KISAH MASUKNYA AGAMA YAHUDI DAN NASRANI DI JAZIRAH ARAB
Jadi, awalnya karena Abrahah bangun gereja Qulais untuk
membuat Najasyi ridho, ternyata kasus yang lain terjadi, sampai akhirnya dia
membentuk pasukan yang besar dari Yaman ingin menyerang Mekkah dan tujuannya
bukan memerangi masyarakat Mekkah, tapi ingin menghancurkan Ka’bah saja, agar
Ka’bah hilang dan mereka akhirnya terpaksa tawaf di Qulais. Itu tujuannya.
Lalu Abrahah mulailah keluar dengan pasukannya (pasukan
Gajah), semua pasukannya pakai gajah, tidak ada kuda, tidak ada orang jalan
kaki. Bayangkan kalau ribuan orang, semua pakai gajah, banyak sekali, keluar
semuanya. Dan gajah-gajah yang dipakai oleh Abrahah ini memang gajah-gajah yang
sudah dilatih untuk berperang.
Waktu dia keluar, mulai jalan dari Yaman ke Mekkah, ia melewati banyak suku-suku Arab. Orang-orang
Arab yang mengagungkan Ka’bah ini mendengar bahwa pasukan Abrahah keluar untuk
menyerang Ka’bah, maka beberapa suku-suku Arab juga keluar membentuk pasukan
untuk menghadang Abrahah. Yang pertama sekali keluar, ada seseorang yang
bernama Dzu Nafar. Dzu Nafar ini membentuk pasukan, tapi kecil, mencoba menahan
pasukan gajah tapi tidak berhasil dan dikalahkan oleh Abrahah. Dzu Nafar
ditawan.
Setelah itu, mulai mendekat lagi dengan Mekkah, ada lagi
suku Arab yang bernama Khuts’um, pimpinannya bernama Nufail ibnu Habib
Al-Khuts’umi yang juga keluar menahan pasukan gajah tapi berhasil ditawan oleh
Abrahah. Jadi sudah ada dua kepala suku Arab yang ditawan; Dzu Nafar dan
Nufail.
Waktu itu, satu-satunya jalan dari Yaman untuk masuk ke
Mekkah, itu harus melewati kota Thaif.
Note: ***Kota Thaif ini terletak sekitar 60-70 km dari
Mekkah dan termasuk daerah pegunungan dingin. Kalau kita sekarang ke kota
Thaif, melihat dari dalam mobil saja sangat susah (berkabut, dingin), melewati
tebing-tebing dan masih naik lagi ke gunung. Kalau dibayangkan dulu, ribuan
pasukan Gajah Abrahah datang kesana itu sangat luar biasa, mereka butuh waktu
yang lama. Tapi yang jelas, mereka sampai ke Thaif.***
Masyarakat Thaif ini ketakutan karena sudah dengar Dzu Nafar
dan Nufail dikalahkan. Abrahah waktu itu masih belum tau dimana Mekkah, dia cuma
meraba-raba saja. Jadi setiap mengalahkan satu suku Arab, Abrahah memaksa suku
tersebut untuk menunjukkan dimana Ka’bah tapi mereka satupun tidak ada yang mau
menunjukkan, walaupun mereka harus dibunuh. Jadi Abrahah Cuma jalan terus
hingga sampai ke Thaif.
Waktu sampai ke Thaif, masyarakat Thaif karena ketakutan,
akhirnya menulis surat ke Abrahah “Kami gak mau melawan, silakan kalau Anda mau
ke Mekkah, jangan perangi kota Thaif. Dan sebagai bukti kalau kami betul-betul
tulus (tidak mau melawan), maka kami akan coba utus satu orang dari masyarakat kami
yang siap menunjukkan kepada Anda dimana itu Mekkah”.
Keluarlah satu orang yang bernama Abu Rughol. Abu Rughol, sampai
hari ini, dalam pepatah-pepatah Arab masih disebut, kalau ada orang yang
berkhianat dikatakan Abu Rughol. Dan waktu dia mati (nanti akan ada sejarahnya
kita sebutkan sebentar lagi) itu orang-orang Arab menjadikan kuburannya
Marjaman (dilempari batu setiap lewat). Kenapa? Karena dia satu-satunya orang
Arab yang berkhianat waktu itu, satu-satunya orang yang menunjukkan Mekkah
kepada Abrahah.
Keluarlah Abu Rughol ini, dia tunjukkan dan menuntun Abrahah
sampai tiba di pinggiran kota Mekkah dan Mekkah sudah kelihatan. Abrahah lalu
memberhentikan pasukannya, membuat perkemahan disana. Abrahah ini tujuannya
bukan mau memerangi masyarakat, karena dia tahu orang-orang disana tidak punya
kekuatan. Targetnya adalah menghancurkan Ka’bah.
Abrahah bentuk pasukannya di sekitar perkemahannya yang
besar, di pinggiran kota Mekkah. Untuk menakut-nakuti masyarakat Mekkah agar
mereka menyerah, direbutlah semua gembalaan-gembalaan di sekitar situ. Diantara
yang diambil oleh Abrahah, ada 200 ekor unta Abdul Mutthalib (kakek nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam).
Masyarakat Arab sudah mulai dengar, Jazirah Arab sudah mulai
heboh, pasukan gajah sudah sampai di Mekkah. Abdul Mutthalib lalu keluar,
bertanya “Bagaimana cara bertemu dengan raja (Abrahah) ini?”, karena waktu itu
Abrahah tidak mau bertemu sama siapapun masyarakat Mekkah, maunya masyarakat
Mekkah menyerah saja langsung.
Kebetulan waktu itu raja Mekkah adalah Abdul Mutthalib
(nanti ada kisah tersendiri bagaimana ia menjadi raja, yang jelas sekarang ia
sudah berada di posisi raja Mekkah). Waktu itu, Abdul Mutthalib pikir,
bagaimana caranya, kemudian ia komunikasi satu demi satu sampai akhirnya dia
bertemu dengan Dzu Nafar dan Nufail; dua kepala suku Arab yang tertawan oleh
Abrahah di tengah jalan. Ngobrol, ngobrol, ngobrol, sampai ketemu bagaimana
caranya bertemu Abrahah.
Dzu Nafar bilang, “Untuk ketemu dengan raja ini (Abrahah)
tidak gampang, karena dia tidak membuka diri. Tapi, waktu saya lagi menuju
kesini (saat tertawan), saya berkenalan dengan Unais, orang kepercayaan
Abrahah. Barangkali melalui dia, Anda (Abdul Mutthalib) bisa bertemu”.
***Pasukan gajah itu ternyata, ada satu gajah di depan yang
memimpin di depan. Dimana gajah itu pergi, yang lainnya ikut. Jadi sebenarnya
kalau mau dikalahkan, gajah yang paling depan saja yang ditaklukkan, yang
lainnya nanti akan lari sendiri. Gajah yang paling depan itu dipegang oleh
seseorang yang bernama Unais. Unais ini orang yang sangat luar biasa, pimpinan
perangnya Abrahah, orang yang paling dipercaya, karena kalau dia alihkan
gajahnya, semua gajah lari. Jadi, Unais memang berpengaruh sekali.***
Berbicaralah dengan Unais dan akhirnya Unais bisa menjadi
perantara untuk Abdul Mutthalib bisa bertemu dengan Abrahah.
Bagaimana kisah Abrahah bertemu dengan Abdul Mutthalib?
Abdul Mutthalib ini terkenal orangnya, badannya tinggi
besar, putih, sangat gagah dan punya haibah (wibawa, kharismatik). Waktu dia
masuk ke kemahnya Abrahah, saking haibahnya (dalam buku-buku sejarah
dikatakan), sampai akhirnya Abrahah turun dari singgasananya karena berpikir
orang yang datang ini pasti punya kedudukan, tidak mungkin orang sembarangan
(dan sudah sampai berita ke Abrahah kalau ia raja Mekkah), kemudian ia duduk bersama-sama
di karpet. Lalu berbicaralah.
Abrahah mengatakan, “Apa hajatmu?”, diterjemahkan
oleh si penerjemah, karena Abrahah bukan orang Arab, ia orang Afrika dan tidak
mengerti bahasa Arab.
Abdul Mutthalib bilang, “Hai raja Abrahah, Anda datang ke
Mekkah ini dan pasukan Anda sempat merebut gembalaan-gembalaan masyarakat kami,
diantaranya ada 200 ekor unta saya. Saya datang ingin meminta agar
gembalaan-gembalaan itu dibebaskan karena itu milik masyarakat dan juga 200 ekor
unta saya.”
Abrahah mengamuk dan bilang, “Saya pikir kamu ini datang
untuk minta supaya saya tidak menyerang Mekkah, supaya saya pulang. Ini, minta cuma
dilepaskan gembalaan.”
Lalu, Abdul Mutthalib mengucapkan kalimat yang dinukil dalam
sejarah, yang membuat Abrahah jadi berpikir waktu itu. Apa yang dia katakan? “Saya
pemiliknya 200 ekor unta itu. Kalau rumah yang Anda ingin serang ini ada
tuhannya yang akan menjaganya, bukan saya. Saya tidak bisa bendung itu. Tapi
saya pemilik 200 ekor unta itu.”
Keluarlah Abdul Mutthalib. Abrahah masih bingung waktu itu.
Tapi semua gembalaannya dilepaskan dan dikembalikan. Sebelum pergi, Abrahah
bilang ke Abdul Mutthalib, “Hai Abdul Mutthalib, saya tidak akan punya
masalah dengan warga Mekkah ini. Kau bawa semua masyarakatmu keluar dari
Mekkah. Kosongkan. Biarkan saya hancurkan Ka’bah.”
Abdul Mutthalib mengatakan, “Baiklah kalau maumu begitu.”
Abdul Mutthalib pulang dan diiklankan kepada semua
masyarakat. Maka seluruh masyarakat Mekkah keluar, tidak tertinggal satupun.
Mereka keluar naik ke gunung-gunung. Tapi waktu itu, kata ahli sejarah, mereka
menyaksikan kejadian.
Abrahah pun masuk ke Mekkah dalam kondisi Mekkah kosong,
tidak ada apa-apa. Begitu dekat dengan Ka’bah, maka Dzu Nafar tadi lepas dari
tawanan kemudian dia mendekati gajah pemimpin yang di depan yang dipimpin oleh
Unais. Gajah itu dikasi nama dari Yaman, namanya Mahmud. Akhirnya si Dzu Nafar
ini bergantung di belalainya Mahmud, lalu berkata “Duduklah hai Mahmud,
duduklah! Ini rumahnya Allah yang agung.”
Anehnya, tiba-tiba Mahmud jadi duduk, tidak mau bergerak.
Abrahah kaget. Kenapa? Karena kalau dia tidak bergerak, gajah lain tidak mau
bergerak. Dipukul tidak mau, ditusuk tidak mau, tapi kalau diarahkan ke arah
Yaman mau berdiri, kalau ke arah Ka’bah tidak mau. Tapi karena mereka tetap
saja ngotot, maka dari kejauhan tiba-tiba langit menjadi gelap. Itulah BURUNG
ABABIL yang Allah subhanahu wata'ala utus.
Sebenarnya tadi sudah ada sinyal dari Allah, qaddarallaah wa
maa syaa a fa’al. Kalau seandainya dia kembali ke Yaman (tidak jadi menyerang),
maka selesai. Tapi tidak, memang sudah begitu, mereka tentukan sendiri
jalannya. Ini termasuk dalam takdir ikhtiari yang mereka pilih.
Akhirnya, semua burung ababil itu datang, tidak disebutkan
berapa jumlahnya, tapi disebutkan dalam buku-buku sejarah dan beberapa atsar,
bahwasanya memenuhi langit. Setiap burung menggenggam dua buah batu, yang batu
itu lebih kecil daripada batu kerikil, kecil sekali, tapi dari Neraka Jahannam.
Setiap batu mengenai satu orang, kalau menyentuh kepalanya tembus sampai ke
kakinya. Akhirnya Allah azza wa jalla menghancurkan semuanya.
***Tidak disebutkan/ditemukan dalam buku-buku sejarah
apakah si Dzu Nafar dan Nufail sempat selamat atau tidak, yang jelas dikatakan
hancurlah pasukan gajah, semuanya dihabiskan oleh Allah subhanahu wata'ala.
Bisa dilihat dalam surah Al-Fiil (105) : 1-5.***
Setelah hancurnya pasukan Abrahah, maka masyarakat Arab
makin mengagungkan Ka’bah. Pada zaman itu, orang-orang Arab mengistilahkan perhitungan
tanggal mereka dengan TAHUN GAJAH. Jadi kejadian gajah itu sebagai patokan; Misal:
1 tahun lewatnya tahun gajah, tahun ke 2 tahun gajah, tahun ke-3, tahun ke-10,
dst. Pada tahun gajah inilah NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAM LAHIR.
Kita kembali ke Yaman dulu agar tuntas kisah Jazirah Arab.
Di Yaman ini, waktu Abrahah mau keluar, dia kan jadi raja
waktu itu di Yaman, atau tepatnya Gubernurnya Najasyi. Dia menitipkan anaknya
bernama Yaksum. Jadi, waktu Abrahah mati, maka yang menjadi raja Yaksum. Yaksum
meninggal, datang lagi anaknya bernama Masruq. Jadi dua orang ini adalah keturunan
dari Abrahah.
Di zaman cucu Abrahah ini, Masruq, ada kisah lain. Waktu
itu, ada salah satu dari turunan Rabiah ibn
Nashr, turunan Dzu Nuwas juga [raja yang dikalahkan tadi oleh ‘Iryadh dan
Abrahah] yang bernama Saif bin Dzi Yazin. Saif yang merupakan orang asli
Yaman ini merasa terganggu kenapa orang Ethopia yang menguasai daerahnya,
sementara dia ini turunannya Dzu Nuwas (raja Yaman), mestinya ini harus
dikembalikan. Saif bin Dzi Yazin ingin mencoba mengembalikan kerajaan orang
tuanya. Bagaimana caranya? Dia bingung.
Akhirnya dia coba menuju ke Kaisar. Kaisar ini orang nasrani
di wilayah Turki ke atas sampai ke Eropa, disitu kerajaan Nasrani. Kaisar tidak
mau tolong. Kenapa? Karena Najasyi ini orang nasrani seagama dengan Kaisar, dan
sekarang Yaman dibawah kerajaan Nasrani, untuk apa ditolong. Sementara orang-orang
asli Yaman asalnya mereka beragama Yahudi. Dan sudah ada kisah Dzu Nuwas yang
dulu membantai orang-orang Nasrani.
Akhirnya, dia bingung harus kemana. Kemudian dia pergi ke
Irak. Sedikit review, waktu awal diceritakan ada yang bernama Rabiah ibn Nashr,
raja di Yaman. Sempat dia mimpi kalau keluarganya akan dibantai oleh
orang-orang Ethopia, kemudian ada sebagian keturunannya dia selamatkan menuju
ke wilayah Irak. Sampai akhirnya keturunan Rabiah ibn Nashr, mereka berkembang
di Yaman menjadi kerajaan, juga berkembang di Irak menjadi kerajaan. Jadi dua
wilayah; Yaman dan Irak, itu sebenarnya dari turunan Rabiah ibn Nashr, satu orang
saja, dari Yaman dulu. Di Yaman itu, sampai Dzu Nuwas terakhir yang terbunuh.
Di Irak, ada satu turunan dia bernama Nu’man ibn Basyir yang merupakan raja
Irak yang terkenal dari turunan Rabiah ibn Nashr, satu rumpun dengan Saif. Saif
ingat, kayaknya di Irak ada kerajaan besar, itu keturunan yang sama dengan dia.
Dia kesana menyampaikan kepada Nu’man ibn Basyir.
Waktu itu, Nu’man ibn Basyir bukan beragama Yahudi lagi. Dia
orang yang patuh dan tunduk dibawah kerajaan Furs (wilayahnya: Irak, Iran,
sebagian besar India dan seluruh Rusia). Irak dulu dibawah kerajaan Furs. Jadi,
Nu’man ibn Basyir ini walaupun turunan raja yaman (Rabiah ibn Nashr), tapi dia
sebenarnya dibawah pemerintahan kerajaan Furs. Saif bin Dzi Yazin ini bilang, “Ini,
kerajaan orang tua kita di Yaman direbut sama orang-orang Ethopia. Bisa gak
kamu (Nu’man ibn Basyir) tolong, bentuk pasukan, kita serang Yaman.”
Kata Nu’man, “Tidak bisa. Walaupun saya raja di wilayah
ini, tapi saya hanya seorang Gubernur (Gubernur Faris)”. Waktu itu ada raja
di wilayah Faris, yang mempunyai julukan Kisrah (nama-nama Kisrah nanti akan
banyak disebutkan di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sampai zaman Umar
bin Khattab).
Nu’man ibn Basyir melanjutkan, “Kalau kau mau, setiap dua
bulan sekali, ada utusan dari Kisrah datang ke wilayah Irak ini, kemudian kami
membayar upeti untuk Kisrah. Nanti pada saat utusan itu balik ke Kisrah, kamu
boleh ikut. Nanti kamu sampaikan ke Kisrah. Kalau Kisrah utus pasukan, silakan.”
Dua bulan kemudian, datang utusan dari Kisrah. Kemudian Saif
bin Dzi Yazin, anak yang tadi di Yaman merasa terganggu kenapa orang-orang
Najasyi memimpin kerajaan mereka, itu ikut ke Kisrah. Tujuannya ingin minta Kisrah
membantu dia untuk mengembalikan Yaman ke kerajaan turunan Rabiah ibn Nashr dan
orang-orang Najasyi (Ethopia) keluar dari Yaman.
***
Sedikit tambahan. Kisrah ini punya wilayah yang sangat
besar. Mereka atheis, tidak punya tuhan. Bahkan Kisrah ini dianggap tuhan oleh
masyarakatnya. Dia punya kerajaan yang sangat besar. Nanti kita akan sebutkan
bagaimana kerajaannya runtuh di tangan beberapa sahabat nabi, di zaman Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sudah
mengatakan, istana putihnya Kisrah akan runtuh di tangan sebagian kecil dari
ummatku. Dan memang waktu itu, yang masuk ke istananya Kisrah waktu diruntuhkan
di tangan Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu, itu cuma sekitar 12 orang
sahabat. Kerajaannya sangat besar luar biasa dan kisrah ini punya kerajaan yang
luar biasa. Sampai waktu berhasil diruntuhkan di tangan sahabat, di dalam
istananya kisrah itu banyak sekali kekayaan.
Diantara kekayaannya; gelang yang sangat besar, karena
orangnya tinggi besar sehingga membutuhkan gelang yang sangat berat, di
tangannya.
Tentang gelang... Ada
seorang sahabat nabi, namanya Suraqah bin Malik. Suraqah bin Malik inilah yang
mengejar nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ketika nabi hijrah ke Madinah,
karena orang-orang Quraisy (abu Jahal, dll) waktu itu semua memberi keputusan,
siapa yang menangkap Muhammad, maka akan dikasi 100.000 ekor unta. Yang kejar Nabi
namanya Suraqah bin Malik. Tapi dia tidak bisa, karena tenggelam kaki kudanya
di padang pasir sampai 3 kali.
Lalu, dia bilang ke Rasulullah, “Hai Muhammad, berikan saya
keamanan. Saya tidak akan ganggu kamu. Pastikan saya tidak mati”. Maka nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakr, berikan dia tulisan
“Aman”, bahwasanya dia tidak akan diganggu oleh kaum muslimin nanti kalau kaum
muslimin sudah menang.
Lalu kata nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pada saat itu,
“Hai Suraqah, bagaimana perasaanmu kalau di tanganmu ada gelangnya Kisrah?”.
Kata Suraqah ketika ia belum beriman, “Apakah yang Anda maksud wahai
Muhammad, Kisrah yang sekarang berkuasa? Saya akan pakai gelangnya?”. Kata
nabi shallallaahu 'alaihi wasallam “Iya”. Nanti, Suraqah ini masuk Islam
dan menjadi sahabat Nabi.
Dan di zaman Umar bin Khattab, gelangnya Kisrah termasuk
bagian daripada ghanimah (harta rampasan perang), kemudian dibawa ke Madinah.
Waktu di Madinah, Umar melihat kekayaan yang sangat banyak dan mengatakan, “Subhanallaah
yang telah membuat mereka tergila-gila dengan harta ini, dan Alhamdulillaah
yang membuat kita sama sekali tidak tertarik dengannya”. Beliau (Umar)
melihat ada gelangnya Kisrah, lalu kata Umar radhiyallahu ‘anhu “Mana
Suraqah? Panggil Suraqah bin Malik!”, waktu itu sudah beriman, jadi sahabat
di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Waktu Suraqah datang, Umar berkata
“Hai Suraqah, ini gelangnya Kisrah. Pakai sekarang di tanganmu. Kemudian
kelilinglah Madinah dan sampaikan kepada orang-orang apa yang telah nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam sampaikan kepadamu”.
Maka Suraqah sambil menangis, ia keliling madinah mengatakan
“Saya telah dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam saya
akan pakai gelangnya kisrah, dan ini gelangnya kisrah”. Terus ia keliling
Madinah (nanti akan disebutkan di kisah Umar bin Khattab).
Termasuk pula ghanimah yang sangat besar yaitu sebuah
karpet. Besar karpet itu 60 kaki x 60 kaki, besar sekali. Kalau lagi musim
salju di wilayah Faris, jika Kisrah lagi rindu ingin pohon-pohonan, ia membuka
karpet itu. Jika karpet itu dibuka, ada pohon-pohonnya, dll. Bagus sekali. Itu
dibawa ke Madinah. Waktu sampai ke Madinah, karpet itu tiba, Umar tidak tau mau
apakan, maka Umar memotong-motong kemudian membagikan kepada sahabat. Kata Ali
radhiyallahu 'anhu, “Saya dapat dan bagian saya kecil, cuma ukuran seperti
sajadah. Itu saya jual 600 dirham (saking mahalnya)”.
Diantara yang lain yang banyak membuat orang-orang
mengagungkan Kisrah adalah karena mahkota yang dipakai. Tiap hari, jika Kisrah
ingin keluar untuk duduk di singgasananya, ada hijab/gorden/kain dimana hijab
itu tidak akan dibuka sebelum mahkotanya diletakkan di atas kepalanya.
Mahkotanya itu lebih besar 10x dari badannya. Mahkota yang dipenuhi banyak
sekali permata itu diikat di rantai kemudian diturunkan dengan rantai tersebut
hingga sampai ke arah kepalanya (jadi mahkota tidak melengket atau pas di atas
kepalanya). Di atas tempat duduknya, banyak kaca-kaca yang jika terkena
matahari, maka akan terpantul ke permata yang membuat permata akan
menyala/bersinar. Ketika Kisrah duduk, mahkotanya sudah turun dan hijab sudah
dibuka, semuanya sujud kepada Kisrah.
***
Kenapa kisah tentang Kisrah ini diangkat? Karena
Saif bin Dzi Yazin yang ikut dengan gerombolan tadi, ketika tiba di di
depan Kisrah, ketika hijab dibuka, semuanya sujud kepada kisrah
kecuali......
Bersambung...
(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)
#sirahnabawiyah
#sirahnabawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar