Selasa, 31 Juli 2018

Terlalu... 😪😪😪

Bismillaah...

Saya Siapa?
Baru juga 9 tahunan hidup bersama, lalu ditinggal, segitu sedihnya...
Bagaimana dengan orang tuanya, yang hidup 33 tahun lamanya, lalu ditinggal, tapi mereka begitu tabah

Padahal, yang pantas bersedih ya orang tuanya
33 tahun lamanya bukan waktu singkat
Kenangannya lebih banyak dibanding 9 tahun
33 tahun terhapus kenangan dalam sebulan? Tidak mungkin...
Dibanding saya? Hampir 1:4 ya...
Mestinya orang tuanya 4x lebih sedih dari saya
Kenapa yang terjadi ~seakan-akan~ sebaliknya?

Ah, mungkin tidak...
Pasti mereka, orang tuanya, lebih bersedih
Tapi cara mereka menghilangkan dan menyimpan kesedihan mereka berbeda

Saya? Mungkin terlalu cengeng
Terlalu lebay

Sabar... sholat...
Sabar... sholat...
Sabar... sholat...

KITA PASTI AKAN MENYUSUL

Senin, 30 Juli 2018

Berat Sekali 😥

Ya Allah, berat sekali...

Masih terbayang-bayang dengan beliau rahimahullah
Berat sekali ternyata jalani hidup tanpa beliau

Biasanya, kalau lelah kayak gini, tinggal suruh beliau pijit2
Biasanya, kalau sudah cuci pakaian, beliau yang jemur
Biasanya, kalau mau curhat sesuatu, atau mau cerita apa saja, ada beliau
Biasanya, kalau lagi bosan di rumah, tinggal bilang sama abi klo mau jalan2/refreshing
Biasanya, kalau lagi lelah sama urusan anak-anak, ada abi yang ambil alih
Biasanya, kalau lagi sedih, beliau datang menanyakan kenapa, atau membujuk dengan caranya sendiri, atau bikin lucu-lucu dengan tingkahnya sendiri
Biasanya.... biasanya.... biasanya....

Ah, terlalu banyak kenangan bersamanya.
Sebulan beliau pergi, masih belum bisa menghapus dan mengaburkan semua kenangan.

Selalu terbayang
Selalu...

Liat 1 barang saja, kenangannya banyak.
Liat baju Hanin yang pernah dipake sewaktu beliau masih ada, ingat lagi
Liat hp nya, ingat lagi
Liat hp ku, ingat lagi

Ya Allah, semoga Engkau tidak menghukumku karena ini
Saya mencintainya karenaMu, ya Allah
Saya mencintai kebaikan yang ada pada dirinya
Saya kagum sama amalan hariannya semasa hidup, terutama di akhir masa hidupnya

Ya Allah, saya rindu 😪😪😪


Sinjai, 30 Juli 2018

Sabtu, 28 Juli 2018

Siapa Sangka...

Bismillaah...

Siapa yang menyangka, kalau hari itu adalah hari terakhirnya di dunia...
Hari itu, ia masih sempat berbincang dengan saudaranya
Ia masih sempat berbicara dengan bapak dan mamanya
Ia masih sempat chat dengan istri yang jauh dari tempatnya
Ia masih sempat memesan barang untuk keperluan di toko
Ia pun masih sempat transfer untuk biaya rumah

Hari itu, ia sempat pula membalas whatsapp saudaranya yang menanyakan kabarnya,  "alhamdulillaah sekarang sudah baikan", katanya
Hari itu, ia sempat menyuruh ponakannya membeli makanan kesukaannya
Hari itu, di hari kepergiannya, ia juga masih sempat menitip pesan kepada mama dan istrinya
Hari itu, ia juga masih sempat merencanakan akan berobat lagi esok hari

Tak ada yang menyangka, kalau malam itu, tepat pukul 22.15, di saat hujan begitu deras dan angin yang kencang, malaikat maut menghampirinya.
Tak ada yang menyangka
Ya... semua kaget mendengar kabarnya

Kematian memang mendadak
Kematian memang tak bisa diundur
Kematian tak ada yang tahu, baik yang akan meninggal maupun ditinggal
Kematian tak mengenal usia
Kematian tak mengenal kondisi
Kematian adalah GHAIB
Kita harus meyakininya, meyakini bahwa kita semua akan merasakannya
Cepat atau lambat

Hanya soal waktu, hari ini ia yang pergi
Kita? Tunggu saja...
Mari mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya, mencari dan mengharap rahmatNya, agar kelak, ketika tiba waktunya, kita bisa menghadap Allah dalam keadaan bekal yang cukup dan kematian kita adalah husnul khotimah, aamiin yaa rabb

Jumat, 27 Juli 2018

Abi... Bagaimanakah Rasanya?

Abi...
Bagaimana rasanya kematian itu?
Bagaimana rasanya detik-detik menjelang sakratul maut itu?
Sakitkah, abi?
Karena yang melihatmu di akhir hayat, engkau begitu ringan, hanya sekejap, tiba-tiba saja
Yang tadinya engkau masih menjawab pertanyaan dari anakmu
Tidak lama kemudian, engkau sudah terbaring menghadapi sakratul maut
Semoga saja itu pertanda engkau dipanggil dan diperlihatkan yang baik-baik, abi... aamiin

Bagaimana rasanya, abi?
Saat ruh keluar dari jasad, apa yang engkau rasakan?
Kami yang masih ditakdirkan hidup, hanya melihat jasadmu yang terbaring kaku, dingin.
Apalagi saya, hanya melihatmu setelah terbaring, dingin, tidak sempat melihatmu saat terakhir kali, apalagi saat menghadapi sakratul mautmu

Bagaimana rasanya, abi?
Saat ruhmu dibawa malaikat
Adakah ia membawamu dengan lembut? Semoga saja, abi...

Bagaimana rasanya, abi?
Saat jasadmu dimandikan orang lain?
Saat jasadmu dikafani, dibawa ke mesjid, lalu disholati oleh orang2 sholeh hingga jamaah meluap ke luar mesjid? Semoga saja mereka yang mensholatimu dan mendoakanmu menjadi sebab engkau mendapat rahmat Allah, aamiin

Saat jasadmu dibawa ke kubur, lalu ditanam dan engkau ditinggal sendiri di kubur, saat engkau ditanya malaikat disana, bagaimana rasanya abi?
Adakah semua pertanyaan mampu engkau jawab, abi?
Kuburmu, lapang, luas dan terangkah?
Semoga saja, abii...

Abi...
Kami pasti akan merasakan hal yang sama denganmu
Cepat atau lambat, kami juga akan menyusulmu
Semoga engkau dan kami diberi akhir yang baik, husnul khatimah Insyaallah
Semoga kita kembali dipertemukan, dikumpulkan bersama di syurgaNya kelak
Aamiin, aamiin yaa Allah

Allahummaghfirlahuu warhamhu wa'aafiihi wa'fuanhu

Kamis, 26 Juli 2018

Menetap di Sinjai

Bismillaah...

Setelah tanggal 26 Juni, sering sekali dapat pertanyaan kayak gini:
"Dimanaki' sekarang?", "Kapan ki' ke Makassar?", "Sampai kapanki' di Sinjai?", dan pertanyaan lain yang sejenis. Intinya, kenapa saya gak di Makassar.

Suami qaddarullah meninggal di Sinjai, tempat tinggal kami selama ini. Tapi sebulan sebelum meninggal, kami menetap di Makassar. Sebulan saja dan saya masih di Makassar hingga kabar meninggalnya beliau sampai ke saya.

Lalu, dalam menghabiskan masa iddah, dalam hadits dikatakan, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa ‘iddahmu.”, maksudnya tidak bolehnya wanita untuk meninggalkan rumah dimana dia dan suaminya tinggal.

Nah, disini, saya bisa memilih, mau tinggal di Makassar kah atau di Sinjai, karena keduanya sama-sama tempat tinggal kami selama ini. Walau di akhir hidup suami, kami terpisah. Beliau di Sinjai dan saya di Makassar (kalau ingat ini, bikin hati 💔💔💔).

Saat lagi di Makassar ingin berangkat ke Sinjai, saya sempat berpikir akan kembali lagi menetap di Makassar. Tetapi, pas di Sinjai, ternyata saya lebih nyaman disini. Sempat ke Makassar setelah 3 hari kepergian suami, hanya 2 malam. Lalu ke makassar lagi pas acara nikahan adik2, tapi hanya sehari.

Kenapa memilih Sinjai?
1. Karena sebulan terakhir sebelum kepergian suami, kami menghabiskan waktu bersama di Makassar. Dan jika saya tinggal atau berada di Makassar, terbayang2 sosok beliau, selalu sedih jika ingat beliau. Dimana saja saya pergi, dalam rumah maupun menyusuri jalan2 di Makassar, semua ada kenangan bersama beliau rahimahullah.

2. Anak-anak bersekolah di Sinjai. Bahkan Hannan, anak kedua kami, sehari sebelum abinya meninggal sudah didaftar duluan di sini. Jadilah kami Insyaallah akan menetap di Sinjai.

3. Saya dan anak-anak lebih terperhatikan dan terawat jika berada di Sinjai, karena bapak dan mama abinya (nenek2nya/mertuaku) sangat perhatian. Membuat sarapan, memandikan, kadang menyuap anak-anak, intinya "diparutusu'". Dan saya sering merasa tidak enak karena kebaikan mereka, semoga Allah menjaga mereka, memanjangkan umur mereka dan memberkahi setiap aktivitasnya, aamiin. Pun dengan saudara2 abinya anak2 (om dan tante anak2), juga perhatian sama anak2; mengantar jemput anak2 ke sekolah, mengajak jalan2, dan banyak kebaikan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga bisa menjawab pertanyaan yang selama ini sering ditanyakan sepeninggal suami.

Sinjai, 26 Juli 2018

Rabu, 25 Juli 2018

Musim Haji, 3 Tahun yang Lalu

Bismillaah...

Musim haji, ingat 3 tahun lalu. Saat beliau rahimahullah ditakdirkan berangkat di tahun 2015.

Sedih sekali akan ditinggal 40 hari. Tapi waktu itu alhamdulillaah masih bisa komunikasi lewat hp dan alhamdulillah bisa menghitung hari menanti kepulangannya.

Hari ini, kadang2 saya menghibur diri, menganggap beliau lagi berangkat haji juga. (Menghibur diri, mengirim pesan dari hpnya ke hpku sendiri. Dan saat membuka hpku menerima pesan darinya, rasanya senang sesaat, tapi tersadar lagi kalau pesan itu bukan dari beliau).
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Kini, saya tak lagi bisa menghitung hari untuk bertemu di dunia dengannya. Hanya bisa menghitung hari dan mempersiapkan diri untuk berpulang juga.

Dulu, sepulang haji, kalau beliau izin mau pergi ke suatu tempat, ntah dalam rangka dinas kantor atau tugas dakwah, saya selalu bilang "janganki' lama-lama, abi", beliau jawab "kenapa kalau lama2? Na sudah terlatihmeki' waktu pergika' haji, 40 hari ditinggal bisajeki' toh?"

Pernah juga saya bilang gini,
"Abi, mau sekali ka' juga pergi haji".
"Iye, nanti sama Faqih meki qt".
"Nda, mauka' sama qt", kataku.
"Tidak, sama Faqih meki' nanti", tegasnya.

Ah, kalau ingat itu, nangis lagi 😩😪😪 Pertanda kah ini, ya Allah? 😪

Eh, tapi setahun belakangan ini, yang terjadi sebaliknya. Saat kami ingin membuka "toko" cabang di Makassar, saya izin untuk tinggal merintis di Makassar selama sebulan. Beliau bilang, "ummi, jangan lama2, 2 pekan mo nah". (tapi nyatanya, beliau ke makassar tiap akhir pekan). Pas lagi ldr, suka kirim pesan rindu, padahal baru beberapa hari. Suka minta saya balik lagi ke Sinjai, padahal baru sepekan. Intinya, beda sama yang dulu. Kalau dulu, saya yang gak tahan pisah lama2. Akhir2 ini, yang terjadi sebaliknya.

Ah, abi... rindu ka', rindu sekali 😪😪😪

Rahimahullah rahmatan waasi'ah
Allahummaghfirlahuu warhamhu wa 'aafihi wa'fuanhu.


Sinjai, 25 Juli 2018
Sebulan kepergiannya 😪😥 *rasa setahun*

Selasa, 24 Juli 2018

Nasihat Terindah

NASIHAT TERINDAH...

Nasihat terindah itu bernama:
Kematian...

Ia menasihatimu:
Bahwa ia datang tanpa permisi.
Meski tanda-tandanya selalu sampai.

Ia menasihatimu:
Bahwa ia hadir tak kenal usia.
Yang tua dinanti kepergiannya,
Ternyata yang muda pergi mendahului.
Yang sakit disangka tak lama lagi,
Ternyata yang sehat beranjak pergi.

Ia menasihatimu:
Jangan pernah menunda jejak keshalehanmu!
Jika miskin, jangan menunggu kaya untuk bersedekah.
Jika sibuk, jangan menunggu lapang untuk beribadah.
Jika muda, jangan menanti tua untuk bertaubat.

Ukirlah jejak-jejak kebajikan yang abadimu:
Di saat engkau miskin ataupun kaya.
Di saat engkau sibuk ataupun lapang.
Di saat engkau muda maupun renta.
Di saat engkau susah maupun bahagia.

Jangan, dan jangan pernah menunda:
Sekecil apapun jejak kebaikan yang dapat kau ukir,
Ukirlah sekarang juga!
Sebab nanti belum tentu ada...

Dan...
Jika tak mampu kau ukirkan kebaikanmu,
Setidaknya jangan kau pahatkan
Jejak keji dan nista dalam kisahmu.

Kematian selalu menasihatimu:
Kisah dunia hanya sepenyeberang jalan.
Rumah dunia hanya sepementara.
Yang hakiki adalah kisah akhiratmu.

Jika hari ini di genggam tanganmu
ada 1000 rupiah:
tanamlah 100 rupiahnya untuk jejak akhiratmu...

Sesederhana itu.
Semudah itu.
Tapi selalu saja:
“Siapa yang mau mengamalnya?”

***

Nasihat itu bertebar di mana sahaja.
Setiap hari kematian hadir.
Setiap hari ia menasihati jiwa.
Setiap hari ia menyapa dunia.
Tak jemu ia mengingatkan.

Semoga kita adalah jiwa yang ingat,
Selalu penuh harap pada akhirat,
Pada dunia tak penuh harap dan hasrat.

Ya Allah,
Karuniakan husnul khatimah untuk kami.
Rahmati kekasih hati kami:
kaum mukminin yang tlah genapkan kisahnya di dunia ini.


(Muhammad Ihsan Zainuddin)

Jangan Sekolah Dulu, Ziyad

Bismillaah...

"Kasi' sekolahmi juga Ziyad di'?", kataku waktu itu padanya.

Dijawab sama abi berulang kali setiap pertanyaan sama kuajukan, "Janganmi dulu, nanti dia yang jaga adeknya".
Lalu ia berkata lagi ke Ziyad, "Qt nanti yang jaga adekta' nah", selalu dan berulang kali dikatakan. Waktu itu, si bayi masih di dalam perut.

Ah, ternyata ini hikmahnya...
Kehadiran mereka berdua disaat kakak2nya sekolah adalah hiburan tersendiri dan mengusir kesepian tanpa abi.

Tapi, tetap saja ada yang kurang tanpamu, abi...
Saya, mana bisa mengganti posisimu, abi. Bagaimana mungkin saya bisa menjadi seorang ummi sekaligus menjadi seorang abi. Ada ketidakseimbangan yang terjadi.
Sejak kepergian beliau, Ziyad tidak betah tinggal di rumah. Setiap pagi, ia selalu berkata "Siapa temanika' main, ummi?". Walau selalu kujawab "Saya temaniki', nak", tetap saja ia tidak puas. Mungkin ia rindu sosok abi, yang selalu menemaninya bermain.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fuanhu

Sinjai, 24 Juli 2018
Menjelang 2 hari, sebulan kepergianmu


#abdullahziyad
#haninathifah

Minggu, 22 Juli 2018

Sholat 5 Waktu

Bismillaah...

Setiap adzan berkumandang, setiap itu juga ingat beliau rahimahullah.

Beliau yang selalu bergegas sholat 5 waktu ke mesjid. Berangkat pas adzan, kadang sebelum adzan juga sudah berangkat dan jarang sekali ke mesjid setelah adzan kecuali ada yang menghambatnya (kadang anak-anak yang agak lambat gerak).

Semasa hidup, selalu sholat berjamaah di mesjid, kecuali pas sakit, itupun sangat jarang sekali.

Shubuh jangan ditanya. Se-mengantuk nya beliau, pasti sholatnya di mesjid. Walau tidurnya kadang jam 2, kalau sudah adzan shubuh, pasti terbangun.

Sholat shubuhnya saja kayak gitu, apalagi sholat yang lain, yang agak ringan dibanding shubuh.

Selalu mengajak anak-anaknya ke mesjid. Kadang marah jika anaknya menolak atau melambat2kan diri. Marah juga kalau sholatnya kami tidak tepat waktu hanya karena urusan dunia. Maasyaallah...

Memang betul, kata beliau, "sholat itu tepat waktu, jangan diundur hanya karena dunia. Jika sudah adzan, bersegeralah". Karena yang diperintahkan sama Allah memang sholat tepat waktu.

Semoga semua amalan sholatmu semasa hidup, diterima oleh Allah dan menjadi sebab engkau mendapatkan rahmatNya, aamiin

Semoga saya dan anak-anakmu bisa mengikuti jejakmu, abi, yang rutin dan istiqomah sholat berjamaah di mesjid tepat waktu, aamiin



Sinjai, 22 Juli 2018

Sabtu, 21 Juli 2018

Masa Berkabung

Bismillaah...

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

(لاَ تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا)

"Wanita dilarang berkabung atas kematian seseorang di atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari."

Pantas saja, masa berkabungnya lama. Ternyata begini rasanya. Sulit melupakan karena itu tak mungkin.
Pantas saja, selama ini, jika ada yang meninggal, sedihnya cuma beberapa hari. Pas yang meninggal suami sendiri, orang yang paling dekat, sampai hampir sebulan ini rasanya maaasih sangat sedih.

Sediiiih sekali. 9 tahun bersama, kenangannya banyak. Dimana-mana ada kenangan.

Pantas saja Allah izinkan berkabung 4 bulan 10 hari, karena ternyata begini rasanya. Kehilangan sekali. Kehilangan tempat berbagi, kehilangan tempat bermanja, kehilangan segala-galanya. Tentu setelah Allah.
Ah, pantas saja...

Kalau liat seseorang ditinggal istri, saya kasian sama anak-anak yang ditinggal. Kalau sama suaminya? Kasian juga, tapi kan beliau bisa menikah lagi sepeninggal istri, dan istrinya kelak bisa bersamanya juga di akhirat.

Tapi, kalau yang meninggal suami, kasian istri dan anak-anaknya. Istrinya juga, pasti berat menjalani hidup tanpa suami. Belum lagi fitnahnya, betul-betul menguji kesetiaan sama pasangannya. Bukankah yang menjadi pasangan istri kelak di akhirat adalah suami yang terakhir? Sungguh menguji kesetiaan.

Sangat berat, apalagi ditinggal di usia yang masih...

Dan terakhir, saya hanya menunggu... saya juga ingin pulang, sembari mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya, mempersiapkan anak-anak menjadi anak sholeh biar mereka bisa menjadi amal jariyah kami.

Saya beruntung -alhamdulillaah- dipertemukan denganmu, abi, dan sangat beruntung dikaruniai 4 orang anak, 2 pasang anak sholeh sholehah, penyejuk mata sepeninggalmu, Insyaallah mereka akan menjadi anak sholeh sholehah serta hafidz dan hafidzah sesuai cita, keinginan dan doamu, abi...

Abi, wait me...



Sinjai, 21 Juli 2018

Kamis, 19 Juli 2018

Famgath Terakhir Bersamanya

Bismillaah...

Di grup agen PPC, lagi rame bahas tentang famgath yang rencananya di bulan Agustus. Sedih sekali. Tiba-tiba teringat lagi sama beliau rahimahullah. Untuk pertama dan terakhir kalinya, kami bersama mengikuti famgath dari Mamanda di Bandung.

Ah... tiba-tiba terkenang kembali masa-masa itu. Awal kali menawarkan untuk ikut famgath ke beliau, beliau alhamdulillaah iyakan, walau berikutnya kadang bilang gak jadi, trus jadi, dan ujung-ujungnya alhamdulillaah jadi. Syaratnya waktu itu; uang yang dibawa harus terkumpul sekian ratus juta. Jumlah yang agak banyak dan harus terkumpul dalam waktu 2 bulan. Kenapa syaratnya begitu? Biar sekali jalan buat belanja-belanja persiapan Ramadhan untuk toko di Jakarta. Sempat pesimis, karena menjelang hari H, yang terkumpul baru 75%. Tapi, alhamdulillah, beliau akhirnya ikut menemani walau syarat tidak terpenuhi.

Sinjai-Makassar-Jakarta-Bandung, dengan berbagai kenangan di sepanjang jalan.

😢😥😥😥😢

Kematian Itu...

Bismillaah...

Sejak kepergian suami tercinta rahimahullah, betul-betul tersadarkan akan kematian. Selama ini, saya sering datang melayat, sering melihat berita kematian baik karena sakit maupun mendadak, tapi setelah beberapa hari berlalu, kembali lupa -astaghfirullah-.

Tapi ini, kematian suami betul-betul gak bisa bikin saya move on. Wajahnya yang teduh di hari terakhir saya melihatnya selalu terbayang-bayang. Betul, kematian memutuskan segalanya dari dunia. Tidak ada yang dibawa selain diri dan amalan kita. Baju beliau, barang-barang beliau, uang beliau, sendal, sepatu, celana, sikat gigi, semuanya sampai kacamata yang tidak pernah lepas dari beliau, beliau gak bawa. Ya Allaah... Hingga saya berpikir, ini semua untuk apa? Barang-barang yang dikoleksi dan dikumpulkan ini semua untuk apa? Jika kematian sudah tiba, mereka tak lagi berarti. Hanya amal sholeh yang menemani.

Hingga sejak kepergian beliau, saya tiba-tiba tidak berselera lagi dengan apapun berkaitan dunia. Jika tidak ingat punya bayi, mungkin saya tidak akan makan lagi. Jika tidak ingat kalau hidup itu butuh uang, mungkin semua uang yang saya punya saat ini ingin disedekahkan saja semuanya. Rasa-rasanya hanya ingin beribadah. Bahkan, sempat berpikir, ya Allaah, kenapa saya gak mati juga -astaghfirullah-.

Berat rasanya ditinggal orang yang selama ini saaangat dekat dengan kita. Berat sekali. Tapi ini takdir Allah, ketetapan Allah yang harus dijalani. Mungkin saya ditegur, selama ini terlena dengan dunia. Ya, mungkin saja.

Pernah berpikir ada di posisi suami. Mungkin, suamiku juga gak tau ya kalau beliau akan pergi selama-lamanya. Walau sebelum-sebelumnya, tanda-tanda itu ada, tapi mungkin suami juga gak tau kalau malam itu adalah batas akhir hidupnya. Banyak rencana, banyak cita-cita, banyak angan yang beliau punya dan belum terealisasi. Tapi, malam itu, cukup sudah batas hidupnya. Ah, andai saya di posisinya, akankah saya siap?

Ah, kematian. Engkau memang pemutus segala kenikmatan. Mengingatmu selalu saja menyisakan derai air mata yang tak bisa tertahankan. Karenamu, kami yang masih hidup rasa2nya hanya ingin beribadah saja terus, sholat-ngaji-puasa dan ibadah lain, ituu saja. Harta tak lagi ada nilainya.

Ya Allah, saya betul-betul tersadar akan kematian. Jika teringat lagi beliau rahimahullah dan membandingkan diri ini, rasanya masih jauh. Pantaslah jika beliau rahimahullah yang dipanggil duluan, karena mungkin amanah beliau rahimahullah telah tuntas dan mungkin Allah rasa cukup ibadah dan amalan beliau selama ini (semoga saja). Dan, sering saya mengingat perilaku beliau semasa hidup, masyaallah, memang semuanya baik. Rasa empati dan suka menolongnya tinggi. Suka membantu, suka meringankan tugasku. Apalagi di tahun terakhir ini, di kehamilan terakhir ini, saya begitu dimanja, sangat dimanja. Lalu, setelah melahirkan, beliau tiba-tiba pergi begitu mendadak, saya terpuruk. Hingga menjalani hari, selalu merasa beliau masih ada. Lalu jika kembali tersadar bahwa beliau betul-betul sudah pergi, ada rasa yang lain. Ada air mata yang tiba-tiba keluar walau sekuat hati untuk ditahan.

Ya Allah, saya yang masih diberi kesempatan hidup, jadikanlah waktuku semuanya bernilai ibadah, ridhoilah segala aktivitasku dan berilah kelapangan hati dan kesabaran kepada saya dalam mendidik anak-anak kami. Ya Allah, jadikanlah anak2ku anak2 yang sholeh sholehah. Hingga tiba saatku juga pergi, mereka lah yang senantiasa mendoakan kami walau kami telah berada di alam kubur. Semoga saya mampu mendidik mereka menjadi sholeh sholehah, hafidz dan hafidzah, orang2 yang berakhlak, dai daiyah dan mereka tidak hanya bermanfaat untuk kami tapi juga untuk ummat ini.

Sinjai, 19 Juli 2018
3 pekan 2 hari kepergian beliau rahimahullah, semoga Allah lapangkan kuburnya, diberi nikmat kubur, dihindarkan dari siksa kubur, hingga kelak masuk dalam syurgaNya bersama Rasulullaah, nabi dan orang-orang sholeh, aamiin

Selasa, 17 Juli 2018

Belajar Corel (1)

Bismillah...
Alhamdulillah..

Di dunia desain grafis. Software merupakan sarana untuk mendigitalkan konsep desain kita. Jenis softwarepun yang dikenal bermacam-macam, diantaranya *Coreldraw, Adobe ilustrator, Inkscape, Adobe Photoshop, GIMP dal lain-lain*. Di kelas ini kita akan fokus ke *software Coreldraw*. Di antara mereka ada yang berbayar dan ada yang gratis. Selain kelas ini, kami juga mengelola kelas software gratis, yaitu Inkscape.

*CorelDraw graphic suite adalah produk software dari perusahaan corel yang berfungsi untuk mengolah gambar vector. Software ini di banderol dengan harga sekitar $ 600 an, atau sekitar Rp. 8 jutaan. Tapi kalau belum sanggup beli, kita masih bisa menggunakan versi Viewernya, cuma beberapa fitur tidak bisa berfungsi seperti Import, eksport, print, save dan lain-lain*

Sedikitnya di dunia desain kita mengenal 2 jenis file, yang pertama Bitmap dan kedua Vector. Contoh file bitmap yang paling sering kita temui adalah hasil jepretan kamera handpone kita. Eksistensi file Bitmap juga bermacam, umumnya kita menemui JPG, JPEG, PNG. Untuk Vector, sederhananya adalah file yang dibuat di software pengolah vector, seperti Coreldraw, Adobe Ilustrator, Inkscape daln lain-lain. Eksistensi filenya di antaranya CDR, AI, SVG dan lain-lain.

Dimateri pengantar kelas Mahir Coreldraw ini kami akan sedkit menjelaskan tools yang sering digunakan di coreldraw.
Sebelumnya perlu kami jelaskan dikelas ini kami fokus ke tools Softwarenya yang nantinya akan kita praktekkan dengan metode Amati dan Tiru. Agar kita bisa fokus ke toolsnya.

Tolls yang kami maksud di antaranya:

1. Pick Tool = Untuk menseleksi objek
2. Shape tool = untuk mengedit vertex, mengedit sisi objek
3. Rectangle tool = untuk membuat persegi
4. Cycle tool = untuk membuat linkaran
5. Text tool = untuk membuat teks
6. Color palette = untuk memberi warna pada objek.

*Materi Pertama*

Nah sekarang kita akan praktekkan penggunaan tools tersebut dengan mendesain sebuah handphone sederhana... untuk langkah-langkahnya simak di https://youtu.be/YdJYdiRtPy0

Menyesal



Bismillaah

Hari ini mereka "beres" lebih awal dibanding kemarin.
Kalau ada abi Ahmad Ariyanto, mereka langsung diantar ke sekolah saat itu juga.
.
.
.
.
Tiba-tiba, saya teringat satu hari di Ramadhan kemarin. Pulang dari sholat shubuh, beliau rahimahullah menawarkan diri mengajar nyetir mobil.
Sayang sekali, karena kondisi saya yang tidak memungkinkan; lagi hamil tua + puasa + sering kontraksi, saya menolak ajakannya.

Penyesalan memang datangnya belakangan. Setelah sekian lama vakum belajar, baru kali itu beliau menawarkan diri lagi untuk mengajar.

Pertanda beliau akan pergi, tapi baru menyadari saat beliau telah pergi 😫😥




Sinjai, 17 Juli 2018
3 pekan kepergian beliau rahimahullah

Kamis, 12 Juli 2018

Firasat Terakhir

Bismillaah...

Ahad, dua hari sebelum kepergianmu...

Tiba-tiba saja engkau membalikkan badanmu, lalu berkata padaku "Kasi tau memangmi semua nah, tidak ada itu pernikahan kudatangi".

"Iye", jawabku.

Dalam hati, perasaan campur aduk, perasaan beliau akan pergi menghampiri. Sepergi beliau, saya masuk kamar. Menangis sejadi-jadinya. Hingga malam tiba, sempat tertidur beberapa kali hingga mimpi kalau ada yang meninggal. Pas bangun, langsung ingat beliau rahimahullaah. Menangis lagi. Ya Allah... berikan kesembuhan kepada suamiku, berilah yang terbaik buat beliau.

Sebulan sebelum kepergian beliau rahimahullaah selama-lamanya, saya sempat memberikan kepadanya baju seragam yang rencana akan dipakai di pernikahan adikku. Tapi, barusan kali itu, beliau dikasi sesuatu tapi tidak bersemangat. Biasanya, beliau langsung coba, pas atau tidak, sambil lihat cermin. Ini tidak sama sekali. Bahkan, pada saat lebaran pun, beliau tak lagi berselera serba baru.

Ah, kepergianmu menyisakan banyak kenangan. Banyak sekali. Di sudut mana pun kujatuhkan pandanganku, ada kenangan disana. Sulit menghindar. Hanya bisa menghadapi dan melawan rasa "sakit".

Semoga Allah merahmatimu, memudahkanmu di alam kubur, menerangi kuburmu, memberikanmu nikmat-nikmat karena amalanmu di dunia, aamiin...

Semoga Allah memasukkan kita ke syurganya, dan kembali kumpul bersama keluarga, orang sholeh dan para nabi-nabi, aamiin...

Sinjai, Kamis, 12 April 2018
2pekan 1 hari kepergianmu 😥

Rabu, 11 Juli 2018

Menjaga Diri

Bismillaah...

Di saat sendiri lagi seperti ini, kembali lagi menata hati. Menjaga diri dari fitnah-fitnah yang ada. Kembali lagi seperti sebelum menikah.

Saya, masih masa berkabung. Tolong jangan diganggu dengan alasan apapun. Bukan tak butuh hiburan atau nasehat, tapi cukuplah saudari-saudariku, anak-anakku, keluarga dan keluarga suamiku. Cukup mereka, ya saya sudah merasa cukup.

Semoga Allah mengistiqomahkan kita, khususnya saya, agar tetap fokus memantaskan diri kembali agar bisa bersama suamiku kembali di syurgaNya kelak.

Jikalau 9 tahun yang lalu, saya akhirnya ditakdirkan bertemu dan hidup bersama suami di dunia, semoga Allah berkenan mempertemukan kembali di syurgaNya yang abadi, hidup kekal selama2nya bersama anak-anak dan keluarga, aamiin.

@samata, 11 Juli 2018
2 pekan kepergian beliau rahimahullah 😢😥

Senin, 09 Juli 2018

Semua tentangmu, Abi...

Bismillaah...

Hanya soal waktu, kemarin suami yang duluan, tinggallah kita yang masih diberi waktu untuk berbuat dan beramal, mengumpulkan sebanyak2nya bekal untuk perjalanan yang sesungguhnya.

Beliau -rahimahullaah- orang baik, baiik sekali. Semasa hidup, betul2 mempersiapkan diri. Nasehat2 dan pesan2nya akhir2 ini menyentuh sekali. Beliau memang tidak pernah berceramah di atas mimbar atau menjadi murobbi, tapi dakwah fardiyah nya maasyaallaah, terutama kepada saya pribadi. Bukan cuma kata2 tapi juga perbuatan. Semangatnya untuk kebaikan begitu besar. Bahkan sempat lihat catatan nya di hp beliau, resolusi tahun ini, semua nya dalam rangka dakwah, terutama di medsos.

Beliau -rahimahullaahu-, orang yang paling berbakti kepada orang tuanya, hingga meninggal, beliau meninggal di sisi kedua orang tuanya. Memang, semasa hidup, beliau selalu mengatakan "kesempatan berbakti selagi ortu masih hidup, pahalanya besar", itulah sebab, walau sudah menikah, beliau tetap tinggal di rumah ortu, bukan karena tidak mampu membeli rumah, tapi karena beliau ingin berbakti kepada kedua orang tuanya.

Beliau -rahimahullaahu-, orang yang terdepan jika ada yang butuh dana. Tanpa diminta, beliau suka rela membuat list untuk penggalangan dana. Pernah, saya sempat tanyakan:
"Kenapaki' begitu, na bukan urusanta (bukan bagian dari amanahnya)?"
"Qt juga dapat pahala kalau melalui qt, orang bersedekah", jawabnya.
Prinsipnya "Dunia sementara, akhirat selamanya".

Semua amanah dan utangnya tuntas sudah sebelum pergi. Semua yang saya dan anak2 butuhkan juga beliau sudah tunaikan (menemani dan membawa saya umroh, menemani di saat hamil dan persalinan, toko dibereskan, mendaftarkan anak ke tk, dll).

Tidak ada lagi rasa sakit, yang selalu disembunyikan saking tidak maunya merepotkan orang. Tidak pernah menyusahkan, bahkan di akhir hayatnya sekalipun.

Beliau -rahimahullaahu- jika ditanya kabar, selalu berkata baik dan makin membaik. Selalu minta didoakan, padahal bagi saya, doanya lah yang kebanyakan maqbul. Tolong jangan tanyakan beliau sakit apa, karena beliau sendiri semasa hidupnya tak ingin ditau. Yang jelas, beliau hanya memberi hikmah dan pesan kepada qt semua kalau ajal sewaktu-waktu akan datang, tidak mengenal usia, waktu, tempat, kondisi. Siap tidak siap, sakit tidak sakit, kita pasti akan merasakan dan menemui kematian.

Tak ada alasan untuk tidak mengikhlaskan kepergian beliau. Beliau telah beristirahat dan menikmati amal2 jariyah yang telah beliau tanam semasa hidup. Tinggallah saya, yang harus berbekal sebanyak2nya agar kelak bisa bersamanya kembali.

4 Juli 2009 kami dipertemukan di dunia, singkat tapi bermakna, semoga Allaah berkenan mempertemukan kami kembali di syurga Nya kelak.

@ahmad ariyanto, yang tak akan pernah tergantikan, tunggu saya kak 💜💜💜

Senin Itu...


Bismillaah..

2 Senin yang lalu, pertemuan terakhir kita. Engkau datang tanpa suara, tidak seperti biasanya. Tidak banyak kata hari itu.

Lalu engkau baring hingga maghrib tiba.

Setelah adzan, untuk pertama dan terakhir kalinya, saya melihatmu sholat duduk. Dan saya di belakangmu hanya duduk, mengawasi sambil mendoakanmu agar segera membaik.

2 Senin yang lalu
Tidak seperti biasanya. Saat engkau datang, engkau mencari anak-anak. Tapi hari itu tidak. Lagi-lagi, engkau hanya terbaring menunggu maghrib. Lalu engkau pergi, lagi-lagi tanpa kata, tak seperti Ahad kemarin.

Engkau sering bertanya "ummi, qt doakanja'?" atau pinta mu "ummi, doakan terus ka' nah". Lalu saya? Hanya menangis di depannya, tak mampu menjawab setiap kali ia bertanya atau meminta didoakan.

Tanpa kau minta pun, doaku selalu bersamamu, abi... bahkan mungkin, kepergianmu adalah jawaban doa yang paling baik menurut Allah buat saya, yang selalu meminta kesembuhan dan yang terbaik buatmu, yang selalu meminta agar engkau tidak lagi merasakan sakit.

Kini, engkau tak lagi merasakan sakit kan, abi?

Abi, tunggu saya ya... saya akan memantaskan diri sebelum waktu itu tiba, agar kelak kita bisa kembali bersama, di syurgaNya Insyaallah

Aamiin...