Sabtu, 29 Desember 2018

Bersabarlah...

Bismillah...

Jika kita lelah
Ingat kembali, dunia ini tidak selamanya ditinggali
Kelak, di sana, di syurga ~Insyaallah~, tidak ada lagi kelelahan
Tidak ada lagi kesusahan
Tidak ada lagi kepayahan

Jika kita ingin menyerah
Dengan ujian, kesulitan, kesakitan
Ingat kembali, pahala di depan sana menanti
Bukankah itu saja yang kita cari selama kita di tempat singgah ini?
Bukankah kita memang hanya ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya tabungan pahala untuk kelak menjadi pemberat di hari perhitungan?

Mengeluh itu gampang
Yang susah adalah bersyukur
Bersyukur dalam kondisi yang tidak mengenakkan
Bersyukur dalam kondisi yang hampir membuat kita menyerah

Tapi, ingat kembali
Allah menguji sesuai dengan kadar kemampuan
Allah menguji untuk menaikkan derajat kita

Diuji dalam "ketidakenakan"
Terkadang bagi sebagian orang, itu lebih mending dibanding diuji dalam "kenikmatan"
Ujian "nikmat" itu lebih sulit
Karena kebanyakan orang-orang lalai dengan nikmat

Maka bersyukurlah diuji dalam kesempitan, kesakitan dan segala yang berbau "ketidakenakan" menurutmu
Allah ingin dirimu kembali
Allah ingin dirimu lebih banyak memohon
Allah ingin dirimu lebih banyak meminta padaNya

Karena hanya Dialah yang mampu mengatasi
Hanya Dialah satu-satunya tempat berharap yang tidak membuat kecewa
Di saat begitu banyak manusia di sekitar kita, bahkan orang terdekat kita, yang terkadang kita menaruh harapan, tapi kecewa yang didapat

Itulah mengapa, kembalikan semuanya pada Allah
Karena ujiannya tak pernah salah orang
Karena ujiannya tak pernah salah sasaran

Hanya Allah-lah tempat bergantung, tempat kembali, tempat berharap
Apapun itu

Berharap Allah tidak meninggalkan kita sedetik pun



Makassar, 29 Agustus 2018

Selasa, 25 Desember 2018

Husnul Khatimah

Bismillaah...

Kematian itu pasti, ajal itu sudah ditentukan. Tak perlu khawatir.
Iya, betul.

Tapi, setelah kematian, itu yang paling mengkhawatirkan.

Saya, seringkali memikirkan, bagaimana jika masa itu tiba saat ini.
Siapkah saya?
Selamatkah saya?
Apakah malaikat maut mencabut nyawaku dengan lembut atau sebaliknya?
Lalu setelahnya bagaimana?
Pertanyaan malaikat di alam kubur, akankah saya lancar menjawabnya?
Atau...
Lalu...
Setelahnya, apa? Akankah saya dikumpulkan dengan orang-orang sholeh, atau?

Terlalu banyak yang mesti dipersiapkan, sementara rasanya, kita (*saya) berkejaran dengan waktu. Kadang-kadang, ingin rasanya mengabaikan hal duniawi untuk fokus beribadah. Tapi...

Jika mengingat kembali semua kejadian yang akan dialami di alam kubur, mengingat bagaimana kehidupan orang sholeh dan orang salah setelah kematian, rasa-rasanya...

Apa yang telah saya perbuat sebagai bekalku kelak "pulang ke kampung abadi"?
Rasanya, masih sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada. Sangat khawatir, amalan yang pernah atau saya lakukan selama ini, Allah tolak. Astaghfirullaah...

"Jangan pernah merasa aman dengan amalan yang kita perbuat, karena orang-orang sholeh terdahulu, yang amalan sholehnya jaaaaauh lebih banyak dari kita sekarang ini, masih saja menangis dan mengkhawatirkan "kehidupan"nya kelak."

Semoga Allah istiqomahkan kita dengan sesuatu yang baik-baik saja.
Semoga Allah berkenan meridhoi ibadah kita
Semoga Allah mau mengampuni dosa-dosa kita
Semoga Allah curahkan rahmat untuk kita
Hingga akhir hayat kita adalah husnul khatimah

Jika akhirnya kita husnul khatimah, maka setelahnya tak perlu lagi dirisaukan.
Segalanya akan dipermudah.

Semoga kita termasuk didalamnya, orang-orang yang Allah panggil dalam akhir hidup yang baik, aamiin..


Makassar, 25 Desember 2018

Sabtu, 22 Desember 2018

Menikah, Takdir Allah

Bismillaah...

"Kak, tahun berapaki' menikah?"
Tiba-tiba ditanya sama adminnya Mutiara Hijab Kids saat lagi baring-baring liat-liat hape.

"Hmm.. tahun 2009", jawabku.

"Waktu itu, qt masih kuliah?"

"Iya, tapi sudah semester akhir. Tinggal PPL, KKN, seminar proposal trus skripsi."

"Kata ummu xxx, katanya qt masih muda karena dulu juga menikah muda".

"Ah, tidak juga. Saya menikah hampir usia 21".

"Masih muda itu, kak. Normalnya kan menikah usia 25 tahun".
. . .
Percakapan terhenti. Ia melanjutkan kerjaannya, bungkus-bungkus paket yang akan dikirim.
. . .

Dulu, sebelum menikah, saya inginnya cepat. Namun, takdir Allah, saya menikah di usia hampir 21 tahun. Bagi saya, itu sudah agak lambat. Allah yang paling tau kondisi. Pun inginnya saya punya anak setelah menikah, ternyata Allah karuniai setelah 9 bulan pernikahan. Semuanya penuh dengan hikmah.

Jadi, dalam urusan takdir, kita tidak boleh berprasangka buruk pada Allah, "Kenapa jodohku belum datang, kenapa saya belum menikah, kenapa saya belum punya anak, Allah tidak sayang saya, Allah tidak adil".

JANGAN!!!

Karena yang paling tau diri kita adalah Dia yang menciptakan kita.
Boleh jadi, maunya kita menikah cepat, tapi Allah liat, kalau kita menikah cepat, akan ada mudharat yang terjadi. Atau, bisa saja, kitanya memang belum sanggup menjalani pernikahan di usia yang mungkin menurut kita sudah mampu.
Kembalikan semuanya pada Allah, jangan memaksakan, tapi minta yang terbaik pada Allah. Tetap bersabar dengan segala kondisi yang ada saat ini. Semoga sabar itu mendatangkan pahala berlipat ganda dan Allah hadirkan jodoh yang jauh lebih baik dari yang kita minta.

aamiin


Makassar, 22 Desember 2018

Kamis, 06 Desember 2018

Ukurannya Adalah Manfaat

Bismillaah...

~ Sukses, tidak diukur dari seberapa banyak uangmu. Namun, seberapa banyak engkau meringankan orang lain. Ukurannya adalah manfaat. ~

Maasyaallah...
Ini kalimat, menusuk banget (buat saya). Tiba-tiba terpikir, adakah saya bermanfaat bagi orang lain? Adakah saya masih dibutuhkan sama orang lain? Masihkah keberadaan saya bisa meringankan kesusahan orang lain?

Tiba-tiba merenung sendiri. Mengingat semua yang telah saya lakukan.
Juga, saya mengingat kepada semua yang pernah saya mintai bantuan. Lalu, saya teringat kepada seseorang yang sering saya mintai bantuannya. Ia, saya dibantu, tapi sebelumnya didahului dengan banyak "kata-kata". Hingga suatu ketika, saya betul-betul butuh pertolongan. Tapi dengan halus, ia menolak. Mulai detik itu, saya berjanji (pada diri sendiri), untuk tidak lagi meminta tolong padanya, sebisa mungkin.

Lalu?

Saya mengembalikan kepada diri saya sendiri. Jika saya diperlakukan seperti itu, apakah perilaku saya sama seperti dirinya? Yang membantu tapi setengah hati.
Maka beruntunglah kita jika ada orang yang meminta tolong pada kita. Itu artinya, mereka melihat kita bisa, mereka melihat kita bisa meringankan kesusahan mereka. Dan sangat merugi jika tidak ada lagi orang yang meminta tolong sama kita. Karena itu artinya, kita sudah tidak ada lagi manfaatnya buat mereka.

Seringkali, mungkin terbersit di pikiran kita, "Ah, orang itu hanya memanfaatkan saya saja. Kalau ada maunya, dia baik, kalau tidak, kita diacuhkan".
Beruntunglah kita jika kita dimanfaatkan. Itu artinya, kita masih punya manfaat. Coba kalau tidak? Membantu orang itu jangan mengharap balasan. Biar Allah saja yang balas. Selalu ingat hadits dari Rasulullaah, kurang lebih kayak gini "Barangsiapa yang meringankan beban saudaranya di dunia, maka Allah akan meringankan juga bebannya di hari kiamat (nanti)".

Maasyaallah...

Patokan kita, kembalikan semua ke Allah. Hidup di dunia sebentar saja. Kita cari apa di dunia? Semuanya akan kita tinggalkan.

Jangan sampai, karena urusan kita yang sebenarnya masih bisa ditunda atau dikerjakan di waktu lain, kita menolak permintaan tolong dari yang butuh.

Iya...

~ Sukses itu tidak diukur dari seberapa banyak uangmu. Namun, seberapa banyak engkau meringankan orang lain. Ukurannya adalah manfaat. ~

Semoga saja, kita masih bermanfaat terhadap orang-orang di sekitar kita.
Aamiin


#muhasabah

Minggu, 02 Desember 2018

Reuni 212

Bismillaah...

Aksi bela qur'an tahun lalu, saya teringat dengan lelaki berkacamata ini
~rahimahullah~ 💚💚💚


Ia, yang tahun lalu masih bersama kami, keluar dari rumah dini hari untuk berangkat ke Makassar dalam rangka mengikuti aksi bela qur'an ini. Ia begitu semangat, sama seperti semangatnya dalam mengerjakan amalan-amalan lain. Jauh hari sebelumnya, ia juga membuka kesempatan beramal kepada para kaum muslimin untuk mendanai aksi tersebut.

Saya, yang ditakdirkan Allah memiliki akal yang terbatas, seringkali mempertanyakan maksud dan alasan dibalik apa yang ia lakukan. Bukan hanya itu, kejadian masa kini hingga instruksi ulama pun kadang saya pertanyakan, karena terkadang, ada sesuatu yang bagi saya "tidak masuk akal". Kemana saya bertanya tentang itu semua? Kemana lagi kalau bukan ke suami ~rahimahullah~.

Allah takdirkan ia memiliki wawasan yang luas, yang terkadang, yang saya pikirkan tidak sampai kesitu. Tapi beliau tidak. Ia jelaskan dengan sangat rinci, detail, dari segi ilmiah, dari sudut pandang yang berbeda. Maasyaallah...

Seperti kejadian tahun lalu, aksi bela quran 212, jangan kira saya tidak mempertanyakan. Namun, pertanyaan lanjutan saya terhenti dengan jawaban, "Ikuti saja instruksi ulama, ikuti saja arahan mereka. Mereka tidak berpikir sendirian. Mereka tidak melakukan sesuatu sesuai hawa nafsu mereka. Mereka punya ilmu. Mereka pakai strategi. Mereka lebih tahu dari kita. Ikuti saja mereka. Mereka adalah ulama. Kalau kalian masih percaya ulama, maka ikuti apa kata mereka."

Sungguh benar apa yang Rasulullaah pernah sampaikan,

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغلَبُ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقْصَانُ عَقْلِهَا؟ قاَلَ: أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَتَيْنِ بِشَهَادَةِ رَجُلٍ؟ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقصَانُ دِينِهَا؟ قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?” “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)

Hari ini, ia absen untuk reunian di dunia.

Semoga kelak kita bisa bersama-sama reuni di syurgaNya, aamiin.


(وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ)

"Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan."
[Surat Al-Hijr 47]

Diluar Kehendak

Bismillaah

Seringkali, kita sudah menyusun rencana dengan matang untuk dikerjakan esok harinya, namun, pada kenyataannya, yang terjadi berbeda atau di luar rencana. Seperti yang terjadi pada saya, kemarin.

Berencana melaksanakan beberapa agenda yang telah direncanakan jauh hari, qaddarullah, kenyataan di luar rencana. Membayangkan setelah kerja ini, lalu kerja itu, trus yang ini kemudian yang itu. Tapi, yang terjadi? Di luar rencana. Hanya 1 agenda yang terselesaikan.

Padahal, kemarin momennya sangat pas untuk menyelesaikan semua yang tertunda *rencananya*. Pikir saya, ketika anak-anak tidak di rumah (*kemarin diajak omnya ke laut), saya bisa menyelesaikan banyak pekerjaan. Nyatanya? Apalah saya tanpa mereka. Saya ditegur lagi sama Allah, kalau ternyata kehadiran anak-anak khususnya ketiga kakak anak bungsu saya, begitu berarti.

Saya berpikir, ketika mereka tidak di rumah, saya bisa menidurkan Hanin dengan tenang tanpa gangguan, lanjut mencuci, menjemur pakaian, kerja rekapan untuk persiapan tutup buku di toko, lalu sederet rencana "me time" yang lainnya. Saya berpikir, jika ada kakak-kakaknya, tentu pekerjaan ini agak sedikit terhambat karena tidur Hanin akan terganggu dengan gangguan dari kakaknya atau suara teriakan dari mereka yang kadang terjadi.

Nyatanya, sama saja. Ketika Hanin terbangun dan tidak melihat saya, ia menangis sekeras-kerasnya seperti habis disakiti. Padahal, cucian masih setengah proses, belum selesai. Dan saya harus meninggalkan cucian demi menemani anak sholehahku ini. Kadang, jika kelihatannya ia asyik bermain, saya tinggal lagi, tapi tidak lama tangisannya terdengar lagi.

Di rumah, ada nenek dan kakeknya. Tapi tetap saja, bagi Hanin, "Only Ummi".

Dan, ketika saya pikir-pikir kembali, ternyata lebih bagus jika ketiga kakaknya ada di rumah, karena jika Hanin terbangun, ada kakaknya yang ia lihat, hingga saya bisa menyelesaikan pekerjaan rumah dengan khusyuk.

Begitulah, terkadang kita berpikir itu baik, ternyata Allah tegur kita bahwa itu tidak baik. Maka, mengembalikan semua urusan kepada Allah, menyerahkan dan pasrah dengan apa yang terjadi, adalah salah satu bentuk kesyukuran kepada Allah.

Apa yang terjadi, itulah yang terbaik buat kita. Apa yang tidak terjadi, tentu ada hikmah dibaliknya. Allah paling tahu kebutuhan kita, Allah paling tahu bagaimana kita, maka nikmatilah alur takdir yang Allah tetapkan pada kita.

💚💚💚