Senin, 19 September 2016

Selamat Jalan, Ummu Hikari

Bismillaah...

Sesedih itukah?
Iya, sangat sedih. Sejak pertama kali mendengar kabar bahwa beliau kritis, saya gemetaran. Saat itu masih stengah 5 subuh, menunggu azan, buka facebook, statusmu ramai. Padahal hanya status 'biasa'. Saya kaget saat membaca salah satu komen "innalillaah...."

Janin yang kau kandung selama 9 bulan, ternyata sudah meninggal duluan. Dan engkau kritis, koma setelahnya.

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'un...

Sejak saat itu, saya tak bisa move on. Ingatanku selalu padamu, memantau kabarmu dari fb mu dan berharap ada perkembangan baik darimu.

2 hari sebelum hari ini, ada berita baik. Katanya, kamu mengalami peningkatan dengan respon gelitikan di kaki. Dan hari itu saya terharu. Berharap lagi ada keajaiban. Berharap dirimu kembali sadar dan berkumpul bersama keluarga.

Tapi tidak. Tadi pagi, bahkan suami yang mengabarkan saya. Saya tak percaya. Hingga kubuka fb ku, dan ucapan berduka berentetan di timeline fb ku.

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'un...

Selamat jalan kak Ummi :'(

Ingatanku kembali ke awal kita saling tahu. Kita satu kabupaten, tapi dipertemukan di salah satu grup nasional, yang isinya dari berbagai kota di Indonesia. Saat itu, engkau yang jadi penanggung jawab area Sulawesi. Mau tidak mau, saya harus berkenalan denganmu, kakak.

Selanjutnya, kembali kita dipertemukan di grup kulakan. Kita memesan barang yang sama dan barangnya dialamatkan ke tempatku. Saat barang datang, saya menghubungimu dan engkau datang ke rumah. Saat itulah awal kali kita bertemu.

Ekspresi kagum kepadamu, kak, karena saat itu, engkau baru saja sepekan telah melahirkan anak keduamu. Dan engkau datang ke rumah mengendarai motor.

"Kuatta', kak..", hanya itu yang kuungkapkan padamu.

Dan kau hanya tersenyum dan pamit pulang ke rumah.

Kali kedua, kita kulakan makanan Pie khas Bali. Kali ini dialamatkan ke tempatmu. Dan saya sendiri yang menjemputnya di rumahmu (diantar suami) malam-malam. Dan malam itu, pun engkau sendiri yang menyerahkan padaku.

Dan beberapa kenangan lain yang tak bisa saya sebutkan semuanya.

Sungguh, perjuangan ibu ternyata begitu berat. Sangat berat. Antara hidup dan mati. Dan kau telah membuktikannya, kak Ummi.

Selamat jalan, kak..
Tuntas sudah amanahmu di dunia
Tinggal kami di sini, yang hanya tinggal menunggu giliran.
Semoga Allah berkenan mematikan saya dan kita semua dengan akhir yang baik.

Sinjai, 19 September 2016

Sabtu, 17 September 2016

Menolak Tawaran

Bismillaah..

Tadi siang, saya di telpon sama seorang ibu. Beliau menawarkan suatu barang dan ingin bertemu langsung untuk memperlihatkan produknya.

Singkat cerita...
Bertemulah kami. Beliau memperlihatkan saya produk yang dijual dengan harapan, saya membeli sekaligus menyetok / menjual di toko.

Saya, yang tentu saja tak ingin ceroboh, pamit untuk minta izin pada suami. Baru menyebut nama barangnya, suami bilang "Gak Usah nyetok yang itu, jualan itu harus FOKUS".

Tanpa pikir panjang, saya kembali ke ibu tadi. Kebetulan saat saya kembali ini, si ibu tadi nampak berbincang ringan dengan seorang pengunjung toko.

Saya menyela...
"Maaf bu, nda diizinkanka'. Bagus mungkin qt jual di penjual xxx (yang berhubungan dengan produknya)."
"O iya...", si ibu dengan tanggap mengambil produknya dari tanganku, sambil tetap bercakap dengan ibu pengunjung toko.

Saya masih berdiri di situ, karena seperti biasa, jika ada sales, saya akan beranjak jika ia telah keluar dari pintu toko.

Begitupun dengan ibu kali ini. Setelah saya menolak dan produknya diambilnya dari tanganku, raut muka nya berubah. Kecewa pasti. Dan, setelahnya, ia tak pernah lagi melihatku. Sampai ia keluar dari pintu. Pamitnya cuma sama ibu pengunjung.

Jangan pernah mau jadi penjual jika tak siap ditolak. Jadi pembeli saja. Karena pembeli tak pernah akan ditolak sama penjual.


Sinjai, 17 September 2016