Rabu, 03 Juni 2009

Ketika Cinta Berbuah Dilema

Suatu hari Fatimah binti Rasulullah berkata kepada Sayidina Ali, suaminya.
"Wahai kekasihku, sesungguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu."
"O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. "Siapakah lelaki terhomat itu dinda?"
"Lelaki itu adalah engkau, sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai istrinya.

Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami istri. Tetapi tidak bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-peracakapan romantis yang sering ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa seromantis Siti Fathimah dan Sayidina Ali?

Alangkah bahagianya, seorang pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada istrinya. "Wahai kekasihku, ada satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan kepadamu, aku mencintaimu."

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan ghalidza), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya masih hanya mimpi yang terus menggoda.

Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? Sementara istri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu dahsyat.

Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali menari-nari.

"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi, ia adalah gadis yang kuimpikan selama ini".
"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan." Dan cinta itu hadir.

Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semakin besar, teramat besar? Hingga perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya menjadi sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan.

Indah. Tapi ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta terlanjut bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya mmebuat hati semakin merasa bersalah.

Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa terselesaikan dengan cepat dan tuntas.

Tanyakan kepada nurani tentang keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?

Tanyakan pada keimanan dan nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?

"Qul Aamantu Billahi Tsummastaqim!" Wallahu A'lam.


(disalin dari majalah "IdeMuslim" Ed. 2 vol. 2/09 hal. 30-31)

11 komentar:

  1. Iya, sante aja...ana sudha paham kok, sekarang lagi memulai terapi ya solusinya memang menikah, tinggal nunggu saatnya, wanita kan masih banyak...tapi adakah yg sholehah??:)
    HAi para pemuda, jika engkau telah mampu menikha, maka menikhalah, jika belum mampu ya puasa aja truussssss...hehehe
    Ana doakan semoga berbahagia dunia akhirat, melahirkan generasi mujahid/dah. Salam buat Ustadz Qosim, dan Ibnul Qosim at tasi', afwan gk sempat kesana, pngen nemui Hanif imut, afwan pnjg lebar

    BalasHapus
  2. Anti enak, akan segera praktek menjugu gerbang separoh dien..sementara ana masih dalam teori..hehehe :)

    BalasHapus
  3. Barakallahu Fiik, sebentar lagi mw menggenapkan dien yah..?? duh bahagianya. Tapi kok ngak bilang-bilang sih!...semoga semuanya lancar yah N tetap dijalan Dakwah,,,

    BalasHapus
  4. Tetap istiqomah ukhtifillah...semoga makna Ilah selalu berada pada tempat yang semestinya...(jadi ingat ummu nih.., alhamdulillah, syukron tuk ummu yg memberi materi yg sangat kami butuhkan)

    BalasHapus
  5. masya alloh..kayaknya tersebarmi keseluruh penjuru makassar ine..hehehehe
    (upps..bukan ana yang bilang2 nah kak...)
    tawwa..barakallahu fiik...
    bagus sekali postingan blognya..cocok di' momentnya...
    masya alloh...
    ^_^

    ummu.... al-makassariah^_^

    BalasHapus
  6. @Ummu Umar: wa fiikum barakillah. 'afwan ya kak... bukannya ndk mau bilang2, tp ya..... mengermQ lah kak_^ amiin, syukron wa jazakillahu khairan kk.

    @anonim ke3: jazakillah kk-ku syg, smg tetap istiqomah jg (ummi jg ada di dunia maya kok kak....)

    @ummu....al-makassariah : ^_^ sembarangnya.... siapa sede' yg bilang bgitu? postingannya copas-ji kodong, cm kyknya bgus u/ diarsipkan di blog ^_^
    wa fiikum barakalloh, syukron ya...

    BalasHapus
  7. Postingan copas pun gak papa kok kak..., yang jelas momentnya emang udah pas. Hehehe, saya baru dengar tadi lho..., kalo ke sekret memang selalu banyak berita baru yang membahagiakan.


    Berarti betar lagi bakal ada perhelatan proker terindahnya FUM lagi dong!

    Kayaknya akhwat FUM pada susul-susulan nih walimahnya...

    Who next?

    Hehehe...

    BalasHapus
  8. @Diena Rifa'ah : ^_^ pantas kemarin senyum2 terus (senyum lain2), hehehe....

    Who Next? Diena Rifa'ah mungkin :) (Amiiin.....)

    Syukron yah

    BalasHapus
  9. Klu diena rifaah yang next bisa gempar unit sekolah kak...

    Jadi walimah-fever itu namanya! Hehehe...

    Saya mah kudu banyak belajar dulu, ehm.

    BalasHapus
  10. iya betul..setuju...
    diena...kami akan tunggu waktunya kapan..
    wuah kalau diena waliham.. bakalan disuruh berpuisi..hehehehehee

    pokoknya bulan depan akhwat FUM bakalan sibuk jadi panitia....
    semngat..semangat....^_^

    Um.'abdirrahman

    BalasHapus
  11. @ ummu abdirrahman:

    astaghfirullah..., kok malah senjata makan tuan nih? sudahlah ukh..., yang di depan mata ajah dulu...

    na'am..., bulan depan, komitmen itu akan teruji!(komitmennya panitia walimah maksudnya...)

    BalasHapus