingiiiin sekali menulis tentang Ulang Tahun ini, tapi gak jadi-jadi, hanya menguap di kepala, lalu lepas. Sekarang, ada momen, akhirnya memaksakan diri menulis tentang ini.

Hari ini, 27 Februari, katanya hari Ulang Tahun kabupatenku. Sejak pagi tadi, saya buka bbm, buka facebook, hampir semua berstatus sama. Ucapan Hari Ulang Tahun.

Ulang Tahun...
Sebenarnya asalnya darimana?
Siapa yang pertama kali mengadakan?
Siapa pencetus "Ulang Tahun" pertama di dunia ini?

Terkadang, saya berpikir, apakah memang semuanya patut dirayakan "Ulang Tahun"nya?
Sampai saya pernah menyampaikan ke suami, "Kak, bagaimana ya jika semua orang di dunia ini ulang tahunnya dirayakan? Mungkin tiap hari kita pusing dengan hal itu".
Pusing kenapa? Ya, mesti ada kado. Mesti ada ucapan. Tiap hari kerjaan kita, kalau buka facebook, minimal ucapkan "Selamat Ulang Tahun Fulan... Happy birthday Fulanah... dan seterusnya".

Apa gak repot? Apa gak berat kayak gitu?

Kata suami, "Yaa... menurutnya, orang-orang spesialnya saja yang dirayakan. Gak semua juga mungkin".

Berarti???
Ada ya orang-orang spesial di kehidupan kita? Tentu banyak. Lalu, ketika mereka semua ultah, kita rayakan gitu?

Subhanallaah...
Sungguh sempurna Islam mengajarkan kita. Semuanya sempurna. Mulai dari bangun tidur, sampai kita tidur kembali, semuanya ada perintah.
Lalu, apakah memang pernah didapatkan ada perintah untuk merayakan ultah ini?

"Kan cuma mau mengingatkan kita berapa usia kita".
Haruskah dengan cara itu?

"Kan berpahala juga kalau kita rayakan, kita bagi-bagi makanan ke orang-orang tidak mampu, dsb dsb"
Subhanallaah... Apa memang ada perintah seperti itu? Atau jangan-jangan, kita hanya sekedar menambah-nambah perintah dalam ajaran agama kita hingga terkesan sebagai sebuah ibadah yang bernilai baik di mata Allah? Subhanallaah...
Kalaulah itu baik, tentu orang-orang sebelum kita, orang-orang yang sudah dijamin masuk syurga oleh Allah yang disampaikan langsung melalui Rasulullaah shallallahu 'alaihi wasallam, tentu mereka lebih duluan mengerjakannya, tentu mereka berlomba-lomba merayakannya, jika seandainya itu adalah ibadah.

Tapi tidak saudaraku...
Ternyata, mereka tak pernah sekalipun merayakannya. Tak pernah ada berita bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat yang sangat dicintai Nabi, merayakan ulang tahun anaknya, 'Aisyah radhiyallaahu 'anha, anak tercintanya yang juga adalah istri Rasulullaah. Tak pernah, saudaraku...
Yah, kalau seandainya itu baik, tentu orang-orang terdahulu yang lebih mulia dari kita lebih duluan mengerjakannya..

Dan perlu kita tanamkan dalam diri, semua yang dilarang tentu ada mudharat yang ditimbulkan. Begitupun perintah kepada kita, tentu tak mungkin diperintahkan jika ia tidak bermanfaat buat kita.

Sama halnya dengan Ulang Tahun.

Marilah kita sama-sama memikirkan, untuk apa sebenarnya ada perayaan ulang tahun?
Marilah kita sama-sama menanamkan dalam diri, bahwa semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban. Semuanya... Tak ada yang luput.

Pun ketika kita merayakannya, tentu kita akan dimintai alasan mengapa kita berbuat.
Jika alasan kita tidak tahu, mungkin saja pena akan terangkat, hukuman tidak dikenakan.
Tapi... akan berbeda jikalau kita, saya dan kamu, TIDAK MAU TAHU.
Padahal, begitu banyak tersebar majelis-majelis ilmu, artikel-artikel Islam, buku-buku Islami.
Dan itu cukup buat kita untuk tidak mengatakan "Saya Tidak Tahu".

Mari saudaraku...
Mari kita renungkan kembali, apakah semua yang kita kerjakan sudah dalam tuntunan Rasulullaah, ataukah sebaliknya.
Jangan sampai kita melakukan suatu hal, kita sudah menganggapnya ibadah, kita mengira sudah dapat pahala, namun ternyata, yang kita dapat adalah DOSA. Naudzubillaah...

Sinjai, 27 Februari 2016

Kamis, 18 Februari 2016

Akhir Sebuah Proses

Bismillaah...

Seringkali, kita memandang orang dengan hanya melihat ia bagaimana sekarang. Kita tak pernah mau mencoba untuk melihat, bagaimana ia bisa sampai ke apa yang kita pandang sekarang. Pun kita tak pernah ingin tahu bagaimana kerasnya ia bisa sampai di titik yang menurut kita "sempurna"

Terkadang, kita pun membanding-bandingkan dengan apa yang kita miliki.
Seakan-akan, apa yang kita miliki itu, dialah yang terburuk. Dialah yang tak mampu menjadi seperti yang kita inginkan.

Padahal, semua butuh proses. Semua tentu akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Jatuh, bangkit, jatuh lagi dan bangkit lagi, adalah usaha yang tak semestinya kita anggap remeh.

Kalau kita tak bisa membantu, minimal jangan mematahkan semangatnya. Jangan anggap remeh. Jangan pula membandingkannya dengan sesuatu yang telah melewati proses.

Sinjai, 18 Februari 2016

SIRAH NABAWIYAH (15)



KISAH MASUKNYA AGAMA YAHUDI DAN NASRANI DI JAZIRAH ARAB 

Kenapa kisah tentang Kisrah ini diangkat? Karena Saif bin Dzi Yazin yang ikut dengan gerombolan tadi, ketika tiba di depan Kisrah, ketika hijab dibuka, semuanya sujud kepada kisrah kecuali Saif bin Dzi Yazin ini. Bukan tidak sujud karena dia beriman kepada Allah, tetapi karena ada tujuan lain.

Kisrah kaget, karena baru pertama kali dalam hidupnya, ada orang tidak sujud pada dia. Padahal semua orang yang datang padanya, semuanya sujud.
Lalu ditanya, “Kenapa kamu tidak sujud?
Dia bilang, “Karena ada masalah besar”.
Ditanya lagi sama Kisrah, “Apa masalahmu?
Diceritakanlah sama dia (Saif) bahwa kerajaan orang tuanya diambil oleh orang-orang Ethopia, begini, begitu, diceritakan semuanya.
Kisrah bilang, “Lalu apa yang Engkau inginkan?
Saya ingin dibantu. Tolong berikan saya pasukan supaya saya bisa mengembalikan kerajaan orang-orang tua saya di Yaman dan saya mengusir orang-orang Afrika agar kembali ke negaranya”.

Kisrah musyawarah dengan menteri-menterinya. Mereka bilang, “Untuk apa kita serang Yaman? Yang kita tau, Yaman disana tidak ada apa-apa, hanya padang pasir dan pohon-pohon kurma. Untuk apa masuk kesana? Tidak ada gunanya.”

Karena Kisrah tahu bahwa Saif bin Dzi Yazin ini bekas turunan raja Yaman dan supaya nama Kisrah tidak rusak, Kisrah menghormatinya dengan memberi hadiah. Hadiahnya yang diberikan Kisrah itu 10.000 keping fiddoh (perhiasan-perhiasan dari perak, emas (dzahab)) dimana waktu itu nilai hadiahnya sangat mahal. Selain itu, Saif juga diberikan 10.000 qiswah (pakaian yang bagus dari sutra).

Tujuan Saif datang ke Kisrah bukan untuk meminta hadiah, tetapi ia ingin supaya ada pasukan untuk merebut kembali kerajaan Yaman. Ketika Saif mengambil hadiah itu dan keluar di depan istana Kisrah, Saif teriak, “Hadiah”. Dilemparlah semua kepingan-kepingan perak dan emas, dibagi-bagikan ke masyarakat. Baju-baju kain yang mahal yang terbuat dari sutra pun dilemparkan semua. Padahal hadiah ini nilainya sangat luar biasa (mahal). Sebagian ahli sejarah mengatakan, kalau dia pakai, ia bisa hidup sampai tujuh turunan, saking banyaknya. Tapi tidak, Saif melemparkan semuanya.

Kisrah dengar ada keributan di depan istananya, bertanya “Ada apa?
“Anak tadi yang dari Yaman melemparkan semua hadiah-hadiah dari Anda”.
Karena perilaku itu, Kisrah berpikir ada sesuatu. Tidak mungkin dia sampai melempar dan tidak mau mengambil hadiah dari Kisrah. Ditanyalah kembali Saif bin Dzi Yazin, “Kenapa kamu begini?

Untuk memancing agar Kisrah mengutus pasukan, Saif berkata, “Untuk apa emas dan perak beserta kain-kain ini, untuk apa saya jauh-jauh datang dari Yaman sementara semua gunung Yaman emas dan perak, saya tidak perlu yang kecil-kecil begini”. Padahal, sebenarnya tidak ada, dia berbohong supaya dia dapat bantuan dari Kisrah.

Setelah itu, Kisrah bilang kepada menteri-menterinya, “Saya tidak pernah dengar di Yaman gunung-gunungnya emas. Bagaimana kira-kira pendapat kalian?”
Ada salah satu menterinya yang bilang pada Kisrah, “Begini saja. Sekarang, di penjara istana kita ini, banyak sekali (mungkin ribuan) orang-orang (perampok ataupun penjahat) yang tinggal menunggu waktu untuk dibunuh. Ambillah mereka itu, kemudian bentuk satu pasukan dan utus ke Yaman bersama Saif bin Dzi Yazin ini. Kalau mereka terbunuh atau dikalahkan, tidak ada masalah, kita tidak rugi apa-apa, karena memang mereka targetnya sudah ingin dibunuh di penjara. Kalau mereka menang, maka Anda sudah beruntung, karena Yaman akan menjadi daerah kekuasaan Anda. Tidak perlu repot kirim pasukan-pasukan khusus.”

Kisrah setuju. Dibentuklah pasukan. Ada yang mengatakan mereka berjumlah 800 orang, ada pula yang mengatakan sampai 8000 orang. Untuk memperkuat pasukan tersebut, Kisrah mengutus satu pimpinan perang yang paling kuat. Disebutkan dalam sejarah, pimpinan perang itu orangnya tinggi besar, sampai kalau ia berdiri, orang-orang di dekatnya kelihatan kecil. Namanya Hurmuz. Dia memang pimpinan perang. Dia memiliki busur panah yang talinya tidak ada yang bisa menariknya kecuali dia. Kalau dia memanah, tidak pernah meleset dan pasti tembus, apapun itu ; batu, pohon pasti tembus, saking kerasnya memanahnya.

Berangkatlah pasukan yang dipimpin oleh Hurmuz ini bersama dengan Saif bin Dzi Yazin ke Yaman. Masruq, raja Yaman yang merupakan cucu Abrahah, mendengar berita tentang kedatangan pasukan ini. Ringkas cerita, Masruq juga membentuk pasukan dimana pasukan tersebut juga (sama seperti Abrahah) mengendarai gajah. Terjadilah peperangan diantara keduanya.

Ketika peperangan terjadi, Hurmuz tanya ke Saif bin Dzi Yazin, “Mana rajanya?
Itu rajanya”, sambil menunjuk Masruq yang kebetulan hadir di peperangan tersebut. “Masruq duduk di atas gajah, diantara dua matanya ada permata merah. Itu orangnya.
Kata Hurmuz, “Baik. Tunggu, kalau dia sudah tinggalkan gajah, beritakan kepada saya.”
Kebiasaan raja-raja dulu, dia naik di kendaraan yang paling kuat, itulah gajah. Kalau ia beserta pasukannya merasa sudah aman dan merasa pasukannya sudah menang, si raja akan pindah ke kendaraan yang sedang, misal: kuda. Kalau merasa lebih aman lagi, dia akan pindah ke kendaraan kerajaannya.

Waktu itu, Masruq punya tiga kendaraan yang siap. Ada gajah yang bisa berperang dan bisa menyelamatkan dia, ini yang paling kuat. Kalau dia merasa aman, dia pindah ke kuda, ini kendraan yang sedang. Kalau dia merasa lebih aman lagi dan merasa pasukannya sudah menang, dia pindah ke Baglah (perkawinan antara keledai dan kuda) yang jalannya sangat lambat dan hanya dipakai oleh raja-raja saja.

Nah, karena Masruq merasa aman, dia pindah ke kuda. Disampaikanlah ke Hurmuz, Hurmuz mengatakan “Biarkan dulu. Tunggu dia pindah ke Baglah”. Begitu Masruq pindah ke Baglah, maka Hurmuz naik ke atas sebuah gunung yang tinggi, jaraknya jauh sekali, kemudian menarik anak panahnya dan memanah ke arah Masruq. Saking kuatnya panahannya, sampai kena permata merah yang ada di antara dua mata Masruq dan tembus ke kepalanya. Masruq, raja Yaman, cucu Abrahah, MATI. Dengan matinya Masruq, maka Yaman jatuh dibawah kekuasaan Faris. Dan akhirnya, keluarlah kekuatan Ethopia (Nasrani) dari Yaman.

Pada saat itu, Yaman jadi berkecamuk karena sudah ada 3 agama; Yahudi, Nasrani dan orang-orang Faris yang tidak punya Tuhan (Atheis). Setelah Hurmuz berhasil masuk ke Yaman, ternyata Saif bin Dzi Yazin juga tidak diberi kerajaan. Akhirnya tetaplah Yaman dikuasai oleh Kisrah dan Kisrah menjadikan Hurmuz yang tadinya pimpinan perang sebagai raja.

Setelah Hurmuz meninggal, kerajaan terus berlanjut sampai datang Murzuban (pemimpin pengganti), kemudian berlanjut lagi kerajaan di Yaman, sampai datang lagi anaknya Tujuban dan terakhir, Kisrah menunjuk Bazan untuk memimpin kerajaan Yaman. Bazan ini punya kisah sendiri.

Kisah Bazan
Bazan menjadi raja di Yaman tapi dia gubernur dari Kisrah. Di zaman Bazan inilah nabi shallallaahu 'alaihi wasallam diutus menjadi nabi. Empat puluh tahun umur Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam di Mekkah, bersamaan dengan itu, Yaman dipimpin oleh Bazan. Bazan ini siapa? Tangan kanannya Kisrah di Yaman.

Waktu Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam diutus menjadi nabi, yang paling pertama dilakukan adalah mendakwahi masyarakat Mekkah dan mengirim surat-surat ke raja-raja (Romawi, Najasyi dan juga termasuk Kisrah).

Ketika surat tiba di tangan Kisrah (di Rusia) kemudian dibaca, “Dari Muhammad, utusan Allah (Rasulullah) mengajak raja Kisrah untuk beriman kepada Allah dan meyakini dia sebagai Nabi”. Kisrah ini pernah dengar Mekkah, jauh, kota kecil di Jazirah Arab, mengajak dia (raja Kisrah) untuk tunduk. Apa yang terjadi? Kisrah dengan kesombongannya mengambil surat nabi shallallaahu 'alaihi wasallam kemudian merobek. Ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mendengar bahwa Kisrah merobek suratnya, nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata “Dia berani merobek surat panggilan dakwah saya, maka Allah akan merobek kerajaannya”.

Kisrah tetap penasaran dengan nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, siapa dia, dari kota kecil Mekkah, padang pasir tidak ada apa-apa, kemudian keluar seseorang dan meminta Kisrah untuk tunduk. Tapi Kisrah tetap tidak mau. Padahal nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tidak meminta tunduk, beliau hanya meminta Kisrah beriman kepada Allah dan kerajaannya tetap, tidak akan diganggu.

Kemudian yang terjadi selanjutnya, Kisrah mengirim surat ke Bazan, tangan kanannya di Yaman. “Wahai Bazan, saya dengar dari Mekkah ada orang yang mengirim surat kepada saya, begini begini begini, coba kamu liat orang itu, apa ceritanya”. Bazan baca dan dengar Mekkah, dalam pikirannya Mekkah sebuah kota yang kecil, untuk apa mengutus pasukan kesana. Akhirnya Bazan hanya mengutus dua orang saja dari pimpinan pasukannya menuju ke Mekkah bertemu dengan nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.

Pergilah dua orang ini bertemu dengan nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, lalu keduanya dengan sombong mengatakan, “Hai Muhammad, sebaiknya kamu ikut saja dengan kami, tidak usah buat masalah. Kami akan bawa kamu ke Kisrah. Kisrah minta agar didatangkan”.
Kata Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Saya tidak perlu ikut. Saya hanya sekedar menyampaikan bahwasanya Tuhan kita dan tuhan semua ini adalah Allah dan saya adalah utusanNya. Tetap kerajaan kalian dalam kondisinya”.
Mereka tetap tidak mau.
Kata Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Bagaimana kalau saya beritakan kepada kalian bahwasanya Allah, tuhan saya, sudah membunuh Kisrah malam ini”.
Mereka bilang, “Dari mana kau bisa tau itu? Kok bisa malam ini kau pastikan Kisrah mati”.
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bilang, “Iya. Malam ini Allah telah mematikan Kisrah dan itu datang kepada saya melalui wahyu”.

Memang waktu itu, malamnya, Allah ‘azza wa jalla mematikan Kisrah, karena dia merobek surat nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.

Pulanglah dua orang ini ke Yaman, bertemu dengan Bazan. “Hai Bazan, Muhammad tidak mau ikut, tapi dia bilang bahwasanya Kisrah sudah dibunuh oleh Allah, tuhannya.”
Waktu itu, mereka seperti menuhankan Kisrah. Jadi kalau Kisrah mati, itu berarti luar biasa, apalagi ada yang mengaku dibunuh oleh Tuhannya (nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mengatakan ini supaya mereka beriman).
Bazan bilang, “Kalau begitu kita tunggu. Saya juga sudah lama dengar cerita tentang nabi-nabi bahwa mereka punya kelebihan. Kalau yang diinfokan oleh Muhammad dari Mekkah benar, berarti dia Nabi.
Di zaman itu, berita untuk sampai dari istana pusatnya Kisrah ke Yaman saja, itu butuh dua bulan.

Ternyata betul. Dua bulan kemudian, datanglah berita bahwasanya Kisrah terbunuh pada malam dimana Rasulullah mengatakan hal tersebut. Maka apa yang terjadi? Bazan dan semua pengikutnya masuk Islam.

Ini yang banyak tidak diketahui oleh orang-orang, bahwa ternyata di zaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam ada kerajaan Islam, itu di Yaman. Dan nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tetap mengakui kerajaannya, nabi tidak pernah meminta bantuan apa-apa, dibiarkan saja, yang penting sudah beriman. Dan ulama mengkategorikan Bazan adalah salah satu dari Tabi’in yang masyhur, yang tadinya dia adalah gubernurnya Kisrah yang ada di Yaman. Setelah Bazan meninggal, maka datang anaknya bernama Syihr yang juga memimpin di Yaman, dan sama masuk Islam juga, dan nabi shallallaahu 'alaihi wasallam juga mengakui kerajaannya.

Sampai akhirnya, muncul seseorang dari Yaman, dari kepala suku Arab Asli Yaman, bernama Al Aswad Al Umsi. Di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, ia mengaku sebagai nabi. Dia membentuk pasukan dari asli orang Yaman, berperang melawan Syihr (anaknya Bazan) kemudian berhasil menang dan akhirnya dia mengaku sebagai Nabi.

Kurang lebih seperti ini yang kita bahas tentang bagaimana kisah masuknya Yahudi ke Jazirah Arab, bagaimana Nasrani, dan bagaimana Yaman masuk ke wilayah Kisrah (kerajaan Faris) serta bagaimana akhirnya jatuh dan masuk ke dalam agama Islam, dan itu di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Pembahasan Jazirah Arab selesai.

Selanjutnya kita akan bahas lebih mendalam ke masalah Mekkah dan akan lebih banyak fokus ke kelahirannya nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Tapi sebelumnya ada beberapa kisah yang perlu disampaikan. Diantaranya kisah tentang Qushay bin Kilab, salah satu kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam jauh sebelum Abdul Mutthalib.


(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)