Jumat, 12 Februari 2016

SIRAH NABAWIYAH (7)

Ketika Mekkah Dikuasai oleh Orang-orang Zalim

Bagaimana kisahnya?
Suatu hari, Amru bin Luhay ini pergi ke negeri Syam (***tadi sudah disebutkan, Syam itu di utara Jazirah Arab, tepatnya sekarang ada Syiria, Libanon, Yordania dan Palestin. Empat ini dulu namanya wilayah Syam. Dan ini perlu dihafal karena memang sangat berentetan dengan buku-buku sejarah kita, dan juga berhubungan dengan hukum Syar’i, diantaranya, nanti di akhir zaman, Islam akan berkumpul lagi di Syam, dan kekuatan (kaum muslimin) banyak di wilayah Syam. Itu ada bahasan tersendiri dan tidak dibahas sekarang. Tapi yang jelas, wilayah Syam ini adalah wilayah yang punya pengaruh besar dalam Islam***). 

Waktu itu Amru bin Luhay mengadakan perjalanan perniagaan dari Mekkah ke Syam. Kemudian dia temukan ada satu suku yang bernama Amalik. Suku Amalik ini adalah suku asli negeri Syam. Mereka juga mendengarkan tentang ajaran nabi Ibrahim tapi setengah-setengah dan mereka mempartisipasikan berhala-berhala yang mereka sembah dengan Allah, itulah perbuatan syirik. Jadi mereka buat patung, patungnya ditaruh di rumahnya, kemudian untuk menyembah Allah, mereka merasa tidak bisa langsung, harus melalui patung-patung ini.

Pada saat suku Amalik ini lagi berdoa di depan patung, Amru bin Luhay datang dan mengatakan apa yang kalian sedang lakukan? Mereka mengatakan, “Patung-patung inilah yang memberikan kami makan, memberikan kami minum, memberikan kami kekuatan, memudahkan kami keluar dari permasalahan kalau kami sedang ada masalah, dan (yang paling penting kata mereka) bisa mendekatkan kami kepada Allah”. Jadi, mereka menganggap patung-patung ini adalah perantara dengan Allah ‘azza wa jalla.

Dan sudah selalu dititik beratkan, ALLAH TIDAK BUTUH PERANTARA. Allah ‘azza wa jalla telah mendidik kita dalam hukum-hukum wahyu yang diturunkan agar langsung connect kepada Allah. Makanya pada saat kita keluar, semua hidup kita dituntun doa. Apa itu doa? Komunikasi dengan Allah. Keluar dari rumah, baca “Bismillahi tawakkaltu ‘alallaah” (Ya Allah, dengan namamu saya menyerahkan diri), mau makan “Bismillah”, habis makan “Alhamdulillah”, masuk kamar mandi juga membaca doa “Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khobaaits” (Ya Allah, jauhkan kami dari syetan laki-laki dan syetan perempuan [atau lebih tepatnya, keburukan atau kejahatan]. Lalu keluar dari kamar mandi, baca “Ghufroonak” (PengampunanMu, wahai Tuhanku). Mau tidur baca doa, bangun tidur baca doa, mau apa saja baca doa.

Maksudnya apa? Agar kita paham, terlatih dan terbiasa untuk langsung komunikasi dengan Allah, gak butuh perantara. Terlebih lagi kalau perantaranya itu memang benda mati.

Orang pergi ke kuburan, seringkali ada orang yang jadi imam atau sholat, dalam sholatnya mengatakan “Iyyaa ka na’budu, wa iyyaa ka nasta’in” (Hanya kepadamu ya Allah kami menyembah, hanya kepadamu ya Allah kami minta tolong), begitu selesai salam, pergi sebelah mesjid, minta. Mana konsekuensi pernyataan tadi pada saat Anda mengucapkan ‘iyyaaka’ dan ‘iyaaka’. Ternyata, orang-orang kafir Quraisy di Mekkah pun sama konsepnya. Allah ceritakan dalam alQur’an “Hai Muhammad, kalau engkau tanya orang-orang kafir Quraisy, siapa yang menciptakan langit dan bumi? Siapa yang telah mengatur matahari dan bulan? Maka mereka akan mengatakan ‘Ada tuhan namanya Allah.” Lalu ditanya, “Kenapa kalian sembah berhala-berhala ini, untuk apa?”, lalu mereka menjawab dan Allah kekalkan juga dalam alquran “Kami tidak menyembah berhala-berhala ini kecuali kami jadikan perantara antara kami dengan Allah”. Sementara Allah ‘azza wa jalla tidak membutuhkan perantara. Para sahabat nabi, kalau sendal mereka putus, mereka mengangkat tangan ke langit mengatakan, “Ya Allah, sendal saya putus, gantikanlah”, langsung konek dengan Allah. Memang Allah, kalau menjawab doa hambanya itu dalam bentuk SINYAL.

“Ya Allah sembukan saya”, Allah tidak mungkin lemparkan obat dari langit.

“Ya Allah beri saya jodoh”, Allah tidak akan lempar manusia dari langit.

“Ya Allah mudahkan rezki saya”, Allah tidak akan lemparkan uang dari langit. Tapi, apa yang terjadi? Allah akan berikan sinyal. Pada saat saya mengatakan “Ya Allah, sembuhkan saya” dan ternyata Allah terima, mungkin besok tiba-tiba setelah berdoa malamnya, kita ketemu dengan teman/kerabat lalu saya tanyakan “Saya sakit A, B, C”, lalu dia bilang “Saya tau, ada dokter yang bagus disana”, kita ke dokter tersebut, konsultasinya cocok, resep yang dikasi cocok, sembuh. Apakah dokter sama resep yang sembuhkan? Jawabannya TIDAK. Allah yang sembuhkan, Cuma itu jawaban dari doa Anda.

“Ya Allah mudahkan rezeki saya”, Allah gak lemparkan duit tapi Allah akan membuat sinyal-sinyal datang. Tiba-tiba besok ada teman yang datang, nawarin kerja, nawarin kerja sama, beragam macam, kalau kita tangkap sinyal itu, itu rezki dari Allah.

Jodoh. Konyol kalau orang bilang jodoh saya tidak datang-datang, berapa banyak orang yang dia tolak, berapa banyak orang yang dia tidak mau, dan seterusnya. Tugasnya istikharah kemudian dia pilih salah satunya, biidznillah, dia tangkap sinyal itu.

Jadi jelas sekali, ALLAH TIDAK MEMBUTUHKAN PERANTARA. Panjang lebar dijabarkan agar kita tau kenapa Amru bin Luhay ini salah. Karena dia, akhirnya mengambil patung itu, dia mengatakan kepada orang-orang Amalik tadi, suku yang ada di Syam, “Coba berikan kepada saya satu patung, saya ingin beli patung itu, yang paling besar, yang paling kuat (menurut dia; suku Amalik), saya ingin bawa ke Mekkah karena kami di Mekkah tidak punya air”. Tadi kasusnya kenapa? Karena sumur zam-zam ditimbun oleh suku Jurhum. Lalu Amru bin Luhay membawa patung ke Jazirah Arab kemudian ke Mekkah, dan patung yang paling pertama masuk di Mekkah dan ini patung yang paling besar serta patung yang paling dihormati oleh orang-orang Quraisy nantinya, itu patung yang diberi nama Hubal. Dan inilah nanti patung pertama yang dihancurkan oleh nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pada saat pembebasan kota Mekkah di tahun 8 Hijriah (nanti kita akan sampai pada sejarah itu biidznillahi ta’ala).

Dan apa yang terjadi? Karena Amru bin Luhay ini sangat baik orangnya, adil, bijaksana di Mekkah, maka kata para ahli sejarah, apa yang dia ucapkan, apa yang dia putuskan, dianggap syariat oleh masyarakat Mekkah. Dia bawalah patung Hubal ini masuk ke Mekkah kemudian dia perintahkan seluruh masyarakat Mekkah untuk menyembah patung itu. Masyarakat Mekkah mayoritasnya (kecuali sedikit sekali) semuanya ikut. Dia tidak mengatakan “Sembahlah ini” begitu saja, tapi “Patung ini bisa menjadi perantara antara kita dengan Allah”. “Ayo kita minta kepada Allah tapi sebutkan namanya ini”. Pertama mereka cuma mengatakan “Hai Hubal, sampaikan hajat kami kepada Allah”, “Hai Hubal, begini”, “Hai Hubal, begitu”, lama-lama sudah tidak ada lagi “Allah”-nya. Sedangkan ada saja “Allah”nya masih syirik, apalagi sudah tidak ada sama sekali. Akhirnya mereka sujud dan menyembah Hubal.

Lebih parah lagi daripada itu, Amru bin Luhay ternyata merasa bahwasanya mungkin ini baik(godaan syetan sudah mulai masuk kepadanya). Lalu dia mendatangkan banyak patung-patung dan memerintahkan setiap suku yang ada di Mekkah (***jadi tadinya induknya suku di Mekkah itu ada dua; Jurhum dan Khuza’ah saja. Setiap suku kalau sudah mulai besar, siapa yang ditokohkan diantara mereka itu bisa membentuk suku baru. Misalnya, dari suku Jurhum sendiri, nanti kita tau, Quraisy itu sendiri nama orang, nama kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, salah satu kakeknya namanya Quraisy, dari turunan Jurhum. Karena Quraisy ini orang yang sangat kuat secara fisik, punya pengaruh di masyarakat, kaya raya, punya keturunan banyak, maka dia ditokohkan, dinisbatkanlah di namanya dia suku. Awalnya dia dari Jurhum, jadi ini cabang. Jadi setiap suku induk itu punya cabang-cabang suku yang lain. Nah, ini diantaranya, suku-suku sudah mulai banyak berkembang dari Jurhum dan Khuza’ah di Mekkah***).

Lalu Amru bin Luhay memberikan keputusan setiap suku itu wajib hukumnya memiliki patung masing-masing. Jadi suku A, punya patung di pintu masuk pemukiman mereka (dulu, misalnya suku A, itu tinggal satu lokasi, jadi misalnya 100 Kepala Keluarga KK / 200 KK, orang tau ini suku A. Wilayah sebelah sana ada suku B, dan seterusnya). Maka setiap suku punya patung masing-masing yang mereka sembah.

Lalu yang lebih besar lagi daripada itu, Amru bin Luhay memasukkan dan menambah patung-patung bukan cuma di Mekkah tapi juga di Jazirah Arab karena pada tahun pertama dia memasukkan patung-patung itu, banyak jemaah haji yang datang dari seluruh pelosok muka bumi yang beriman kepada Allah pada saat itu, kemudian melihat masyarakat Mekkah sembah patung. Mereka pun tidak tau apa itu, lalu mereka menganggap itu kebaikan. Mulailah diikuti.

Maka mulailah tersebar patung-patung besar di Jazirah Arab yang mereka buat sendiri, diantaranya ada patung Wud, patung ini banyak disembah oleh suku Kalb (suku yang termasuk besar di Jazirah Arab), kemudian ada patung Suwa’ (nama patung yang disembah oleh suku Hudzail), kemudian ada patung Yaghuts (disembah oleh suku Ghuthaif, dan umumnya penduduk wilayah Jurasy, ini semua wilayah Jazirah Arab), kemudian ada Ya’uq (disembah oleh penduduk wilayah Hamadzan) dan Yazar (disembah oleh masyarakat Yaman). Ini semua nama-nama patung yang disebutkan dalam alQur’an.
Dan yang paling luar biasa, ini kata para ahli sejarah menunjukkan memang di zaman itu wajar dikatakan zaman Jahiliyah, ada dua patung yang bernama Isaf dan Naaila. Isaf dan Naaila ini punya kisah tersendiri.

Bersambung...

(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)

#sirahnabawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar