Masa Sebelum Nabi Dilahirkan
Waktu malaikat datang ke rumah Ibrahim ‘alaihissalaam, seperti apa sih kejadiannya?
Allah sebutkan dalam surah Adz Dzaariyat (surah ke 51) ayat 24-30:
“Sudah sampaikah kepadamu hai Muhammad cerita tentang tamunya Ibrahim?”
 (dua malaikat yang datang untuk menghancurkan kaum Luth).
Kisahnya bagaimana? Yaitu “Malaikat-malaikat yang dimuliakan” kata Allah di ayat 24. 
Ayat 25 “Ingatlah, ketika mereka datang ke tempat nya Ibrahim dan 
mengucapkan ‘Salaamun’ atau keselamatan bagimu wahai Ibrahim”,
Ibrahim pun menjawab “Salaam (juga, artinya keselamatan untuk kalian), 
sesungguhnya kalian orang-orang yang tidak dikenal” kata Nabi Ibrahim 
kepada dua malaikat tadi. Ibrahim pun karena terkenal dengan karomnya, 
sangat ringan tangan, sangat suka dengan tamu, maka pada saat malaikat 
yang tidak dikenal ini datang, dipersilakan masuk, tidak ditanya siapa 
kalian, yang pertama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lakukan adalah beliau 
secara diam-diam menemui keluarganya di belakang (di dapur) kemudian dia
 menyembelih seekor anak sapi yang gemuk. Langsung dimasak dan 
dihidangkan kepada tamunya (tanpa menanyakan siapa kalian). Ini sebuah 
perilaku yang kata ulama tafsir mengatakan contoh yang sangat baik dari 
nabi Ibrahim ‘alaihissalaam. **Kalau sudah ada yang datang ke rumah, 
tidak usah dimulai dengan suudzon dulu (siapa orang ini dan segalanya), 
berikan sesuatu mungkin minuman atau makanan lalu ditanya ada apa 
kira-kira kebutuhannya.** Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam melakukan itu 
dalam ayat ini.
Lalu, tatkala dihidangkan kepada dua malaikat tadi, Ibrahim lalu berkata “Silakan di makan”, ini ayat 27.
Ayat 28, “Tapi mereka tidak mau makan. Karena itu, Nabi Ibrahim merasa takut terhadap mereka. 
Mereka (malaikat) berkata ‘Janganlah kamu takut’, dan menyampaikan 
berita gembira kepada Ibrahim tentang akan lahirnya seorang anak bagi 
Ibrahim yang bernama Ishaq”, inilah dari Sarah. 
Ayat selanjutnya 
“Kemudian istrinya (Sarah) datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri 
seraya berkata ‘Sesungguhnya aku seorang wanita yang tua dan mandul”.
Lalu para malaikat menjawab “Demikianlah Tuhan kalian memfirmankan, 
sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. Artinya, 
Allah subhanahu wa ta’ala mampu membuat apapun bahkan Allah mampu 
membuat semua wanita hamil tanpa laki-laki kalau Allah mau, bisa 
melahirkan anak, bisa punya keturunan tidak harus berhubungan biologis 
antara suami istri, tapi itu kekuasaan Allah ‘azza wa jalla.
Akhirnya, Sarah hamil dan melahirkan seorang anak yang bernama Ishaq yang nantinya juga akan menjadi Nabi.
Inilah sebab Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diberi julukan abul Anbiya’ 
(ayahnya para Nabi), karena dari dua istrinya, dua-dua anaknya nabi; 
Ismail dan Ishaq. 
Setelah Sarah melahirkan, Allah ‘azza wa jalla
 memerintahkan Ibrahim ‘alaihissalam untuk membawa Hajar dan anaknya 
Ismail ke Mekkah. Waktu akan pergi, Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam tidak 
menceritakan kepada Hajar dan anaknya Ismail (waktu itu Ismail masih 
kecil, masih menyusui). Dibawa saja naik unta sampai tiba di Mekkah.
***Mekkah waktu itu padang pasir, tidak ada pohon, tidak ada orang, 
lembah. Kalau kita liat gambar aslinya Ka’bah, itu ada pegunungan di 
sekelilingnya dan itu lembah. Itulah hikmahnya disana tidak pernah 
hujan. Satu kali hujan pasti banjir, karena memang lembah. Jadi kalau 
turun hujan dari gunung, pasti numpuk semua di Ka’bah, seperti kejadian 
beberapa tahun yang lalu, banjir sampai di pintu Ka’bah. 
Mekkah 
waktu itu tidak ada pohon, tidak ada makanan, tidak ada orang, tidak ada
 kehidupan, padang pasir (lembah). Sebagian ulama mengatakan, memang 
asalnya Ka’bah itu asasnya sudah ada dan pernah Ka’bah itu dibangun oleh
 Adam ‘alaihissalam dengan anaknya (Shith) (yang banyak kita ketahui 
Habil dan Qabil, tapi ada lagi yang bernama Shith, jadi nabi Adam 
memiliki banyak anak). Shith ini anak yang sangat sholeh, tapi dia tidak
 diangkat menjadi nabi, karena sudah disepakati 10 abad dari zaman nabi 
Adam ‘alaihissalaam itu tidak ada syirik, tidak dibutuhkan nabi. Nanti 
setelah adanya kesyirikan barulah Allah subhanahu wa ta’ala mengutus 
Idris ‘alaihissalaam.***
Lalu dibawalah Ismail ‘alaihissalaam 
dengan ibunya Hajar, oleh Ibrahim, tiba di lembah lalu diletakkan saja, 
ditaruh “Silakan turun disini”.
Hajar bingung.
Dalam riwayat shohih, 
Hajar berkata “Hai Ibrohim, apakah Anda meletakkan kami di lembah ini, 
tidak ada kehidupan, tidak ada orang?” Kemudian Nabi Ibrahim waktu itu 
langsung mau jalan. Jadi tidak ada keterangan, tidak ada kejelasan, kita
 mau buat apa disini.
Nabi Ibrahim merasa sedih sebenarnya, tapi ini kan
 perintah, perintah Allah cuma datang, wahyunya apa? “Antar istrimu dan 
anakmu (Hajar dan Ismail) ke Mekkah, di lembah”, itu saja, selesai. 
Untuk apa disana tidak jelas. Ditaruh saja disitu, pokoknya perintah 
Allah begitu. Nabi Ibrahim patuh saja, taruh istri dan anaknya tanpa 
penjelasan. Karena dia merasa sedih, dia tidak melihat ke Hajar, dia 
terus membelakangi.
Hajar mengikuti dari belakang, “Hai Ibrohim, apakah 
engkau membiarkan kami di lembah ini?”.
Nabi Ibrahim tidak jawab, sampai
 tiga kali bertanya.
Akhirnya Hajar berkata, dalam riwayat Shohih
 menjelaskan bagaimana keimanan Hajar (Hajar tahu Ibrahim adalah seorang
 nabi Allah), ia mengatakan “Aaallaaahu amaroka bihadza” (Apakah Allah 
yang menyuruh engkau melakukan ini?), maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam 
menganggukkan kepalanya sambil menangis (sedih).
Maka Hajar 
menjawab pertanyaan membesarkan jiwanya dan suaminya juga dan mengatakan
 dengan keyakinan luar biasa “Kalau begitu, Allah tidak akan membiarkan 
kami”.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun mengikuti wahyu, langsung 
pulang.
Hajar, kisahnya sendirian sama Ismail, lalu akhirnya dia duduk 
di padang pasir, tidak ada sebuah pohon pun yang menaunginya, menyusui 
anaknya. Setelah beberapa saat, dia merasa kekurangan, haus, panas, 
butuh air. Maka dia pun keliling mencari air. Tidak ditemukan di sekitar
 situ. Lalu akhirnya dia mendapati dua bukit yang sudah kita kenal; 
Shafa dan Marwah. Naiklah dia ke Shafa, sebuah gunung yang besar 
(*sekarang tentu sudah keliatan tidak besar karena sudah di keramik, 
dulu gunungnya sangat tinggi). 
Kenapa Hajar naik ke Shafa? 
Karena di padang pasir, kalau tempat itu kering sekali, biasanya 
matahari itu sangat panas, nanti mataharinya itu bisa memantulkan cahaya
 air dari tempat lain (fatamorgana, yang nyatanya tidak ada). Itu sering
 terjadi karena panasnya cuaca.
Jadi, Hajar melihat dari Shafa ,
 seakan-akan di gunung Marwah itu ada air. Mulailah Hajar sai, artinya 
berjalan, turun. Di tengah-tengah lembah, disitu mulai menukik ke bukit 
Marwah. Agar gampang naik ke atas, maka Hajar lari. Lari dulu supaya 
nanti naik ke atas (Marwah) itu bisa lebih gampang. Naiklah ke Marwah. 
Dilihat lagi ke arah Shafa seakan-akan ada air (padahal gak ada). Hajar 
turun lagi, ke Shafa, bolak balik sampai tujuh kali.
Apa 
sentuhan imaniyah dari peristiwa ini? Hajar ‘alaihassalaam karena memang
 patuh kepada Allah dan mengikuti perintah suaminya tadi, lalu, apapun 
yang dia kerjakan termasuk sa’i tadi mencari air untuk Ismail, niatnya 
hanya sebagai seorang ibu saja, karena dia tulus untuk itu, Allah 
jadikan selama orang sa’i sampai hari kiamat, Hajar PANEN pahalanya. Ini
 dari sisi imaniyah yang tidak disadari.
Apa pelajaran paling 
besar? Bahwasanya, siapapun yang mengerjakan sesuatu karena Allah (ex: 
berjalan ingin menjenguk orang tuanya, menjenguk saudaranya yang sakit, 
membantu orang), setiap langkah bernilai PAHALA di sisi Allah. Dan pasti
 ada bekasnya, selama ketulusan itu ada. Disini Hajar, hanya sekedar mau
 cari air buat anaknya, gak ada pikiran lain, tapi itu perilaku yang 
baik. Dan tadi itu dia patuh dengan perintah Allah, kepada suaminya, dan
 dia dukung suaminya untuk itu, maka Allah subhanahu wata’ala 
memudahkan. Selama sa’i, bayangkan nih kalau orang sa’i, jutaan orang 
disitu, berapa banyak tuh pahalanya. Kalau Allah catat satu pahala saja 
per orang, kali sekian juta, kali setiap hari sampai hari kiamat, itu 
berapa banyak pahala yang dipanen oleh Hajar ‘alaihassalaam. Berarti 
bentuk ketaatan kepada Allah dan suami itu sesuatu yang LUAR BIASA bagi 
seorang wanita.
Kita kembali ke poinnya.
Setelah tujuh kali ia 
berjalan, barulah Hajar menyadari ternyata tidak ada air disini. Dan 
Ismail itu ditinggal sendiri, karena tempatnya Ismail cukup jauh dari 
situ. Ternyata waktu Hajar sudah keletihan (capek) mencari (air) tapi 
tidak dapat, ada beberapa atsar, tapi yang paling rojih sebenarnya 
Jibril ‘alaihissalam datang, tapi tidak dilihat oleh Hajar, lalu 
mengebaskan sayapnya sehingga membuat tanah di padang pasir itu 
mengeluarkan mata air yang kita kenal dengan ZAM-ZAM.
Ada riwayat lain 
yang mengatakan air Zam-zam itu keluar dari bekas telapak kaki untanya 
nabi Ibrahim ‘alaihissalaam, tapi ini marjuh (pendapat yang tidak 
terlalu kuat). Lebih kuat tadi Jibril ‘alaihissalaam yang datang. Ada 
pendapat lain juga yang mengatakan bahwasanya keluar dari hentakan kaki 
nabi Ismail pada saat menangis. Tapi yang paling kuat adalah Jibril 
‘alaihissalam datang dan mengebaskan dengan sayapnya sehingga keluarlah 
mata air tersebut.
Ada pertanyaan kecil, selama ini kita tahu 
Zam-zam itu namanya air, tau gak apa artinya Zam-Zam? Jadi, Zam-zam itu 
pada saat dilihat airnya oleh Hajar ‘alaihassalaam, karena gembiranya, 
maka beliau membuat seperti bendungan dari pasir yang dikumpulkan, 
takutnya airnya habis, karena ini padang pasir. Maka dikumpullah, sambil
 mengucapkan “ZAM-ZAM”, “berkumpullah, berkumpullah”. Jadi ZAM-ZAM 
artinya BERKUMPUL. Maka ditutuplah.
Kata Nabi sallallaahu ‘alaihi wa 
sallam dalam hadits Bukhari Muslim, “Semoga Allah merahmati ibunya 
Ismail”, kalau dia biarkan, maka akan menjadi lautan yang luas. Tapi, 
karena ketakutannya seorang ibu, jangan sampai habis ini air, maka 
ditutuplah/ditahan. Jadi akhirnya dia Cuma sekedar seperti mata air. 
Akhirnya, Hajar ‘alaihissalaam minum dari situ, mulailah hidup (karena 
yang paling penting air), dan SUBHANALLAH, sebagaimana dalam hadits 
shohih dikatakan,  zam-zam bagi orang yang meminumnya, boleh niat apa 
saja.
Sebagaimana imam Syafi’i rahimahullah mengatakan “Saya minum 
Zam-zam dengan tiga niat; saya minta agar panahan saya tidak pernah 
meleset, dan itu berhasil (panahannya tidak pernah lagi meleset setelah 
minum zam-zam), kedua, saya (Imam Syafi’i) meminta agar menjadi ‘alimnya
 Muslimin (ulama), dan yang ketiga, saya meminta dimasukkan syurga 
dengan minum zam-zam. Jadi jangan minum zam-zam Cuma minta disembuhkan 
penyakit, itu kecil. Minta semuanya. Tapi zam-zam, bukan datang kepada 
orang yang dianggap pintar, akhirnya diludahi trus diminum. Itu penipuan
 terhadap masyarakat. Jangan pernah Anda minum air yang ditiup-tiup oleh
 orang, Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukan itu 
(meniup-niup air apalagi meludah, baik kalau sikat gigi, kalau tidak?! :)
 bisa saja mentransfer penyakit). Kata Nabi sallallaahu ‘alaihi wa 
sallam “Zam-zam itu minuman sekaligus makanan yang mengenyangkan”. Itu 
hadits shohih. Makanya jika orang minum zam-zam itu sudah cukup walaupun
 tidak makan. Beberapa sahabat pernah selama tiga pekan di Mekkah, 
mereka tidak makan apa-apa, Cuma minum zam-zam dan tercukupkan. Itu 
karunia Allah ‘azza wa jalla kepada ummat ini.
Hiduplah Hajar 
pada saat itu. Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam waktu pulang, dalam 
perjalanan, berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala “Ya Allah, aku 
meninggalkan istri dan anakku di sebuah lembah, tidak ada sedikitpun 
pohonnya”, rumput pun tidak ada, kosong sama sekali. Kemudian Ibrahim 
melanjutkan “di lokasi/tempat rumahmu yang muharrom”, disini poinnya. 
Ini menandakan (kata ulama tafsir), ka’bah itu asasnya sudah ada dan 
mulailah mereka (ulama) menjabarkan dengan beberapa atsar yang 
menyebutkan bahwasanya pernah dibangun oleh Adam ‘alaihissalaam dan 
Shith, kemudian dengan berjalannya waktu, hancur. Nanti Nabi Ibrahim 
‘alaihissalaam diperintahkan untuk membangun kembali ka’bah. Jadi Ka’bah
 bukan baru dibangun pada saat itu tapi pondasinya sudah ada sebelumnya,
 lalu dibangun kembali.
Lalu, Nabi Ibrahim pada saat berdoa, Nabi
 Ibrahim pun menyebutkan dalam do’anya yang masyhur yang mengatakan 
“Kirimlah orang-orang kepada istri dan anak saya, supaya mereka tidak 
sendirian”. Maka Allah subhanahu wa ta’ala pun menerima doanya. 
Apa yang terjadi? Ada sebuah kasus yang terjadi pada saat itu.
Bersambung...
(Sumber: ditranskrip langsung dari ceramah Ust. Dr. Khalid Basalamah hafidzahullaah)
#sirahnabawiyah
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar