Selasa, 29 Januari 2019

Biar Allah yang Menilai

Bismillaah...

Pernah, suatu waktu, sepulang dari suatu acara, saya mengeluh ke suami.

"Kak, tadi dibilangi ka', di toko itu (Mutiara Baby Shop) berkumpul sarjana pengangguran 😪😪😪"

Sebenarnya, sakit hati sekali dibilangi kayak gini, di depan orang banyak lagi. Walaupun waktu itu, saya pura-pura tidak mendengarnya. Tapi, karena tidak ingin sedih sendirian, akhirnya curhatlah saya ke suami.

Beliau menanggapi dengan ekspresi kaget.
Lalu, beliau melanjutkan,
"Gak pa2, nda pernahki kasi' uang ke beliau (yang bilang itu) toh? Mulai bulan depan, kasi'ki. Mungkin kita kurang bersedekah sama beliau."

#glek

Maasyaallah...
Sesimpel itu beliau memberi solusi. Jawaban yang saya perkirakan akan menjurus ke hasutan kebencian terhadap seseorang, ternyata tidak terjadi.

Dan lagi-lagi saya tersadar, tidak harus sesuatu yang menyakitkan dibalas serupa. Biar Allah yang balas, biar Allah yang kasi bagiannya. Kita hanya diperintahkan untuk berbuat yang terbaik. Entah balasannya sesuai dengan yang kita harapkan ataupun tidak. Biar Allah saja yang membalas. Biar Allah saja yang menilai.

Semoga Allah menempatkan beliau ~rahimahullah rahmatan waasi'aah~ di tempat yang indah, semoga setiap untaian nasehatnya ke saya menjadi amal jariyah buat beliau. Semoga Allah kembali mempertemukan kami di syurgaNya, aamiin.

Senin, 21 Januari 2019

"Ibu" & "Nenek"

Ibu saya sangat jelas diawal, tidak mau ketitipan cucunya. Menginap sekali-kali ok.
Bermain dengan mereka ok.
Tapi anak-anak saya dititipkan oleh yang maha kuasa di Rahim saya, oleh sebab itu, itu tanggung jawab saya.
Bukan ibu saya lagi.
Tidak mau ketitipan bukan berarti tidak sayang.
Tapi cukup sudah beliau membesarkan saya dan adik-adik saya.
Kini ‘musim’nya beliau, tidur siang dengan tenang.
Menikmati makanan tanpa gangguan.
Sholat dhuha dan bermunajat berlama-lama.
Nagji Qur’an berlembar-lembar, menghadiri kajian-kajian.
Ini pembelajaran besar bagi anak saya, melihat bagaimana saya memperlakukan orang tua.
Karena, tidak berapa lama lagi...
akan datang giliran saya yang menua.
Kecuali keadaan terdesak seperti single parents, menurut saya pribadi, tidak ada alasan yang cukup kuat untuk meninggalkan anak anak pada org tua.
Wallahu a’lam bis shawab.

Dari postingannya mbak Hanaa..

Pernah g sih dengar curahan hati seorang ibu tentang anak perempuannya yang menitipkan anaknya (cucu si ibu) selama ia bekerja setiap harinya?
*TanpaUdzurSyar'i*
.
Saya pernah ...
Dan rasanya sedih, ingin nangis.
Anak si ibu itu bilang kalau dia mau promil lagi (yang ke-3), ibu bilang ke anaknya
"Ibu g larang kamu hamil lagi, ibu cuma minta untuk berhenti kerja. Bukan g boleh punya anak lagi."
Tapi anaknya g faham, tetap bilang kalau ibunya g bolehin punya anak lagi.
Padahal maksud si ibu, ibu sudah capek di'titip'in cucu-cucunya.
Mungkin lebih tepatnya bukan di'titip'in cucu-cucunya, tapi merawat cucu-cucunya.
Bagaimana mungkin merawat?
Sejak lahir, ibunyalah yang mengurus cucunya, si anak pemulihan nifas. Selesai nifas kerja lagi, ibunyalah yang ngurus semua-muanya ...
Mandikan, nimang-nimang biar bobo, buatin susu, ganti popok, cuci baju, ajak jalan-jalan, mendidik dan lain lain yang tak terhitung pekerjaan yang di'titip'in anaknya ke ibundanya.
Belum lagi pekerjaan rumah tangga beliau sendiri, masak-nyuci-bebersih endeblaendebla.
.
Belumlah anaknya setengah tahun, hamil lagi. Si kakak baru 1th lewat dikit adiknya lahir, di tambah lagi 'titip'annya.
Ibu itu cerita, setiap hari ibu lari-larian buatin susu buat cucu 2, nimang-nimang boboin cucu 2 yang masih kecil-kecil, umur ibu sudah segini, udah g sekuat ketika muda dulu. Tapi anak ibu g ngerti, g faham.
Sekarang, ibu juga yang antar jemput sekolah cucu, nyuci baju cucu, nyetrika, masakin makan untuk cucu.
G terasa, sudah lewat 8th ibu di'titip'in cucu-cucunya selama anaknya cari uang setiap harinya, padahal suaminya berkerja, punya beberapa usaha pula.
Liburnya hanya hari ahad saja, itupun anak-anak tetap dirumah neneknya krn sudah terbiasa disana.
Jadi mungkin dibilangnya, anak-anak justri dititipkan ke ibunya untuk TIDUR saja. Adapun dirawat, dibesarkan, diurusi ... oleh neneknya.
.
Sediiih deh dengarnya, padahal bukan maksud tidak senang ditemani cucu-cucunya.
Hanya saja, usia segitu ngurus 2 bayi sampai 8th ... saya aja umur segini ngurus 2 anak belum sampai 8th rasanya warbyasah. Apalagi ibu itu?
Sudah membesarkan putrinya sampai dijadikan istri, ditambah lagi di'suruh' merawat anak-anak putrinya. Ia tidak juga faham bahwa wanita yang sudah tua itu tidak mampu menolak permintaannya untuk di'titip'in cucu-cucunya, hanya sj kali ini ia sudah sangat tua untuk pontang-panting mengurus bayi dengan 2 anak yang sedang senang main kabur-kaburan.
Dan putrinya masih belum faham juga lelahnya membesarkan anak, mungkin krn iapun belum merasakan 'menjadi ibu' sebab sibuk bekerja.
.
Sediiih, sampailah kakak lelakinya bilang 'mungkin dia baru akan sadar jadi ibu itu capek kalau ibu sudah meninggal! Baru deh ngerasain pengorbanan ibu, baru deh sadar kalau kerja di rumah itu lebih capek dari kerja di kantor!'
.
Sedihnya lagi, yang seperi itu sudah sangat biasa, bahkan dianggap wajar menitipkan anak karena kerja ke neneknya sejak bayi sampai anak gede 😢

#SayangiIbu
#IbuTidakMampuMenolak
#SebelumIaMeninggal
#SebelumMenyesal
Author : Kakak

Minggu, 20 Januari 2019

Mendidik Anak

Fulan, saat berusia 6 tahun.
-Di sekolah:
Nilai matematika jeblok, nilai science terjun bebas, nilai tematik merinding disko.
Ranking 29 dari 30 siswa.

-Di rumah:
Periang, mulai gampang diajak shalat berjamaah, selalu terucap, "Aku sayang Papa Mama".
.
.
Fulan, saat berusia 8 tahun.
-Di sekolah:
Nilai matematika masih nyungsep, nilai science menanjak hampir tak kentara, nilai tematik tetap oleng.
Ranking 27 dari 30 siswa.

-Di rumah:
Sayang adik, shalat mulai diusahakan di awal waktu, puasa Ramadhan full, semangat mengaji di masjid dekat rumah.
.
.
Fulan, saat berusia 10 tahun.
-Di sekolah:
Nilai matematika sejauh ini tanpa harapan, nilai science mulai membaik, nilai tematik naik turun.
Ranking 25 dari 30 siswa

-Di rumah:
Hafalan ayat bertambah secara signifikan, bantu mama cuci piring tanpa diminta, mengingatkan adik-adiknya untuk tidak buang-buang makanan, jarang membantah orang tua, gampang berempati, stand-up comedian favorit orang serumah.
.
.
.
Orang tua, usia: tua.

-Saat nilai matematikanya jeblok:
"Gimana sih, udah kelas 5 SD perkalian aja masih acak adut begini? Ini kan pelajaran kelas dua! Ihhh, gemesss!"

-Ketika ia rajin membantu mencuci piring:
"Itu wajan sama baskom jangan pura-pura gak dilihat ya? Sekalian dicuci!"
.
.
-Saat nilai tematiknya oleng:
"Dulu waktu Mama SD, pelajaran geografi begini mah luar kepala!"

-Ketika ia berempati pada teman:
"Kamu tiap hari ngasih sebagian uang jajan sama si anu ya? Ya ampun, untuk apa siiihh ...??"
.
.
.
Orang tua mana coba, yang tidak ingin anaknya berprestasi? Multi prestasi malah, kalau bisa.

KALAU BISA. Kalau tidak bisa?

Nilai teteup aja tiarap, mau pakai gaya belajar gas pol plus ekskul plus bimbel sekalipun. Ranking juga istiqomah terus di urutan nyaris ekor.

Belum lagi terhanyut nostalgia betapa ayah bundanya dulu bintang teladan dari sekolah masing-masing. Ditambah pula tetangga, teman dan saudara rajin banget lagi posting prestasi buah hati mereka di medsos, semakin meyakinkan orang tua bahwa ada yang salah dengan anaknya.

Ini anak error dimana sih DNA-nya, kok bisa nir prestasi begini di sekolah?'

Hmm, padahal ....

Si Kecil tersayang sudah dan sedang tumbuh menjadi sebuah pribadi yang cendekia di balik dunia akademisnya. Dengan suka cita ia mengumpulkan nilai terbaik di bidang yang sayangnya tidak pernah dianggap cukup perlu untuk ditakar dengan nilai satu sampai seratus.

Sehingga sadar tidak sadar kita sebagai orang tua kerap terjebak mem-framing cacat akademisnya. Seakan-akan masa depan si anak auto gelap gulita bila ia tidak menguasai rumus Phytagoras atau ilmu pembelahan sel.

Seakan-akan rasa empatinya yang terasah tajam bukanlah poin yang membanggakan. Hafalan tahfiz, shalat di awal waktu, sayang adik, tidak buang-buang makanan ... bablas tak sempat dicermati. Dicermati saja tidak, boro-boro dianggap prestasi ....

Tidak semua anak dilahirkan sebagai matahari tunggal si penebar cahaya yang paling terang. Banyak dari buah hati kita ditakdirkan Allah sebagai bintang yang ribuan, yang walaupun berpendar ketika gelap merayap, ia tetaplah cemerlang dengan jalannya sendiri.

Jadi please, berhentilah hanya fokus mem-framing kegagalan akademis anak semata, tanpa menghargai pertumbuhan kepribadian baiknya. Mendorongnya memperbaiki nilai tentu sah-sah saja, selama kita tidak mem-blur nilai-nilai "lain" yang sudah digenggamnya.

Jangan sampai si Kecil merasa ia gagal di semua aspek kehidupannya akibat apresiasi orang tua yang tidak fair. Tak terbayangkan betapa akan sulit ia menjalani masa depannya.

Jadi, adakah "Si Fulan" dengan komposisi prestasi seperti di atas yang sedang Anda besarkan di rumah?

Selamat! Anda telah mendidiknya dengan sangat baik, Ayah Bunda!
.
.
Tabarakallah
-Cut Cynthia Sativa-

Kamis, 17 Januari 2019

Mengenang Beliau ~Rahimahullah~

"Bi, debat capres mi 😢"

Beliau suka sekali mengamati politik, baik lokal maupun nasional. Paling suka sama hastag yang lagi viral, bahkan pernah bermain "jawab pertanyaan" dari facebook, apapun pertanyaannya, jawabannya #2009gantipresiden.

Dan malam ini, saya membayangkan beliau ada di sini, di rumah, lagi nonton debat capres. Jika seperti itu, kadang-kadang saya disuruh menemani, walau lebih sering saya tidak betah, lalu kembali ke kamar dengan alasan ingin menidurkan anak-anak. Karena saya tidak suka "politik" tapi kalau beliau ~rahimahullah~ yang bicara atau menjelaskan, jadinya paham. 

Namun, sebulan sebelum beliau meninggal, yang terjadi sebaliknya. Beliau sudah tidak peduli dan berselera membicarakan politik. 
Pernah, di suatu perjalanan, saya menyinggung tentang calon bupati di Sinjai, tentang pilihan yang tepat memilih siapa. Berhubung waktu itu, pemilihan bupati di Sinjai sebulan lagi. Tapi, beliau tidak menggubris, beliau pun tidak membahas agak jauh bahkan kelihatannya ia tidak ingin membahas masalah itu. Pun dengan capres cawapres. ANEH, tidak seperti biasanya, yang beliau suka dengan topik ini.

Sebulan sebelum meninggal, beliau seperti fokus beribadah. Pas juga dengan momen Ramadhan. Pernah, di malam ke 27 Ramadhan, saat ada pembeli berkunjung ke rumah, beliau bilang ke saya, "Malam ke 27 Ramadhan ini, (siapa tau) malam lailatul qadr. Berhentimi menjual". ANEH, tak seperti biasanya, yang beliau senang jika ada pembeli yang datang.

Pernah juga di suatu sore, hujan sangat deras. Karenanya, beliau tinggal di mesjid. Tapi waktu itu, beliau lupa bawa qur'an nya. Akhirnya, saya "dipaksa" untuk melihat tanda di alqurannya sudah di surah dan halaman apa. "Dipaksa" karena waktu itu, sebenarnya saya lagi di rumah orang tua, sementara alqurannya ada di rumah. Rumah orang tua dan rumah kami bersebelahan sih, tapi untuk melaluinya harus menerobos hujan deras dulu, sementara beliau gak mau menunggu. Harus dapat jawaban sesegera mungkin. ANEH, tidak seperti biasanya, yang beliau sabar atau kadang menunda ngajinya jika tiba di rumah.

Begitulah mungkin cara Allah untuk mengarahkan akhir hidup kita, ke arah yang baik kah atau sebaliknya. Bersyukur jika Allah menghindarkan kita dari maksiat dan selalu menuntun kita untuk mengerjakan kebaikan. Inilah yang disebut hidayah, yang tidak bisa dibeli maupun dipaksakan. Tapi untuk mengusahakannya sangatlah bisa.

Maka banyak-banyaklah berdoa, semoga Allah istiqomahkan dan membuat akhir hidup kita menjadi husnul khatimah. aamiin

Rabu, 16 Januari 2019

ASN dan Hanin 7 Bulan

Bismillaah...

Ada 3 "tema" hari ini.
1. ASN
2. Umrah
3. Hanin 7 bulan 💞

Tentang ASN
Serius, sebenarnya sejak kemarin-kemarin, saya suka baca tentang ASN ini. Di grup whatsapp kampus, di facebook, dunia maya maupun di dunia nyata, orang-orang suka menyebut "ASN". Tapi serius (lagi), sejak kemarin-kemarin itu saya sebenarnya penasaran dan mencoba menerka kepanjangan dari ASN. Abdi.... S... Negara, SALAH. Anggota Sekolah Negara, SALAH. Dan banyak terkaan lain.

Baru hari ini saya googling, karena rasa penasaran dan waktu yang ada (lagi ingat). Ternyata, ASN itu... *bentar, googling lagi, lupa*

Ya... ASN itu singkatan dari Aparatur Sipil Negara. *Susahnya dihafal 😁

Kayaknya, sekarang PNS sudah berganti nama ya? Bukan PNS dan CPNS lagi ya? Sudah berganti nama jadi ASN kah?

Saya kudet tentang ini. Biasanya ada suami yang dengan rela ditanya dan dengan senang hati pula menjawab disertai dengan pendapat pribadi mengenai hal yang dipertanyakan. Wawasannya luas. Kadang apa yang dipikirkan itu tidak terpikirkan oleh saya. ~rahimahullah rahmatan wasi'ah~

Balik ke ASN.
Alhamdulillaah, 2 keluarga dekat, adik suami satu-satunya beserta suaminya, lulus tes ujian masuk ASN. Semua keluarga bergembira, menyampaikan selamat dan bersukacita, begitupun dengan saya (walau terselip rasa sedih dan merasa kehilangan karena tiba-tiba jadi ingat beliau yang PNS duluan dan pergi duluan).

Semoga Allah memudahkan urusan-urusan mereka, semoga Allah memberi sifat amanah dan semoga statusnya bisa menjadi wasilah menebar manfaat.

Tentang Hanin, tepat 7 Bulan hari ini
🌼 Alhamdulillaah makin hari makin lucu ~maasyaallah, tabaarokallah~.
🌼 Selalu mencari tempat berpijak, biar bisa berdiri lalu senyum-senyum ke sekelilingnya.
🌼 Masih jadi "anak ummi" yang "only ummi". Jadinya, kemanapun umminya pergi, dia harus ikut. Gak bisa ditinggal di rumah tanpa umminya. Pernah, saya ke banknya PNS urus sesuatu, bawa Hanin juga. Jadilah saya satu-satunya pengunjung bawa baby ke bank itu.
🌼 Masih takut melihat laki-laki dewasa. Entah ini sampai kapan. Jangankan omnya ~saudara abi maupun umminya~ bahkan melihat kakeknya yang serumah dengannya pun ia takut. Dan ia adalah anakku satu-satunya yang seperti itu. Wajar, karena ia tak pernah melihat abinya, kata neneknya. 😩😩😩
🌸 Sudah bisa duduk sendiri dan merangkak. Alhamdulillaah gak pake jatuh-jatuh lagi. Lancar.


Lalu, tentang Umroh...
Dibahas lain kali sajalah. Ada rasa sedih kalau ingat ini.


Semoga hari esok lebih baik dari hari ini. Semoga Allah tetap mengistiqomahkan kita di atas ad-diin hingga akhir hayat, aamiin

Selasa, 15 Januari 2019

Virus Sedekah Kreatif

::VIRUS SEDEKAH KREATIF ::

Virus ini berbahaya yg bisa berefek bahagia, bisa bikin ketagihan juga loo...
gak percaya???segera Cobain deh  salah satunya.. tanpa tapi tanpa nanti...😀👍

1. Siapkan nasi bungkus dari rumah. Berikan ke orang yang kira-kira membutuhkan seperti pedagang kecil, pengemis, orang gila, pengamen, anak terlantar dll. Enggak usah banyak-banyak misal 1 bungkus setiap harinya.

2. Laundry/cucikan Mukena secara berkala musholla yang ada di sekitar lingkungan kita.

3. Berkala beli Mukena baru, misal 3 bln sekali. Malu dong sama Allah pake itu-itu melulu, yang lama disedekahkan.

4. Bawa Mukena ketika akan berpergian. Tinggalkan di masjid/ musholla yang kita singgahi.

5. Beli kamper/pengharum baju. Taruh di kumpulan mukena di masjid/musholla yang kita singgahi

6. Bungkus perlengkapan shalat (Mukena, sarung, sajadah, kopiah, Al Qur'an jadikan parcel ketika lebaran. Berikan ke satpam komplek atau tukang kebersihan komplek atau office boy di kantor. InsyaAllah pahalanya mengalir.

7. Beli beberapa pasang sandal cepit, taruh di kantor, musholla atau masjid untuk digunakan ketika berwudhu.

8. Beli perlengkapan untuk membersihkan toilet, juga pengharum ruangan, dan berikan secara berkala ke masjid-masjid.

9. Bagi yang shalat Jum'at, datang 15 menit lebih awal. Bantu bersih-bersih dan beres-beres.

10. Kumpulkan botol minuman plastik/botol bekas shampoo dll, setelah banyak berikan ke pemulung.

11. Kalau beli minum dalam kemasan, kalau ada sisa bawa pulang. Airnya bisa disedekahkan untuk tanaman (sedekah alam), dan wadahnya dikumpulkan, kalau sudah banyak dikasihkan pemulung..

12. Beli beberapa burung yang murah saja, lepaskan ke alam bebas.

13. Beli makanan kucing siap saji dalam toples, taruh di tas. Ketika di jalan ketemu kucing liar, berikan.

14. Beli barang diskonan di supermarket agak banyak. Misal detergent, minyak goreng, sabun, buku tulis, pulpen kemudian bungkus cantik hadiahkan ke panti asuhan atau rumah singgah.

15. Jangan nawar ke pedagang kecil, kalau bisa justru kasih lebih.

16. Beli tissue atau keperluan yangsederhana di pedagang kecil yangkita jumpai, misal tissue 2000 rupiah, ikat rambut atau peniti sudah cukup bikin mereka senang.

17. Ketika makan di kaki lima ada pengemis atau anak terlantar, beliin mereka seporsi seperti yang kita makan.

18. Siapa yang suka jualan makanan kecil di kantor? Gratisin buat yang buka puasa. Kebayangkan gorengan 2000 bisa bikin kita masuk surga. In syaa Allah.

19. Ada pembangunan masjid? Bisa bikin gorengan? Berikan beberapa ke pekerja.

20. Selalu siap jika dimintai tolong tenaga, jika sedekah materi belum bisa kita lakukan.

21. Bayarlah lebih ketika naik angkot yang supirnya kakek-kakek atau bapak tua.

22. Kasih tips lebih buat ibu/abang ojek online kalo kira-kira jaraknya jauh dan juga kondisi mereka yang kira-kira memprihatinkan (tua misalnya).

23. Ketika di bis/ angkot. Bayarin nenek-kakek yang keliatan kurang mampu atau suami istri yang buta.

24. Pas bulan Ramadan. Diperkirakan buka puasa diperjalanan. Angkot, bis, kereta, busway etc. Siapkan beberapa air mineral (gelas) pas adzan bagi-bagi. Kebayang beli 5000 aja udah dapat 10, Kita dapat 10 pahala beri minuman orang berbuka. In sya Allah.

25. Tawarkan temen kita yang searah, Jika kita bawa kendaraan.

26. Pada saat di perjalanan bersama keluarga mampir di toilet masjid biasakan anak laki-laki diberi tugas bersihin toilet dan tempat wudhu.

27. Rutin mensortir mainan anak kita. Buy 1 give 1. Ketika beli mainan baru harus ada 1 mainan yang disedekahkan ke temannya atau panti asuhan.

28.Diam-diam ke toko bangunan,terus belanja semen semampu kita terus langsung kirim aja ke tempat2 sosial seperti masjid-masjid,sekolah2 yang masih dalam tahap pembangunan dan butuh bantuan dana.

30.Suka memberi hadiah2 kecil atau oleh-oleh untuk orang lain

29. .... Ada ide lain???? Yuk ..sharing juga idemu...😀👍

Semoga menginspirasi. Mulai dari hal yang terlihat sepele, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang.

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang2 yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap2 bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
QS. AL BAQARAH

Kebayang satu orang di antara kita menjalankan ini setiap harinya, berapa banyak masalah sosial bisa teratasi ... plus pahala yang bisa kita raih .. Amin.

#Copas #gatausiapaygnulis

Senin, 14 Januari 2019

Teman Sampai di Syurga

Bismillaah...

Hari ini, lagi-lagi belajar dari anak-anak.
Hari ini, saya belajar dari Hannan, putri kecilku yang sholehah ~Insyaallah~.

Tadi, kami berempat ke toko ~Mutiara Baby Shop~; tanpa Faqih, karena tiap Senin sekolahnya sampai jam 3. Berangkat sebelum jam 12 biar sholat dhuhurnya di toko saja.

Singkat cerita, pukul 3 siang, saya lagi makan sesuatu dekat tangga di dalam. Hannan saat itu lagi lari-larian sama Ziyad keluar toko trus masuk lagi trus keluar lagi, begitu seterusnya. Pas suatu waktu, ia masuk dengan gembira menemui saya lalu berkata, "Ummi, ada teman sekolahku di luar, Zalfa".

Bagi saya biasa saja. Teman sekolah, berarti tiap hari ketemuan. Baru saja beberapa jam yang lalu mereka berpisah dari sekolahnya. Trus, apanya yang istimewa? 😁

Ternyata, bagi Hannan, ini adalah kejutan, surprise dan itu menyenangkan. Bertemu dengan teman sekolah di suatu tempat itu juga sesuatu yang wah dan menyenangkan. Kelihatan dari ekspresi dan tingkahnya, khas anak-anak yang sukanya lari kesana kemari, begitulah yang terjadi pada Hannan. Begitupun temannya, Zalfa, terlihat sangat senang bertemu dengan Hannan, si pemilik toko 😅.

Lalu pelajaran apa yang bisa saya ambil dari kisah mereka?
Kalau di dunia saja kita begitu senang bertemu dengan teman kita, bagaimana lagi jika kita dipertemukan kembali oleh Allah di syurgaNya?
Sambil duduk berhadap-hadapan di atas dipan, disuguhi minuman/makanan yang sangat enak. Maasyaallaah. *jadi sangat ingin kesana*

Semoga saja kita bersama teman kita yang saling berteman dan bersaudara karena Allah, kelak dipertemukan kembali di tempat terindah, syurga.

Bagaimana jika tidak?
Maka carilah ia, mintalah pada RabbMu agar ia ditarik dari neraka lalu kumpul kembali denganmu.

Sebagaimana hadits tentang penghuni syurga yang tidak menemukan sahabat mereka di syurga:
"Yaa Rabb, kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami.
Maka Allah berkata:
"Pergilah kamu ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang dihatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah. (HR. Ibnul Mubarak).


"Ukhti, cari saya ya jika engkau tidak menemukan saya dalam syurga"

8 Intisari Kehidupan

TAU KAH ANDA....

Delapan kalimat di bawah ini, semuanya adalah intisari kehidupan:

1. Orang yang tidak tahu menghargai sesuatu, biarpun diberi gunung emas pun tidak akan bisa merasakan kebahagiaan.

2. Orang yang tidak bisa toleransi, seberapa banyak teman pun, akhirnya semua akan meninggalkannya.

3. Orang yang tidak tahu bersyukur, seberapa pintar pun, tidak akan sukses.

4. Orang yang tidak bisa bertindak nyata, seberapa cerdas pun tidak akan tercapai cita-cita nya.

5. Orang yang tidak bisa bekerjasama dengan orang lain, seberapa giat bekerja pun tidak akan mendapatkan hasil yang optimal.

6. Orang yang tidak bisa menabung, terus mendapatkan rejeki pun tidak akan bisa menjadi kaya.

7. Orang yang tidak bisa merasa puas, seberapa kaya pun tidak akan bisa bahagia.

8. Orang yang tidak bisa menjaga kesehatan, terus melakukan pengobatan pun tidak akan berusia panjang.
 
Smoga kita tidak termasuk dari orang-orang diatas....

#copas

Minggu, 13 Januari 2019

Harta, Untuk Apa?

Bismillaah...

Kebiasaan anak-anak sebelum tidur itu, kadang-kadang rebutan bantal atau tempat tidur. Seperti hari ini, semuanya diambil. Bantal di tempat umminya hanya disisakan 2 dari sekian bantal yang ada.

Bantalnya diapakan? Ya ditumpuk. Ini kerjaannya Ziyad sama Faqih. Mereka tidur bersebelahan lalu membuat benteng di tengahnya. Bentengnya itulah yang disusun dari beberapa bantal. Selain benteng pemisah, juga ada bantal di atas, kiri dan kanan. Jadi ceritanya, mereka berdua dikelilingi sama bantal yang sudah pasti butuh banyak.

Faqih bilang sama neneknya, "Nek, cobanya dibikin pagar disini (sampingnya) di'. Trus ada juga di atasnya, kiri kanan bawah." *seperti kandang 😂😂*

Saya menyela, "Kalau kayak gitu, berarti kayak kandang ayam. Itu di belakang rumah, ayam tidur di dalam kandangnya, ada di atasnya, bawah, kiri, kanan, ada pagarnya juga".

Faqih dan neneknya tertawa.

***

Tingkah dan hayalan anak-anak memang aneh tapi saya jadi banyak belajar. Tidak meng-cut pemikiran mereka, pun tidak menyalahkan. Saya juga teringat masa kanak-kanak saya, dimana saya bersama saudara seperti itu. Kadang rebutan bantal, kadang rebutan sarung dan apa saja yang bisa diperebutkan. Hayalan masa kanak-kanak pun mirip dengan anak-anakku sekarang, dimana dulu saya suka bikin tenda-tenda yang terbuat dari 2 kursi yang diatur sedemikian, lalu pake sarung sebagai atap dan bantal sebagai tembok, hingga menyisakan ruang tengah. Di ruang tengah itulah terkadang saya atau saudara saya tidur. Menghayal punya rumah, padahal kitanya tidak sadar kalau sudah berada dalam rumah.

***

Lalu, setelah itu, mereka semua tertidur. Faqih tertidur memeluk bantal, begitupun Ziyad. Saya yang melihat mereka sudah pulas tertidur lalu mengambil satu persatu bantal mereka yang tadinya sudah disusun 😂. Maafkan ummi, nak, soalnya Hanin lebih butuh benteng bantal di tempat tidur daripada kalian.

Kejadian rebutan bantal sebelum tidur ini, mengingatkan saya dengan orang-orang yang semasa hidupnya sibuk mengumpulkan harta lalu menumpuk dan tidak memiliki manfaat.
Tidur adalah salah satu kematian kecil.
Setelah kita tertidur, yang sebelumnya kita begitu "rakus" terhadap bantal (*baca: harta), toh itu sudah tidak berarti lagi.

Jika kita sudah tertidur (*baca: mati/meninggal), maka kita sudah tidak peduli lagi dengan segala yang ada di sekeliling kita. Iya, kan?

Lalu untuk apa harta dikejar, dikumpul lalu ditumpuk?
Untuk apa mengoleksi barang yang sejatinya tidak memiliki manfaat atau hanya sekedar pajangan?

Semoga kita menjadi pribadi yang bisa memanage harta, mengatur keuangan, waktu dan apa saja yang kita miliki agar memiliki manfaat, baik ke diri sendiri maupun bermanfaat buat orang lain, terlebih ummat ini.

Sabtu, 12 Januari 2019

Tanda-tanda Butuh Karyawan

Bismillaah...

*Ini tanda-tanda dirimu sudah butuh karyawan*

1. Kerjaan udah nggak bisa di-handle sendiri, misal, biasanya packing-an 10 ekh naik jadi 100 kan jadi gelagapan, haha

2. Makin slow response ngadepin pelanggan saking banyaknya yang nge-chat, akhirnya tuh pelanggan marah-marah deh

3. Makin nggak keurus administrasi dalam bisnis, misal pencatatan keuangan karena waktu berasa diuber-uber pembeli,

4. Sudah jelas kalau omzet dan profit Anda udah gedeee sehingga layaklah gaji satu dua orang atau malah bisa ngelengkapi semua kebutuhan posisi di bisnis sehingga sambil membangun sistem bisnis,

5. Kalau Anda kepengin bisnis Anda membesar ya jangan sendirian, bangunlah team, dari satu orang dulu ya nggak apa, dong.


#copas dari grup

Jumat, 11 Januari 2019

Kriteria Calon Suami

Bismillaah..

Dulu, sebelum menikah, saya tidak pernah berpikir dan menargetkan menikah dengan seorang lelaki pekerja kantoran (PNS). Kriteria saya hanya ingin lelaki seperti Aba; aktifis da'wah.

Lalu, datanglah tawaran (*baca: lamaran) yang disampaikan ummi ke saya. Tapi waktu itu, ummi cuma bilang, "Mau nda sama dia? Kalau iya, nanti kamu dibawa ke Mekkah *haji." *sambil bercanda*

Siapa yang tidak mau kalau ditawari haji? Jadi saya bilang, "Saya mau kalau kayak gitu." Padahal, aslinya, bukan itu yang bikin saya menerima. Pertanyaan ummi hanya selingan untuk memantapkan lagi pilihan berat ini. Sebelumnya, saya sudah disodorkan biodata beliau lengkap beserta foto.

Membaca biodatanya di bagian "Pengalaman Organisasi", maasyaallah. Saya yang dalam hal organisasi biasa-biasa saja, lalu ditawari yang menurut saya "wah" (aktifis "banget"), jadinya agak minder sedikit.

Tapi, bismillah...

Setelah pelamaran resmi, saya juga dikabari kalau beliau lulus PNS. Saya, yang awalnya memang tidak menargetkan itu menganggap biasa saja. Alhamdulillaah, berarti nanti saya harus siap kalau beliau berkantor.

Kembali lagi ke kriteria awal, calon suami minimal harus tarbiyah dan seorang aktifis da'wah. Kenapa saya menetapkan ini? Padahal dalam hadits, kriteria paling utama adalah baik agama dan akhlaknya?

Karena bagi saya, jika sudah tarbiyah, itu berarti saya tidak butuh waktu lagi menyamakan persepsi mengenai ini. Itu artinya, kami sejalan.

Lalu, mengapa harus aktifis da'wah? Karena bagi saya, jika ummat saja bisa diurus, apalagi cuma saya seorang. Itulah kelebihan aktifis da'wah, walau nantinya sebagai istri, tentu harus bersiap untuk tidak punya banyak waktu bersamanya, karena ada saat-saat dimana ummat lebih membutuhkannya.

Alhamdulillaah, Allah kabulkan keinginan saya. Sejak menikah hingga akhir hayat beliau, suami ~rahimahullah~ masih tetap menjadi aktifis da'wah. Walau banyak rintangan, banyak cobaan dan hampir saja membuatnya goyah, hampir saja membuat beliau ingin keluar dari lingkaran da'wah. Tapi Alhamdulillaah, Allah masih memilihnya.

Hingga beliau dipanggil Allah, beliau tercatat sebagai pengurus inti di Wahdah Sinjai. ~Rahimahullah~

Semoga Allah membalas segala jerih payahnya mengurus da'wah, semoga Allah merahmatinya atas perjuangannya selama ini mengurus ummat dan keluarga. Semoga Allah tempatkan beliau di sebaik-baik tempat, syurgaNya, aamiin yaa rabb.


Sinjai, 11 Januari 2019
*rindu sekali sama beliau, allahummaghfirlahuu warhamhu wa'aafihii wa'fuanhu

Tentang Taspen (2)

Bismillaah...

Jadi, setelah melengkapi persyaratan urusan kedua, Alhamdulillaah selesai sudah pengurusan hari itu di Taspen. Tapi, sebelum pulang, disuruh ke meja samping nya lagi, tempat foto.

Disitu, cs nya lain lagi. Kalau yang tadi di bagian kelengkapan berkas, cs nya laki-laki, di bagian ini cs nya perempuan. Saya dimintai KARIP (Kartu Pensiun) dan saya bilang saya gak punya. Sama teman di sebelahnya tadi dikasi tau sesuatu. Lalu, saya diminta menempelkan jari-jari di suatu alat, seperti diambil sidik jari. Setelah itu, saya diberitahu kalau mau di foto. Cs nya bingung sendiri karena melihat saya bercadar. Tapi maasyaallah, mereka mengerti *baarokallaahu fiiha*, padahal saya bilang "Silakan difoto disini". Mereka menawarkan untuk foto di ruangan dalam dan saya mengiyakan.

Masuklah kami berdua. Disitu, agak lama ambil fotonya, entah karena kamera nya error atau cs yang bertugas tidak terbiasa melakukan pekerjaan itu. Setelah ambil foto, saya diminta mengucapkan angka yang tertera di belakang layar laptop sambil memegang mic.

Alhamdulillaah, selesai.

Kamipun bersiap untuk balik ke Sinjai. Rasanya lega telah menyelesaikan urusan yang tertunda kurang lebih 6 bulan lamanya. Kami berterima kasih kepada semua petugas yang bertugas hari itu. MaasyaAllaah, mereka memudahkan sekali urusan-urusan ini. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan.

Keluar dari kantor Taspen, kami ~saya dan ipar yang selama ini mengurus berkas~ saling tertawa karena lega.
"Lamanya kita mau kesini, lamanya diurus, ternyata begituji pale (mudah)."
"Iya, lebih lama urus-urusnya (persuratannya)."

Persuratan yang kami sudah persiapkan jauh lebih banyak, padahal. Yang diminta disana hanya beberapa. Tapi tak apa, daripada sampai disana ada yang kurang.

Alhamdulillaah, legaa sekali keluar dari kantor Taspen.
Semoga urusan-urusan berikutnya, baik dana dari Taspen maupun dari rekening suami sebelumnya juga akan berpindah lancar masuk ke rekening pensiunan.

Hikmah dari peristiwa ini:
~ Terkadang, kita memikirkan sesuatu itu "susah/ribet", kenyataannya tidak demikian jika kita melibatkan Allah dalam setiap urusan. Maka mintalah pada Allah apapun yang kita inginkan.
~ Mudahkanlah urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusanmu.


Sinjai, 11 Januari 2018

Kamis, 10 Januari 2019

Tentang Taspen

Bismillaah..

Tentang TASPEN

Dulu, di pikiran saya, di kantor Taspen itu tempatnya para orang tua (*baca: nenek-nenek) yang sudah pensiun dari kantornya. Jadi kalau kita kesana, yang kira-kira akan kita temui sebagai pengunjung adalah pegawai pensiunan.

Hari ini, pikiran saya yang lalu terjawab sudah, dan memang betul yang jadi pengunjung adalah para pegawai yang sudah hampir pensiun *karena usia. Dan kami *saya, adik dan ipar adalah pengunjung termuda diantara mereka. Ah, mungkin kebetulan saja ya... di waktu lain, mungkin ada juga yang masih muda-muda datang ke kantor itu.

Pemikiran saya bukan asal tebak, melainkan saya sering mendengar kata-kata "Taspen" terucap dari nenek saya. Jadi wajar jika saya berpikir seperti di atas. Dan saya tidak pernah menyangka saya akan ke kantor itu di usia saya sekarang ini, membawa bayi serta anak-anak lalu mengurus segala sesuatunya yang ternyata.... hmm.

Tadinya, saya pikir, di kantor Taspen itu begitu "horor". Segala persuratan dimintai dan dipersulit. Nyatanya, mudah sekali, maasyaallaah. Iya, mudah, jika segala berkas yang akan dimintai sudah dipersiapkan sebelumnya.

Kantor Taspen yang saya datangi tadi letaknya di Bone, 2 jam dari Sinjai. Memang harus ke Bone karena disitu tempat yang paling dekat dan memang Bone kayaknya membawahi Sinjai dalam hal ini.

Bersiap sejak pagi, dibantu sama kakak ipar mengurus persuratan lagi ke kantor suami dan kantor lurah, alhamdulillaah Allah mudahkan dan selesai urusan jam 10. Trus, lanjut berangkat jam setengah 11, tiba di Bone kota pukul setengah 1. Singgah sholat dulu di mesjid, trus dimulailah pengurusan berkas di kantor Taspen Bone.

Awal masuk, kami disambut pegawai *seperti satpam* menanyakan keperluan kami. Dimintailah kami berkas-berkas yang kami bawa. Lalu, beliau mengambil sehelai kertas kecil berisi kelengkapan berkas yang mesti dikumpul. Saya seperti mendapatkan soal ujian, lalu beberapa menit minta izin untuk menjawab (mengumpulkan) berkas yang diminta. Mulai dari formulir pembayaran bermaterai, surat... *lupa surat apa saja karena banyaknya.

Setelah lengkap, saya kumpulkan ke pegawai tadi lalu saya diberi nomor antrian.

Tidak begitu lama, nomor antrian saya disebut. Trus, langsung kumpul berkas. Dicek sama cs nya, tidak sampai 5 menit kayaknya, selesai. Dalam hati saya berkata, "Sesimpel itu?". Lalu saya bertanya lagi ke cs, "Setelah ini, apa?". Saya ditanyai ini itu, ternyata masih ada lagi 1 urusan yang mesti dikumpulkan berkasnya. Inipun tidak lama. Yang bikin lama cuma mengumpulkan surat-surat, karena berkas yang dipersiapkan terlalu banyak, akhirnya mencari lembaran diantara tumpukan kertas itu cukup memakan waktu.


*bersambung*

Selasa, 08 Januari 2019

...Kelak Di Hari Perhitungan...

Bismillaah...

Yang tersisa dari perjalanan dan seringkali agak enggan untuk diselesaikan adalah...

Menata kembali perbekalan pakaian dll ke tempat atau lemari masing-masing.

Ah, andai saja, semua barang yang kita miliki hanya punya 1 tempat dan hanya sedikit, tentu kita akan punya banyak waktu untuk mengerjakan yang lain. Mungkin serupa dengan harta yang kita miliki, kelak pertanggungjawabannya akan memakan waktu lebih banyak jika harta kita juga banyak. Sekiranya orang-orang lain yang tergolong miskin di dunia, tidak memiliki harta, hisabnya lebih cepat dan bisa masuk ke syurga lebih cepat.

Karenanya, sejak menyadari kematian betul-betul akan terjadi pada diri, sejak kepergian suami yang mendadak dan tak pernah terbayangkan sebelumnya, saat melihat barang-barang kepemilikan suami yang tidak dibawa pergi, akhirnya saya membatasi untuk menambah-nambah segala sesuatu, apapun itu. Kecuali betul-betul sudah mendesak dan memang diperlukan.

Dampaknya adalah, rumah yang baru kami tinggali di Makassar, yang menjadi basis/kantor/toko/gudang Mutiara Hijab Kids, akhirnya minim perabot. Dan rasanya lebih lapang dan terasa lebih leluasa untuk bergerak. Mungkin seperti itulah yang akan dirasakan kelak di hari perhitungan, saat kita tak punya apa-apa, rasanya plong dan bisa lebih singkat waktu penghisaban diri kita dibanding yang banyak harta.

Apapun kondisi kita, semoga apa yang kita miliki semuanya bermanfaat dan bisa menjadi sarana agar amalan kita bertambah, hingga menjadi pemberat amal timbangan kita.

Minggu, 06 Januari 2019

Time is Over

Bismillaah...

Time is Over...

Waktu Libur telah habis. Saatnya balik ke dunia nyata, dunia ku yang sesungguhnya. Menjadi ummi dan abi, mengurus anak-anak full time di rumah, sambil urus bisnis di saat anak-anak tertidur.

Perjalanan balik ke kampung kali ini begitu sangat berat. Bayangan abi masih begitu terasa, seakan-akan ia masih ada di dunia ini. Membayangkan dirinya masih menunggu di Sinjai, membayangkan dirinya membersamai perjalanan balik, menyuruh saya bersegera menyiapkan barang-barang, membayangkan dirinya yang kelelahan menyetir karena kemacetan yang terlalu panjang, membayangkan dirinya yang melarang saya tidur untuk menemaninya sepanjang perjalanan, membayangkan kata-kata motivasi darinya ketika saya sudah mulai "curhat" sepanjang jalan dan sederet kenangan bersamanya selama perjalanan makassar-sinjai atau sebaliknya.

Berada di Makassar 2 pekan, di rumah peninggalan suami, abinya anak-anak ~rahimahullah~ sudah terlanjur betah disana. Rasanya tak ingin balik. Selama hidup, baru rasanya agak betah tinggal di suatu tempat.

Ah, ini baru dunia. Membayangkan kehidupan di syurga, dimana para penduduknya tentu begitu betah berada disana. Segala apa yang diinginkan sekejap mata akan terkabul. Tak ada kesusahan, tak ada kelelahan, tak ada permusuhan. Segalanya indah, nyaman, menyenangkan, pun hidup bersama dengan para penduduk syurga.
Itulah syurga, sebaik-baik tempat kembali. Semoga kita bisa kesana, bertemu dan berkumpul kembali dengan segala fasilitas yang telah Allah sediakan, aamiin...


Dalam perjalanan safar
Makassar-Sinjai, 6 Januari 2019

Sabtu, 05 Januari 2019

Apa Proyek Hidupmu?

APA PROYEK HIDUPMU?

Jika proyek hidup Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
adalah “menjaga Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”,
hingga ia menjadi perawi dan hafizh hadits terpuncak tanpa lawan:
maka apakah yang menjadi proyek hidupmu?

Jika proyek hidup al-Bukhari adalah:
“menyusun sebuah kitab yang merangkai hadits-hadits shahih
dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”,
dan ia menempuh jejak 16 tahun untuk menuntaskannya,
hingga “Shahih al-Bukhari” menjadi kitab tershahih
sesudah Kitabullah;
maka proyek hidup apa yang sedang engkau siapkan
hari ini atau hari esok?

Jika proyek hidup Ibnu Hajar al-‘Asqalany adalah
“menyusun kitab syarah penjelas untuk Shahih al-Bukhari”,
hingga ia melewati 25 tahun jejak waktu
untuk menyempurnakan kitab syarah terbaik
untuk “Shahih al-Bukhari”
bertajuk “Fath al-Bary”;
maka rencana apa yang telah kau gagaskan
untuk menoreh jejak sepeninggalmu kelak?

Jika proyek hidup seorang al-Albani adalah
“mendekatkan Sunnah Nabi kepada umat”,
hingga ia melahirkan “Silsilah Hadits Shahih”
dan “Silsilah Hadits Dha’if”-nya,
serta 111 karya hebatnya yang lain;
maka rencana mulia apa yang tlah kau siapkan
demi menerangi gulita alam kuburmu nanti?

Jika proyek hidup Syaikh al-‘Utsaimin adalah
“menyebar benih-benih ilmu pada khalayak umat”,
hingga ia melewati lebih dari 50 tahun hidupnya
menguntai mutiara hikmah di Masjid Jami’-nya di Unaizah
(setelah menolak ragam tawaran jabatan yang menggiurkan),
hingga saat ia pergi meninggalkan dunia ini,
setidaknya kajian-kajian ilmunya telah terekam dalam
lebih dari 5000 jam durasi rekaman,
yang kemudian tertranskrip dalam puluhan jilid kitab
yang tak pernah dituliskannya dengan tangannya bahkan sehuruf pun!
Jika beliau seperti itu:
lalu bagaimana dengan sisa hidup kita:
apa yang sudah kita rencanakan?

Jika proyek hidup Syekh Abdurrahman al-Smith (al-Sumaith)
-semoga Allah merahmatinya- adalah:
“menyeru dakwah di Benua Afrika”,
hingga melalui tangannya
ia berhasil mengislamkan setidaknya
11 juta manusia;
maka proyek apakah gerangan rupanya
yang terus mengguncang malam-malammu
dan menjagakan matamu di siang-siangmu?

***

Benar sungguh hikmah penuh bijak itu:
“Jika engkau gagal merencana hidupmu,
Engkau telah merencana kegagalanmu!”

Hidup akan terus berjalan laju.
Semakin dekat kita pada titik akhir.
Jika tak bergegas kita merencanakan;
merancang proyek kebaikan diri,
mengukir jejak peninggalan terakhir;
entah bagaimana kita akan melalui
kehidupan baru setelah kematian?
Entah bagaimana kita akan lewati:
kelam barzakh yang sepi,
dan lintasan panjang Yaumil Hisab tak bertepi?

Jadi:
Apa proyek kebaikanmu, Kawan?

Ust Muh ihsan Zainuddin

Jumat, 04 Januari 2019

Bayimu Kecil, Part II


 

Bismillaah...

Masih tentang postur tubuh alias berat badan.

Kenapa saya sensitif sekali sama yang ini?
Qaddarullaah, Allah takdirkan saya memiliki bayi yang kecil, imut. Berat badan hanya 6 koma lebih, di usianya yang hampir 7 bulan. Tidak seperti bayi lainnya yang berat badannya minimal 7kg di usianya. Qaddarullaah wa maa sya a fa'al.

Bayiku, Hanin Athifah, postur tubuhnya mirip-mirip dengan kakak perempuannya dulu ketika masih bayi. Imut, kecil. Tapi, Mutiara Hannan, dulu kecil sangatlah wajar, karena asupan gizi dari ASI berkurang sejak usia nya 4 bulan. Allah takdirkan saya hamil di usia Hannan masih 3 menjelang 4 bulan. Otomatis, ASI yang seharusnya ia dapatkan minimal 6 bulan, tidak terpenuhi sempurna, walau saat itu saya masih tetap memberi ASI semampu saya. Di usia 7 bulan ke atas, nenek kakeknya membelikan susu formula dan "memaksa" untuk diberikan kepada Hannan, si bayi imut.

Kejadian bayi imut terulang ke Hanin, anak bungsu sholehah ku. Dengan kondisi yang berbeda, saya sangat berharap dan memohon kepada Allah, agar saya mampu memberinya ASI hingga usia nya minimal 2 tahun. Saya sangat berharap dan meminta pada Allah, yang maha menggerakkan hati, semoga Allah tidak menggerakkan hati kakek neneknya untuk membelikan susu formula kepada bayi bungsu sholehahku ini.

Hanin Athifah, ketika orang-orang mengatakan dirimu kecil, semoga kelak amalanmu besar, nak.
Apalah arti postur tubuh, sementara yang akan dibawa ke sana adalah amalan.
Semoga Allah ridhoi, semoga Allah istiqomahkan, semoga Allah jaga dan terus menuntunmu ke jalan kebaikan, jalan yang ditempuh Rasulullah, sahabat dan orang-orang terdahulu, yang telah Allah janjikan syurga pada mereka.

Semoga kelak engkau mengikuti jejak-jejak kebaikan para shahabiyah, ummahaatul Mukminin, teladan yang sebenarnya.

Semoga, nak.

Kamis, 03 Januari 2019

Lelah

Bismillaah

Tentang lelah, sedikit mau bercerita tentang pengalaman hari ini.
Jadi hari ini, mulai pagi sudah beraktivitas lebih awal, karena rencana akan keluar rumah bawa anak-anak jalan. Lebih tepatnya, ada suatu urusan urgen di luar.

Keluar rumah agak telat, karena si adik agak telat menjemput. Lanjut ke mall, keliling keliling kesana kemari mencari satu tempat untuk menyelesaikan satu urusan. Bersama ke empat bocah, 2 adik dan ipar. Sepanjang jalan berkeliling itu, Ziyad, seperti biasa, merengek untuk dibawa ke tempat bermain anak-anak. Karena tempat yang saya cari itu tidak dapat-dapat, saya lelah, dan akhirnya membawa anak-anak ke arena bermain.

Singkat cerita, setelah bermain, kami singgah makan. Daaaan, setelah makan, kami ~saya, adik, ipar~ rasa-rasanya lelah, jadi kami sepakat untuk pulang ke rumah.
Ada apa dengan anak-anak? Terutama Ziyad?
"Ummi, singgah lagi di tempat main"

Subhanallaah.. tidak capek-capeknya ini anak-anak 😂😂😂

Saat itu, saya berpikir, oh, begini ya rasanya jika kita sudah tak lagi muda. Jalan sebentar saja, lelah, capek. Jadi ingat nenek di rumah, yang tenaganya sudah terbatas. Tidak bisa lagi kesana kemari. Padahal, dulu mobile sekali. Anaknya banyak, kadang tiba-tiba ada di Makassar, besoknya, eh sudah ada di Palopo, pekan depannya di mana, pekan ini disini. Tapi sekarang? Jangankan keluar rumah, jalan ke wc saja mesti pake bantuan, tertatih memegang tembok sambil jalan pelan-pelan.

Benarlah perkataan Rasulullaah, untuk memanfaatkan 5 perkara sebelum datang 5 perkara lain. Manfaatkanlah masa mudamu, sebelum datang masa tuamu. Jika di masa muda saja kita enggan untuk beramal, kita enggan untuk bergerak, jangan harap masa tuamu akan bisa engkau lakukan itu semua. Terlebih, jika kematian menjemput. Tinggallah penyesalan, kenapa saya dulu tidak begini dan begitu.

Belajar dari Ziyad hari ini, jangan ada kata "Lelah".

Maasyaallah, semoga kita semua bisa mengisi masa muda kita, masa sehat kita dengan banyak-banyak beramal, mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, menebar manfaat seluas-luasnya. Dan, semoga Allah catat itu sebagai kebaikan yang bisa mengantarkan kita ke syurganya kelak, Insyaallah, aamiin

Selasa, 01 Januari 2019

Libur Tlah Usai

Bismillaah...

Liburan semesteran anak hampir usai. Insyaallah Kamis, Faqih dan Hannan sudah masuk sekolah. Wilayah Sinjai, katanya, kalender pendidikannya seperti itu, masuk Kamis ini, tanggal 3 Januari. Sementara, menurut tanteku tadi, anak-anak di Makassar masuknya Senin depan, tanggal 7 Januari.

Apapun itu, saya, umminya anak-anak, masih memutuskan untuk tinggal "sedikit" lebih lama lagi di Makassar. Jadi, rencananya, Kamis dan Jumat, Faqih dan Hannan "terpaksa" izin (*absen) ke sekolah. Rencana awal, Rabu besok kami sudah balik ke Sinjai. Tapi...

Padahal, dulu, kami mengambil libur duluan. Sepekan sebelum sekolah resmi meliburkan anak-anak, kami sudah berangkat duluan ke Makassar. Libur duluan, masuk belakangan 😁😁😁

Hampir 2 pekan kami di Makassar, tapi rasanya cuma beberapa hari saja. Bagaimana tidak, sepekan lebih hanya terisi di rumah. Qaddarullaah, di pekan terakhir tahun l''alu, 3 anak menyusul 1, kompak sakit bersamaan. Alhamdulillaah 'Alaa Kulli Haal. Rasanya gimana? 😌😌😌

Trus, ketika saya memikirkan untuk balik ke Sinjai, di pikiran saya, respon mereka yang menunggu ketika menyambut kami adalah,

 "Anak-anak *sebut nama satu2*, kurus ko kuliat".

Hufft...
Dan ketika itu terjadi, rasa-rasanya, saya ~umminya~ seperti, seolah-olah, seakan-akan dan rasa-rasanya seperti tidak mengurusi anak selama di Makassar. Hmm...

*Cueki saja
*Tutup telinga
*Biarkan saja
*Anggap angin lalu
*Gpp, sekalian saja di "CAP"
*Bersabar


Demikianlah...