Selasa, 16 Februari 2016

SIRAH NABAWIYAH (14)



KISAH MASUKNYA AGAMA YAHUDI DAN NASRANI DI JAZIRAH ARAB

Jadi, awalnya karena Abrahah bangun gereja Qulais untuk membuat Najasyi ridho, ternyata kasus yang lain terjadi, sampai akhirnya dia membentuk pasukan yang besar dari Yaman ingin menyerang Mekkah dan tujuannya bukan memerangi masyarakat Mekkah, tapi ingin menghancurkan Ka’bah saja, agar Ka’bah hilang dan mereka akhirnya terpaksa tawaf di Qulais. Itu tujuannya.

Lalu Abrahah mulailah keluar dengan pasukannya (pasukan Gajah), semua pasukannya pakai gajah, tidak ada kuda, tidak ada orang jalan kaki. Bayangkan kalau ribuan orang, semua pakai gajah, banyak sekali, keluar semuanya. Dan gajah-gajah yang dipakai oleh Abrahah ini memang gajah-gajah yang sudah dilatih untuk berperang.

Waktu dia keluar, mulai jalan dari Yaman  ke Mekkah, ia melewati banyak suku-suku Arab. Orang-orang Arab yang mengagungkan Ka’bah ini mendengar bahwa pasukan Abrahah keluar untuk menyerang Ka’bah, maka beberapa suku-suku Arab juga keluar membentuk pasukan untuk menghadang Abrahah. Yang pertama sekali keluar, ada seseorang yang bernama Dzu Nafar. Dzu Nafar ini membentuk pasukan, tapi kecil, mencoba menahan pasukan gajah tapi tidak berhasil dan dikalahkan oleh Abrahah. Dzu Nafar ditawan.

Setelah itu, mulai mendekat lagi dengan Mekkah, ada lagi suku Arab yang bernama Khuts’um, pimpinannya bernama Nufail ibnu Habib Al-Khuts’umi yang juga keluar menahan pasukan gajah tapi berhasil ditawan oleh Abrahah. Jadi sudah ada dua kepala suku Arab yang ditawan; Dzu Nafar dan Nufail.

Waktu itu, satu-satunya jalan dari Yaman untuk masuk ke Mekkah, itu harus melewati kota Thaif.
Note: ***Kota Thaif ini terletak sekitar 60-70 km dari Mekkah dan termasuk daerah pegunungan dingin. Kalau kita sekarang ke kota Thaif, melihat dari dalam mobil saja sangat susah (berkabut, dingin), melewati tebing-tebing dan masih naik lagi ke gunung. Kalau dibayangkan dulu, ribuan pasukan Gajah Abrahah datang kesana itu sangat luar biasa, mereka butuh waktu yang lama. Tapi yang jelas, mereka sampai ke Thaif.***

Masyarakat Thaif ini ketakutan karena sudah dengar Dzu Nafar dan Nufail dikalahkan. Abrahah waktu itu masih belum tau dimana Mekkah, dia cuma meraba-raba saja. Jadi setiap mengalahkan satu suku Arab, Abrahah memaksa suku tersebut untuk menunjukkan dimana Ka’bah tapi mereka satupun tidak ada yang mau menunjukkan, walaupun mereka harus dibunuh. Jadi Abrahah Cuma jalan terus hingga sampai ke Thaif.

Waktu sampai ke Thaif, masyarakat Thaif karena ketakutan, akhirnya menulis surat ke Abrahah “Kami gak mau melawan, silakan kalau Anda mau ke Mekkah, jangan perangi kota Thaif. Dan sebagai bukti kalau kami betul-betul tulus (tidak mau melawan), maka kami akan coba utus satu orang dari masyarakat kami yang siap menunjukkan kepada Anda dimana itu Mekkah”.

Keluarlah satu orang yang bernama Abu Rughol. Abu Rughol, sampai hari ini, dalam pepatah-pepatah Arab masih disebut, kalau ada orang yang berkhianat dikatakan Abu Rughol. Dan waktu dia mati (nanti akan ada sejarahnya kita sebutkan sebentar lagi) itu orang-orang Arab menjadikan kuburannya Marjaman (dilempari batu setiap lewat). Kenapa? Karena dia satu-satunya orang Arab yang berkhianat waktu itu, satu-satunya orang yang menunjukkan Mekkah kepada Abrahah.

Keluarlah Abu Rughol ini, dia tunjukkan dan menuntun Abrahah sampai tiba di pinggiran kota Mekkah dan Mekkah sudah kelihatan. Abrahah lalu memberhentikan pasukannya, membuat perkemahan disana. Abrahah ini tujuannya bukan mau memerangi masyarakat, karena dia tahu orang-orang disana tidak punya kekuatan. Targetnya adalah menghancurkan Ka’bah.

Abrahah bentuk pasukannya di sekitar perkemahannya yang besar, di pinggiran kota Mekkah. Untuk menakut-nakuti masyarakat Mekkah agar mereka menyerah, direbutlah semua gembalaan-gembalaan di sekitar situ. Diantara yang diambil oleh Abrahah, ada 200 ekor unta Abdul Mutthalib (kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam).

Masyarakat Arab sudah mulai dengar, Jazirah Arab sudah mulai heboh, pasukan gajah sudah sampai di Mekkah. Abdul Mutthalib lalu keluar, bertanya “Bagaimana cara bertemu dengan raja (Abrahah) ini?”, karena waktu itu Abrahah tidak mau bertemu sama siapapun masyarakat Mekkah, maunya masyarakat Mekkah menyerah saja langsung.

Kebetulan waktu itu raja Mekkah adalah Abdul Mutthalib (nanti ada kisah tersendiri bagaimana ia menjadi raja, yang jelas sekarang ia sudah berada di posisi raja Mekkah). Waktu itu, Abdul Mutthalib pikir, bagaimana caranya, kemudian ia komunikasi satu demi satu sampai akhirnya dia bertemu dengan Dzu Nafar dan Nufail; dua kepala suku Arab yang tertawan oleh Abrahah di tengah jalan. Ngobrol, ngobrol, ngobrol, sampai ketemu bagaimana caranya bertemu Abrahah.

Dzu Nafar bilang, “Untuk ketemu dengan raja ini (Abrahah) tidak gampang, karena dia tidak membuka diri. Tapi, waktu saya lagi menuju kesini (saat tertawan), saya berkenalan dengan Unais, orang kepercayaan Abrahah. Barangkali melalui dia, Anda (Abdul Mutthalib) bisa bertemu”.

***Pasukan gajah itu ternyata, ada satu gajah di depan yang memimpin di depan. Dimana gajah itu pergi, yang lainnya ikut. Jadi sebenarnya kalau mau dikalahkan, gajah yang paling depan saja yang ditaklukkan, yang lainnya nanti akan lari sendiri. Gajah yang paling depan itu dipegang oleh seseorang yang bernama Unais. Unais ini orang yang sangat luar biasa, pimpinan perangnya Abrahah, orang yang paling dipercaya, karena kalau dia alihkan gajahnya, semua gajah lari. Jadi, Unais memang berpengaruh sekali.***

Berbicaralah dengan Unais dan akhirnya Unais bisa menjadi perantara untuk Abdul Mutthalib bisa bertemu dengan Abrahah.

Bagaimana kisah Abrahah bertemu dengan Abdul Mutthalib? 
Abdul Mutthalib ini terkenal orangnya, badannya tinggi besar, putih, sangat gagah dan punya haibah (wibawa, kharismatik). Waktu dia masuk ke kemahnya Abrahah, saking haibahnya (dalam buku-buku sejarah dikatakan), sampai akhirnya Abrahah turun dari singgasananya karena berpikir orang yang datang ini pasti punya kedudukan, tidak mungkin orang sembarangan (dan sudah sampai berita ke Abrahah kalau ia raja Mekkah), kemudian ia duduk bersama-sama di karpet. Lalu berbicaralah.

Abrahah mengatakan, “Apa hajatmu?”, diterjemahkan oleh si penerjemah, karena Abrahah bukan orang Arab, ia orang Afrika dan tidak mengerti bahasa Arab.
Abdul Mutthalib bilang, “Hai raja Abrahah, Anda datang ke Mekkah ini dan pasukan Anda sempat merebut gembalaan-gembalaan masyarakat kami, diantaranya ada 200 ekor unta saya. Saya datang ingin meminta agar gembalaan-gembalaan itu dibebaskan karena itu milik masyarakat dan juga 200 ekor unta saya.”
Abrahah mengamuk dan bilang, “Saya pikir kamu ini datang untuk minta supaya saya tidak menyerang Mekkah, supaya saya pulang. Ini, minta cuma dilepaskan gembalaan.
Lalu, Abdul Mutthalib mengucapkan kalimat yang dinukil dalam sejarah, yang membuat Abrahah jadi berpikir waktu itu. Apa yang dia katakan? “Saya pemiliknya 200 ekor unta itu. Kalau rumah yang Anda ingin serang ini ada tuhannya yang akan menjaganya, bukan saya. Saya tidak bisa bendung itu. Tapi saya pemilik 200 ekor unta itu.
Keluarlah Abdul Mutthalib. Abrahah masih bingung waktu itu. Tapi semua gembalaannya dilepaskan dan dikembalikan. Sebelum pergi, Abrahah bilang ke Abdul Mutthalib, “Hai Abdul Mutthalib, saya tidak akan punya masalah dengan warga Mekkah ini. Kau bawa semua masyarakatmu keluar dari Mekkah. Kosongkan. Biarkan saya hancurkan Ka’bah.
Abdul Mutthalib mengatakan, “Baiklah kalau maumu begitu.”

Abdul Mutthalib pulang dan diiklankan kepada semua masyarakat. Maka seluruh masyarakat Mekkah keluar, tidak tertinggal satupun. Mereka keluar naik ke gunung-gunung. Tapi waktu itu, kata ahli sejarah, mereka menyaksikan kejadian.

Abrahah pun masuk ke Mekkah dalam kondisi Mekkah kosong, tidak ada apa-apa. Begitu dekat dengan Ka’bah, maka Dzu Nafar tadi lepas dari tawanan kemudian dia mendekati gajah pemimpin yang di depan yang dipimpin oleh Unais. Gajah itu dikasi nama dari Yaman, namanya Mahmud. Akhirnya si Dzu Nafar ini bergantung di belalainya Mahmud, lalu berkata “Duduklah hai Mahmud, duduklah! Ini rumahnya Allah yang agung.

Anehnya, tiba-tiba Mahmud jadi duduk, tidak mau bergerak. Abrahah kaget. Kenapa? Karena kalau dia tidak bergerak, gajah lain tidak mau bergerak. Dipukul tidak mau, ditusuk tidak mau, tapi kalau diarahkan ke arah Yaman mau berdiri, kalau ke arah Ka’bah tidak mau. Tapi karena mereka tetap saja ngotot, maka dari kejauhan tiba-tiba langit menjadi gelap. Itulah BURUNG ABABIL yang Allah subhanahu wata'ala utus.

Sebenarnya tadi sudah ada sinyal dari Allah, qaddarallaah wa maa syaa a fa’al. Kalau seandainya dia kembali ke Yaman (tidak jadi menyerang), maka selesai. Tapi tidak, memang sudah begitu, mereka tentukan sendiri jalannya. Ini termasuk dalam takdir ikhtiari yang mereka pilih.

Akhirnya, semua burung ababil itu datang, tidak disebutkan berapa jumlahnya, tapi disebutkan dalam buku-buku sejarah dan beberapa atsar, bahwasanya memenuhi langit. Setiap burung menggenggam dua buah batu, yang batu itu lebih kecil daripada batu kerikil, kecil sekali, tapi dari Neraka Jahannam. Setiap batu mengenai satu orang, kalau menyentuh kepalanya tembus sampai ke kakinya. Akhirnya Allah azza wa jalla menghancurkan semuanya.

***Tidak disebutkan/ditemukan dalam buku-buku sejarah apakah si Dzu Nafar dan Nufail sempat selamat atau tidak, yang jelas dikatakan hancurlah pasukan gajah, semuanya dihabiskan oleh Allah subhanahu wata'ala. Bisa dilihat dalam surah Al-Fiil (105) : 1-5.***

Setelah hancurnya pasukan Abrahah, maka masyarakat Arab makin mengagungkan Ka’bah. Pada zaman itu, orang-orang Arab mengistilahkan perhitungan tanggal mereka dengan TAHUN GAJAH. Jadi kejadian gajah itu sebagai patokan; Misal: 1 tahun lewatnya tahun gajah, tahun ke 2 tahun gajah, tahun ke-3, tahun ke-10, dst. Pada tahun gajah inilah NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAM LAHIR.

Kita kembali ke Yaman dulu agar tuntas kisah Jazirah Arab.
Di Yaman ini, waktu Abrahah mau keluar, dia kan jadi raja waktu itu di Yaman, atau tepatnya Gubernurnya Najasyi. Dia menitipkan anaknya bernama Yaksum. Jadi, waktu Abrahah mati, maka yang menjadi raja Yaksum. Yaksum meninggal, datang lagi anaknya bernama Masruq. Jadi dua orang ini adalah keturunan dari Abrahah.

Di zaman cucu Abrahah ini, Masruq, ada kisah lain. Waktu itu, ada salah satu  dari turunan Rabiah ibn Nashr, turunan Dzu Nuwas juga [raja yang dikalahkan tadi oleh ‘Iryadh dan Abrahah] yang bernama Saif bin Dzi Yazin. Saif yang merupakan orang asli Yaman ini merasa terganggu kenapa orang Ethopia yang menguasai daerahnya, sementara dia ini turunannya Dzu Nuwas (raja Yaman), mestinya ini harus dikembalikan. Saif bin Dzi Yazin ingin mencoba mengembalikan kerajaan orang tuanya. Bagaimana caranya? Dia bingung.

Akhirnya dia coba menuju ke Kaisar. Kaisar ini orang nasrani di wilayah Turki ke atas sampai ke Eropa, disitu kerajaan Nasrani. Kaisar tidak mau tolong. Kenapa? Karena Najasyi ini orang nasrani seagama dengan Kaisar, dan sekarang Yaman dibawah kerajaan Nasrani, untuk apa ditolong. Sementara orang-orang asli Yaman asalnya mereka beragama Yahudi. Dan sudah ada kisah Dzu Nuwas yang dulu membantai orang-orang Nasrani.

Akhirnya, dia bingung harus kemana. Kemudian dia pergi ke Irak. Sedikit review, waktu awal diceritakan ada yang bernama Rabiah ibn Nashr, raja di Yaman. Sempat dia mimpi kalau keluarganya akan dibantai oleh orang-orang Ethopia, kemudian ada sebagian keturunannya dia selamatkan menuju ke wilayah Irak. Sampai akhirnya keturunan Rabiah ibn Nashr, mereka berkembang di Yaman menjadi kerajaan, juga berkembang di Irak menjadi kerajaan. Jadi dua wilayah; Yaman dan Irak, itu sebenarnya dari turunan Rabiah ibn Nashr, satu orang saja, dari Yaman dulu. Di Yaman itu, sampai Dzu Nuwas terakhir yang terbunuh. Di Irak, ada satu turunan dia bernama Nu’man ibn Basyir yang merupakan raja Irak yang terkenal dari turunan Rabiah ibn Nashr, satu rumpun dengan Saif. Saif ingat, kayaknya di Irak ada kerajaan besar, itu keturunan yang sama dengan dia. Dia kesana menyampaikan kepada Nu’man ibn Basyir.

Waktu itu, Nu’man ibn Basyir bukan beragama Yahudi lagi. Dia orang yang patuh dan tunduk dibawah kerajaan Furs (wilayahnya: Irak, Iran, sebagian besar India dan seluruh Rusia). Irak dulu dibawah kerajaan Furs. Jadi, Nu’man ibn Basyir ini walaupun turunan raja yaman (Rabiah ibn Nashr), tapi dia sebenarnya dibawah pemerintahan kerajaan Furs. Saif bin Dzi Yazin ini bilang, “Ini, kerajaan orang tua kita di Yaman direbut sama orang-orang Ethopia. Bisa gak kamu (Nu’man ibn Basyir) tolong, bentuk pasukan, kita serang Yaman.

Kata Nu’man, “Tidak bisa. Walaupun saya raja di wilayah ini, tapi saya hanya seorang Gubernur (Gubernur Faris)”. Waktu itu ada raja di wilayah Faris, yang mempunyai julukan Kisrah (nama-nama Kisrah nanti akan banyak disebutkan di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sampai zaman Umar bin Khattab).

Nu’man ibn Basyir melanjutkan, “Kalau kau mau, setiap dua bulan sekali, ada utusan dari Kisrah datang ke wilayah Irak ini, kemudian kami membayar upeti untuk Kisrah. Nanti pada saat utusan itu balik ke Kisrah, kamu boleh ikut. Nanti kamu sampaikan ke Kisrah. Kalau Kisrah utus pasukan, silakan.

Dua bulan kemudian, datang utusan dari Kisrah. Kemudian Saif bin Dzi Yazin, anak yang tadi di Yaman merasa terganggu kenapa orang-orang Najasyi memimpin kerajaan mereka, itu ikut ke Kisrah. Tujuannya ingin minta Kisrah membantu dia untuk mengembalikan Yaman ke kerajaan turunan Rabiah ibn Nashr dan orang-orang Najasyi (Ethopia) keluar dari Yaman.

***
Sedikit tambahan. Kisrah ini punya wilayah yang sangat besar. Mereka atheis, tidak punya tuhan. Bahkan Kisrah ini dianggap tuhan oleh masyarakatnya. Dia punya kerajaan yang sangat besar. Nanti kita akan sebutkan bagaimana kerajaannya runtuh di tangan beberapa sahabat nabi, di zaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sudah mengatakan, istana putihnya Kisrah akan runtuh di tangan sebagian kecil dari ummatku. Dan memang waktu itu, yang masuk ke istananya Kisrah waktu diruntuhkan di tangan Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu, itu cuma sekitar 12 orang sahabat. Kerajaannya sangat besar luar biasa dan kisrah ini punya kerajaan yang luar biasa. Sampai waktu berhasil diruntuhkan di tangan sahabat, di dalam istananya kisrah itu banyak sekali kekayaan.

Diantara kekayaannya; gelang yang sangat besar, karena orangnya tinggi besar sehingga membutuhkan gelang yang sangat berat, di tangannya.

Tentang gelang...  Ada seorang sahabat nabi, namanya Suraqah bin Malik. Suraqah bin Malik inilah yang mengejar nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ketika nabi hijrah ke Madinah, karena orang-orang Quraisy (abu Jahal, dll) waktu itu semua memberi keputusan, siapa yang menangkap Muhammad, maka akan dikasi 100.000 ekor unta. Yang kejar Nabi namanya Suraqah bin Malik. Tapi dia tidak bisa, karena tenggelam kaki kudanya di padang pasir sampai 3 kali.

Lalu, dia bilang ke Rasulullah, “Hai Muhammad, berikan saya keamanan. Saya tidak akan ganggu kamu. Pastikan saya tidak mati”. Maka nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakr, berikan dia tulisan “Aman”, bahwasanya dia tidak akan diganggu oleh kaum muslimin nanti kalau kaum muslimin sudah menang.

Lalu kata nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pada saat itu, “Hai Suraqah, bagaimana perasaanmu kalau di tanganmu ada gelangnya Kisrah?”. Kata Suraqah ketika ia belum beriman, “Apakah yang Anda maksud wahai Muhammad, Kisrah yang sekarang berkuasa? Saya akan pakai gelangnya?”. Kata nabi shallallaahu 'alaihi wasallam “Iya”. Nanti, Suraqah ini masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi.

Dan di zaman Umar bin Khattab, gelangnya Kisrah termasuk bagian daripada ghanimah (harta rampasan perang), kemudian dibawa ke Madinah. Waktu di Madinah, Umar melihat kekayaan yang sangat banyak dan mengatakan, “Subhanallaah yang telah membuat mereka tergila-gila dengan harta ini, dan Alhamdulillaah yang membuat kita sama sekali tidak tertarik dengannya”. Beliau (Umar) melihat ada gelangnya Kisrah, lalu kata Umar radhiyallahu ‘anhu “Mana Suraqah? Panggil Suraqah bin Malik!”, waktu itu sudah beriman, jadi sahabat di zaman nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Waktu Suraqah datang, Umar berkata “Hai Suraqah, ini gelangnya Kisrah. Pakai sekarang di tanganmu. Kemudian kelilinglah Madinah dan sampaikan kepada orang-orang apa yang telah nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sampaikan kepadamu”.

Maka Suraqah sambil menangis, ia keliling madinah mengatakan “Saya telah dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam saya akan pakai gelangnya kisrah, dan ini gelangnya kisrah”. Terus ia keliling Madinah (nanti akan disebutkan di kisah Umar bin Khattab).

Termasuk pula ghanimah yang sangat besar yaitu sebuah karpet. Besar karpet itu 60 kaki x 60 kaki, besar sekali. Kalau lagi musim salju di wilayah Faris, jika Kisrah lagi rindu ingin pohon-pohonan, ia membuka karpet itu. Jika karpet itu dibuka, ada pohon-pohonnya, dll. Bagus sekali. Itu dibawa ke Madinah. Waktu sampai ke Madinah, karpet itu tiba, Umar tidak tau mau apakan, maka Umar memotong-motong kemudian membagikan kepada sahabat. Kata Ali radhiyallahu 'anhu, “Saya dapat dan bagian saya kecil, cuma ukuran seperti sajadah. Itu saya jual 600 dirham (saking mahalnya)”.

Diantara yang lain yang banyak membuat orang-orang mengagungkan Kisrah adalah karena mahkota yang dipakai. Tiap hari, jika Kisrah ingin keluar untuk duduk di singgasananya, ada hijab/gorden/kain dimana hijab itu tidak akan dibuka sebelum mahkotanya diletakkan di atas kepalanya. Mahkotanya itu lebih besar 10x dari badannya. Mahkota yang dipenuhi banyak sekali permata itu diikat di rantai kemudian diturunkan dengan rantai tersebut hingga sampai ke arah kepalanya (jadi mahkota tidak melengket atau pas di atas kepalanya). Di atas tempat duduknya, banyak kaca-kaca yang jika terkena matahari, maka akan terpantul ke permata yang membuat permata akan menyala/bersinar. Ketika Kisrah duduk, mahkotanya sudah turun dan hijab sudah dibuka, semuanya sujud kepada Kisrah.

*** 


Kenapa kisah tentang Kisrah ini diangkat? Karena Saif bin Dzi Yazin yang ikut dengan gerombolan tadi, ketika tiba di di depan Kisrah, ketika hijab dibuka, semuanya sujud kepada kisrah kecuali......






Bersambung...

(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)

#sirahnabawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar