Minggu, 07 Oktober 2018

Mimpi Kami...

4 Oktober 2018
Semalam, saya memimpikan suami rahimahullah. Beliau sedang duduk di depan saya di kursi yang agak panjang (sofa). Memakai baju batik hijau, seperti motif rok yang biasa saya pakai sehari-hari di rumah. Beliau mengambil Hanin dari saya trus beliau gendong-gendong, main-main sama Hanin. Beliau bilang "Lucunya, tambah lucu", maasyaallah.

5 Oktober 2018
Kakaknya, kakak perempuan tertuanya bercerita, untuk pertama kalinya beliau hadir di mimpinya. Di dalam mimpi itu, sang kakak lagi menangisi adiknya yang telah meninggal. Waktu itu, suami terbaring di kursi dan kakaknya duduk disampingnya menangisinya. Tapi, kakaknya heran, muka adiknya katanya putih, putiiih sekali. Tiba-tiba saja, suami rahimahullah yang merupakan adik bungsu laki-lakinya terbangun dan tertawa dengan tawa khasnya lalu berkata
"Kenapa menangis? Saya tidak apa-apa."
"Ih, kenapa bisa bangun? Saya kira sudah meninggal?", kata kakak ipar.
"Tidak, saya tidak meninggal", kata beliau rahimahullah lagi-lagi dengan tawa khasnya.

Ya Allaah... sempat berpikir, jangan-jangan beliau memang belum meninggal, beliau masih hidup. Sempat berpikir juga, bagaimana kalau kita gali lagi kuburannya, siapa tau beliau masih hidup 😕 astaghfirullaah... semua kita akan kembali padaNya.

Mengenai mimpi, sebenarnya sudah beberapa kali juga beliau hadir di mimpi saya. Pernah, saya bermimpi diajak jalan di pasar (seperti suasana pasar tanah abang di Jakarta). Waktu itu, saya sempat tanyakan kondisinya, katanya sudah hampir sembuh. Buktinya beliau sudah bisa menemani saya jalan keliling pasar. *hanya mimpi*

Pernah juga saya bermimpi, beliau mendatangi saya yang lagi sibuk "rapat" bersama pegawai di toko. Waktunya seperti setelah sholat shubuh, karena beliau masih berpakaian koko hitam ungu nya dan bawahan sarung yang sering dipakainya. Saya lagi tempel sesuatu di dinding, trus ditanya sama beliau rahimahullah, "Apa itu?", sambil terus melihat dan mengamati apa yang kami lakukan. Mimpi ini 2 hari sebelum acara syukuran di rumah Makassar.

Faqih juga pernah mimpi, katanya abinya datang saat Faqih sudah mau berangkat ke sekolah, trus ditanya tentang sholatnya. Lalu Faqih terbangun.

Pernah juga, mertua, mama dari suamiku rahimahullah tiba-tiba masuk ke dalam kamar (di Makassar), berbaring di samping Faqih lalu menangis sambil mengatakan sesuatu yang tidak terlalu kedengaran ke saya. Setelah tangisnya beliau reda, saya menanyakan ada apa. Ternyata beliau baru saja bermimpi (malamnya), didatangi sama suami pakai baju putih (seperti baju anak sekolah). Hari itu, kebetulan kami akan syukuran rumah yang baru dibeli. Trus, mertuaku bilang ke suami dalam bahasa Bugis, "Kenapa pakai baju itu? Sementara kita ini mau syukuran". Beliau rahimahullah hanya senyum. Lagi-lagi hanya mimpi.

***

Kak... rindu sekali sama kita'. Selalu membayangkan kalau qt masih ada disini, cuma mungkin lagi keluar. Kalau sekarang2 ini, saya cuma membayangkan qt ke Palu. Karena kebiasaannya itu, kalau ada bencana kayak gini, ia selalu "terdepan". Ia pencetus, selalu mengerahkan seluruh yang dimiliki agar bermanfaat. Pun selalu mengajak orang atau ikhwah-ikhwah di Sinjai untuk ikut berpartisipasi. Seperti saat ini, saya membayangkan bahwa ia lagi sibuk mengumpulkan dana untuk donasi ke Palu, lagi sibuk sortir2 barang yang akan dikirim atau dibawa ke Palu dan mungkin saja mempersiapkan segala sesuatunya kemudian kesana sebagai relawan.

Abi, sejak awal saya mengenalmu, engkau orang dermawan. Jiwa sosialmu sangat tinggi. Saya banyak belajar darimu, berharap bisa juga sepertimu dengan segala keterbatasan yang ada.

Abi, saya dan anak-anak rindu...
Berharap qt bisa bertemu dan berkumpul kembali di syurgaNya kelak, aamiin

Allahummaghfirlahuu warhamhu wa'aafihii wa'fuanhu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar