Sabtu, 11 Juli 2020

Sang Guru Pergi...

Bismillaah...

Hari ini, saya kaget dan sediiiih sekali
Salah satu guru diwafatkan ~mendadak, tiba-tiba~, semoga beliau husnul khatimah.

Ilmu yang telah diajarkan pada kami semoga menjadi amal jariyah dan bisa mengantarkan kami pula untuk husnul khatimah. Seperti dalam setiap pelatihan, beliau mengatakan "PAZ itu bukan untuk memperpanjang usia, tetapi untuk memperbaiki kualitas hidup menuju husnul khatimah."

Melalui beliau, pikiran saya terbuka dan keindahan Islam sebagai satu-satunya ajaran sempurna yang tidak butuh tambahan (dari segi kesehatan), saya dapatkan.
"No way, back to Quran dan Sunnah, Only That", kesimpulan dari pelatihan beliau yang saya ikuti. Itulah sebab, metode ini berkesan sekali buat saya pribadi. Bukan hanya sekedar metode, tapi ia ibarat hidayah buat diri. Selama ini memang berprinsip Quran dan Sunnah adalah utama, namun kenyataannya, dalam satu sisi kita (baca: saya) malah mengabaikan. Kita hanya mengambil sebagian namun mengabaikan sebagian yang lain.

Saya merasa beruntung bisa mengikuti pelatihannya tahun lalu (2019) walau hanya sekali. Pelatihan basic yang betul-betul mengubah persepsi (awam) saya tentang kesehatan. Dan saya menyesal tidak mengikuti pelatihan lainnya. Sebenarnya ada niat untuk mengikuti lagi, qaddarullaah, pandemi datang. Hingga akhirnya sang guru pun pergi, lalu terbayanglah saat-saat beliau memberikan materi pelatihan yang tak jarang beliau seakan menahan tangis (bagian ini tuh kalau diingat bikin 😭). Beliau bersemangat sekali untuk menyebarkan ilmu ini karena beliau sangat yakin bahwa apa yang bersumber dari Quran dan Sunnah adalah yang paling benar.

Sepeninggal beliau, bermunculan-lah kisah-kisah tersembunyi dari keseharian beliau. Maasyaallah, semakin menambah kekaguman dan merasa iri. Beliau yang senantiasa mempersiapkan kematiannya, selalu bersungguh-sungguh berdoa agar ia syahid akhir kehidupannya, hingga di detik-detik kepergian beliau yang tak ingin menyentuh perkara-perkara syubhat, membuat diri ini merasa tertampar, "Kamu sudah mempersiapkan bekal apa untuk kematian dan hari abadi mu?". 😢

Apalah guna, jika semuanya tersadarkan setelah mereka pergi, selama-lamanya. Tak ada lagi tempat menimba ilmu. Dan betullah hadits Rasulullaah, "Sebaik-baik nasehat adalah KEMATIAN" dan diwafatkannya orang-orang berilmu adalah salah satu cara Allah mengangkat/menghilangkan ilmu dari manusia.

Semoga tulisan ini pun bukan bentuk ke fanatik an kami terhadap beliau, namun "katakanlah yang baik-baik saja tentang saudaramu yang telah mendahului mu", itu saja.

Semoga syurga tempat kembali kita semua.
Tempat istirahat yang abadi dengan segala kenikmatan di dalamnya.

Aamiin


#latepost
#uhmwafat

Samata...
Senin, 6 Juli 2020

Quality Time

Bismillaah...

Sebelum tidur itu sebenarnya waktu yang paling baik untuk memasukkan sesuatu ke pikiran anak-anak (dibawah 10 tahun). Bisa dibilang, quality time nya ya pada saat-saat sebelum tidur, 30-60 menit waktunya, tidak lebih. Dan usahakan, jauhkan HP/laptop/komputer dan segala sesuatu yang bisa menjadi "orang ketiga".

Kalau kita, orang tua betul-betul memanfaatkan waktu ini, maasyaallah sekali efeknya. Ada rasa bahagia buat kita (orang tua) saat anak2 bisa tertidur dengan pendampingan kita, begitupun (mungkin) dengan anak-anak. Itulah sebabnya, orang tua yang kerja mulai dari pagi hingga malam, hendaknya jangan sampai melewatkan waktu ini.

Akan kita temukan segala macam pertanyaan mereka yang begitu polos, rasa ingin tahu yang begitu besar, tanya ini tanya itu, disuruh mengulang hafalan pun mereka mau -InsyaAllah-.

Seperti hari ini, 60 menit menjelang tidur, ada banyak istilah dan kalimat-kalimat menghibur dari anak-anak yang saya dapatkan.
Ketika Hannan lagi mewarnai gambar tangan, saya mengatakan, "Cobaki gambar tangannya Hanin". Lalu Faqih bilang, "Cobaka juga gambar tangannya abi, siapa tau tangan bisa berubah jadi keNangan". Entah nyambung dimana. Lalu Ziyad dengan polosnya merajuk, "Ummi, mauka' juga jadi kenangan", dan dijawab sama Faqih, "Kalau mauki jadi kenangan toh, mati meki dulu."

😂😂😂

Kemudian, tidak lama setelah itu saya menegur Hannan, "Janganki suka pake **p**i* nah, karena nanti rusak *i***ta', itu keringmi. Liatki ini ummi, nda pernah pake **p**i* jadi bagus".
Hannan: "Ih, pernahki pake deh, waktu ta' menikah, ada foto ta', *a**** pake begitu."
"Mauki juga *a**** begitu? Menikahmeki'.. mauki kah dikasi menikah? Sama siapa?", lanjutku.
Hannan berpikir...
Saya melanjutkan, "Kalau mauki menikah sama orang yang baek, jadi baekki juga. Kalau suka ki marah-marah, nanti sama yang suka ki juga marah-marah".

Faqih dan Ziyad langsung ikut di pembicaraan. Dan berentetan lah pertanyaan seputar pernikahan, terutama seputar ummi dan abinya.
"Ummi, dimanaki' menikah?", tanya Faqih.
"Ummi, adami Faqih waktu menikahki?", tanya Ziyad, yang bikin saya tertawa 😂

Dan semua pertanyaan panjang kali lebar dan ke kepoan tingkat tinggi diakhiri dengan seruan dan perintah, "Faqih, matikan lampu. Ayo tidur smua, nanti terlambat sholat shubuh", kataku.

Setelah lampu padam, satu persatu mereka tertidur, kecuali Faqih dan saya tentunya. Saya bangun dan menuju ke rumah sebelah karena haus. Eh, ada Faqih yang ikut di belakangku.
Trus balik lagi ke kamar, Faqih nyalakan lampu yang tadinya sudah dipadamkan.
"Ummi, nda bisaka tidur kalau mati lampu, menderita mataku."

Astaghfirullaah, awalnya saya ngantuk berat akhirnya gak bisa tertidur gara2 memikirkan "mata menderita itu kayak gimana". 😂


#latepost

Samata, 3 Juli 2020