Ketika Mekkah Dikuasai oleh Orang-orang Zalim
Bagaimana kisahnya?
Suatu hari, Amru bin Luhay ini pergi ke negeri Syam (***tadi sudah
disebutkan, Syam itu di utara Jazirah Arab, tepatnya sekarang ada
Syiria, Libanon, Yordania dan Palestin. Empat ini dulu namanya wilayah
Syam. Dan ini perlu dihafal karena memang sangat berentetan dengan
buku-buku sejarah kita, dan juga berhubungan dengan hukum Syar’i,
diantaranya, nanti di akhir zaman, Islam akan berkumpul lagi di Syam,
dan kekuatan (kaum muslimin) banyak di wilayah Syam. Itu ada bahasan
tersendiri dan tidak dibahas sekarang. Tapi yang jelas, wilayah Syam ini
adalah wilayah yang punya pengaruh besar dalam Islam***).
Waktu
itu Amru bin Luhay mengadakan perjalanan perniagaan dari Mekkah ke
Syam. Kemudian dia temukan ada satu suku yang bernama Amalik. Suku
Amalik ini adalah suku asli negeri Syam. Mereka juga mendengarkan
tentang ajaran nabi Ibrahim tapi setengah-setengah dan mereka
mempartisipasikan berhala-berhala yang mereka sembah dengan Allah,
itulah perbuatan syirik. Jadi mereka buat patung, patungnya ditaruh di
rumahnya, kemudian untuk menyembah Allah, mereka merasa tidak bisa
langsung, harus melalui patung-patung ini.
Pada saat suku Amalik
ini lagi berdoa di depan patung, Amru bin Luhay datang dan mengatakan
apa yang kalian sedang lakukan? Mereka mengatakan, “Patung-patung inilah
yang memberikan kami makan, memberikan kami minum, memberikan kami
kekuatan, memudahkan kami keluar dari permasalahan kalau kami sedang ada
masalah, dan (yang paling penting kata mereka) bisa mendekatkan kami
kepada Allah”. Jadi, mereka menganggap patung-patung ini adalah
perantara dengan Allah ‘azza wa jalla.
Dan sudah selalu dititik
beratkan, ALLAH TIDAK BUTUH PERANTARA. Allah ‘azza wa jalla telah
mendidik kita dalam hukum-hukum wahyu yang diturunkan agar langsung
connect kepada Allah. Makanya pada saat kita keluar, semua hidup kita
dituntun doa. Apa itu doa? Komunikasi dengan Allah. Keluar dari rumah,
baca “Bismillahi tawakkaltu ‘alallaah” (Ya Allah, dengan namamu saya
menyerahkan diri), mau makan “Bismillah”, habis makan “Alhamdulillah”,
masuk kamar mandi juga membaca doa “Allahumma inni a’udzubika minal
khubutsi wal khobaaits” (Ya Allah, jauhkan kami dari syetan laki-laki
dan syetan perempuan [atau lebih tepatnya, keburukan atau kejahatan].
Lalu keluar dari kamar mandi, baca “Ghufroonak” (PengampunanMu, wahai
Tuhanku). Mau tidur baca doa, bangun tidur baca doa, mau apa saja baca
doa.
Maksudnya apa? Agar kita paham, terlatih dan terbiasa untuk
langsung komunikasi dengan Allah, gak butuh perantara. Terlebih lagi
kalau perantaranya itu memang benda mati.
Orang pergi ke
kuburan, seringkali ada orang yang jadi imam atau sholat, dalam
sholatnya mengatakan “Iyyaa ka na’budu, wa iyyaa ka nasta’in” (Hanya
kepadamu ya Allah kami menyembah, hanya kepadamu ya Allah kami minta
tolong), begitu selesai salam, pergi sebelah mesjid, minta. Mana
konsekuensi pernyataan tadi pada saat Anda mengucapkan ‘iyyaaka’ dan
‘iyaaka’. Ternyata, orang-orang kafir Quraisy di Mekkah pun sama
konsepnya. Allah ceritakan dalam alQur’an “Hai Muhammad, kalau engkau
tanya orang-orang kafir Quraisy, siapa yang menciptakan langit dan bumi?
Siapa yang telah mengatur matahari dan bulan? Maka mereka akan
mengatakan ‘Ada tuhan namanya Allah.” Lalu ditanya, “Kenapa kalian
sembah berhala-berhala ini, untuk apa?”, lalu mereka menjawab dan Allah
kekalkan juga dalam alquran “Kami tidak menyembah berhala-berhala ini
kecuali kami jadikan perantara antara kami dengan Allah”. Sementara
Allah ‘azza wa jalla tidak membutuhkan perantara. Para sahabat nabi,
kalau sendal mereka putus, mereka mengangkat tangan ke langit
mengatakan, “Ya Allah, sendal saya putus, gantikanlah”, langsung konek
dengan Allah. Memang Allah, kalau menjawab doa hambanya itu dalam bentuk
SINYAL.
“Ya Allah sembukan saya”, Allah tidak mungkin lemparkan obat dari langit.
“Ya Allah beri saya jodoh”, Allah tidak akan lempar manusia dari langit.
“Ya Allah mudahkan rezki saya”, Allah tidak akan lemparkan uang dari
langit. Tapi, apa yang terjadi? Allah akan berikan sinyal. Pada saat
saya mengatakan “Ya Allah, sembuhkan saya” dan ternyata Allah terima,
mungkin besok tiba-tiba setelah berdoa malamnya, kita ketemu dengan
teman/kerabat lalu saya tanyakan “Saya sakit A, B, C”, lalu dia bilang
“Saya tau, ada dokter yang bagus disana”, kita ke dokter tersebut,
konsultasinya cocok, resep yang dikasi cocok, sembuh. Apakah dokter sama
resep yang sembuhkan? Jawabannya TIDAK. Allah yang sembuhkan, Cuma itu
jawaban dari doa Anda.
“Ya Allah mudahkan rezeki saya”, Allah gak
lemparkan duit tapi Allah akan membuat sinyal-sinyal datang. Tiba-tiba
besok ada teman yang datang, nawarin kerja, nawarin kerja sama, beragam
macam, kalau kita tangkap sinyal itu, itu rezki dari Allah.
Jodoh. Konyol kalau orang bilang jodoh saya tidak datang-datang, berapa
banyak orang yang dia tolak, berapa banyak orang yang dia tidak mau, dan
seterusnya. Tugasnya istikharah kemudian dia pilih salah satunya,
biidznillah, dia tangkap sinyal itu.
Jadi jelas sekali, ALLAH
TIDAK MEMBUTUHKAN PERANTARA. Panjang lebar dijabarkan agar kita tau
kenapa Amru bin Luhay ini salah. Karena dia, akhirnya mengambil patung
itu, dia mengatakan kepada orang-orang Amalik tadi, suku yang ada di
Syam, “Coba berikan kepada saya satu patung, saya ingin beli patung itu,
yang paling besar, yang paling kuat (menurut dia; suku Amalik), saya
ingin bawa ke Mekkah karena kami di Mekkah tidak punya air”. Tadi
kasusnya kenapa? Karena sumur zam-zam ditimbun oleh suku Jurhum. Lalu
Amru bin Luhay membawa patung ke Jazirah Arab kemudian ke Mekkah, dan
patung yang paling pertama masuk di Mekkah dan ini patung yang paling
besar serta patung yang paling dihormati oleh orang-orang Quraisy
nantinya, itu patung yang diberi nama Hubal. Dan inilah nanti patung
pertama yang dihancurkan oleh nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pada
saat pembebasan kota Mekkah di tahun 8 Hijriah (nanti kita akan sampai
pada sejarah itu biidznillahi ta’ala).
Dan apa yang terjadi?
Karena Amru bin Luhay ini sangat baik orangnya, adil, bijaksana di
Mekkah, maka kata para ahli sejarah, apa yang dia ucapkan, apa yang dia
putuskan, dianggap syariat oleh masyarakat Mekkah. Dia bawalah patung
Hubal ini masuk ke Mekkah kemudian dia perintahkan seluruh masyarakat
Mekkah untuk menyembah patung itu. Masyarakat Mekkah mayoritasnya
(kecuali sedikit sekali) semuanya ikut. Dia tidak mengatakan “Sembahlah
ini” begitu saja, tapi “Patung ini bisa menjadi perantara antara kita
dengan Allah”. “Ayo kita minta kepada Allah tapi sebutkan namanya ini”.
Pertama mereka cuma mengatakan “Hai Hubal, sampaikan hajat kami kepada
Allah”, “Hai Hubal, begini”, “Hai Hubal, begitu”, lama-lama sudah tidak
ada lagi “Allah”-nya. Sedangkan ada saja “Allah”nya masih syirik,
apalagi sudah tidak ada sama sekali. Akhirnya mereka sujud dan menyembah
Hubal.
Lebih parah lagi daripada itu, Amru bin Luhay ternyata
merasa bahwasanya mungkin ini baik(godaan syetan sudah mulai masuk
kepadanya). Lalu dia mendatangkan banyak patung-patung dan memerintahkan
setiap suku yang ada di Mekkah (***jadi tadinya induknya suku di Mekkah
itu ada dua; Jurhum dan Khuza’ah saja. Setiap suku kalau sudah mulai
besar, siapa yang ditokohkan diantara mereka itu bisa membentuk suku
baru. Misalnya, dari suku Jurhum sendiri, nanti kita tau, Quraisy itu
sendiri nama orang, nama kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, salah
satu kakeknya namanya Quraisy, dari turunan Jurhum. Karena Quraisy ini
orang yang sangat kuat secara fisik, punya pengaruh di masyarakat, kaya
raya, punya keturunan banyak, maka dia ditokohkan, dinisbatkanlah di
namanya dia suku. Awalnya dia dari Jurhum, jadi ini cabang. Jadi setiap
suku induk itu punya cabang-cabang suku yang lain. Nah, ini diantaranya,
suku-suku sudah mulai banyak berkembang dari Jurhum dan Khuza’ah di
Mekkah***).
Lalu Amru bin Luhay memberikan keputusan setiap suku
itu wajib hukumnya memiliki patung masing-masing. Jadi suku A, punya
patung di pintu masuk pemukiman mereka (dulu, misalnya suku A, itu
tinggal satu lokasi, jadi misalnya 100 Kepala Keluarga KK / 200 KK,
orang tau ini suku A. Wilayah sebelah sana ada suku B, dan seterusnya).
Maka setiap suku punya patung masing-masing yang mereka sembah.
Lalu yang lebih besar lagi daripada itu, Amru bin Luhay memasukkan dan
menambah patung-patung bukan cuma di Mekkah tapi juga di Jazirah Arab
karena pada tahun pertama dia memasukkan patung-patung itu, banyak
jemaah haji yang datang dari seluruh pelosok muka bumi yang beriman
kepada Allah pada saat itu, kemudian melihat masyarakat Mekkah sembah
patung. Mereka pun tidak tau apa itu, lalu mereka menganggap itu
kebaikan. Mulailah diikuti.
Maka mulailah tersebar patung-patung
besar di Jazirah Arab yang mereka buat sendiri, diantaranya ada patung
Wud, patung ini banyak disembah oleh suku Kalb (suku yang termasuk besar
di Jazirah Arab), kemudian ada patung Suwa’ (nama patung yang disembah
oleh suku Hudzail), kemudian ada patung Yaghuts (disembah oleh suku
Ghuthaif, dan umumnya penduduk wilayah Jurasy, ini semua wilayah Jazirah
Arab), kemudian ada Ya’uq (disembah oleh penduduk wilayah Hamadzan) dan
Yazar (disembah oleh masyarakat Yaman). Ini semua nama-nama patung yang
disebutkan dalam alQur’an.
Dan yang paling luar biasa, ini kata
para ahli sejarah menunjukkan memang di zaman itu wajar dikatakan zaman
Jahiliyah, ada dua patung yang bernama Isaf dan Naaila. Isaf dan Naaila
ini punya kisah tersendiri.
Bersambung...
(Sumber: ditranskrip dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)
#sirahnabawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar